Naik Truk demi Memotret Kirab Obor Asian Games
Hari yang dinanti akhirnya tiba. Selasa (17/7/2018), api dari New Delhi, India, tempat Asian Games pertama kali digelar, mendarat di Bandara Internasional Adisutjipto, Daerah Istimewa Yogyakarta. Inilah tanda dimulainya rangkaian acara kirab obor menyambut Asian Games 2018.
Ketika itu, langit berwarna biru cerah. Suara pesawat tempur menderu di angkasa, memecah keheningan pagi.
Dari kejauhan tampak pesawat Boeing 737-500 dengan tail number A-7307 bergerak diiringi lima pesawat latih Golden Eagle T-5oi. Mendekati landasan udara, Golden Eagle memisahkan diri. Selanjutnya, Boeing 737-500 mendarat di bumi Yogyakarta.
Kedatangan Boeing 737-500 disambut tepuk tangan para tamu dari pinggir landasan. Dari dalam pesawat, duta obor Asian Games, Susy Susanti, keluar dengan membawa lentera berisi api Asian Games.
Mengiringi kehadiran Susy Susanti, sejumlah penari membawakan tari Sekar Pujiastuti, yaitu tarian selamat datang khas Yogyakarta.
Gubernur DI Yogyakarta Sultan Hamengku Buwono X lalu mengalungkan rangkaian bunga kepada Susy. Diikuti penyerahan lentera kepada Kepala Staf TNI AU Marsekal Yuyu Sutisna. Hadir pula Ketua Panitia Penyelenggara Asian Games Indonesia (Inasgoc) Erick Thohir.
Lentera api Asian Games kemudian dibawa ke Museum Pusat TNI AU Dirgantara Mandala untuk diinapkan semalam.
Melihat lentera api untuk pertama kali, ada perasaan gembira di dalam hati. Api inilah yang telah lama dinantikan. Selain menjadi tanda dimulainya kirab obor, kedatangan api menjadi lambang persatuan negara-negara Asia.
Detik-detik bersejarah ini semakin berkesan karena sejumlah jurnalis, termasuk saya, hampir batal menyaksikan pendaratan api Asian Games di Adisutjipto!
Peristiwa itu bermula dari adanya kabar bahwa jurnalis harus berada di landasan udara pukul 06.30 WIB. Kabar tersebut diterima jurnalis pukul 06.15 WIB. Padahal, informasi sebelumnya menyatakan bahwa jurnalis yang datang dari Jakarta boleh datang ke landasan udara pukul 07.00 WIB.
”Memangnya, kita The Flash bisa menempuh perjalanan dalam waktu sekejap!” kata seorang jurnalis, dengan nada kesal. Saya tadinya hampir tertawa karena teman itu ingat The Flash, tetapi saya langsung juga tersadar betapa harus mencari solusi terkait perkembangan terakhir itu.
Saya langsung menghubungi Inasgoc. Namun, mereka justru langsung mengatakan, rombongan jurnalis dari Jakarta sudah terlambat.
Landasan udara harus segera dikosongkan mengingat banyak tokoh penting hadir dalam upacara penerimaan api Asian Games. Panitia tersebut menyarankan agar rombongan jurnalis langsung menuju Museum Dirgantara untuk menghadiri acara konferensi pers api Asian Games.
”Masa sudah jauh-jauh ke Yogyakarta tidak bisa melihat detik-detik mendaratnya api Asian Games,” ujar saya, di dalam hati.
Akhirnya, bersama beberapa teman jurnalis, seperti Kentaro Okada dan Ed Sha Restian dari kantor berita Kyodo serta Akihiro dari Jakarta Shimbun, saya nekat tetap menuju Adisutjipto.
Sepanjang perjalanan, hati ini berdebar karena khawatir tidak dapat menyaksikan detik-detik pendaratan Boeing 737 TNI AU. Namun, saya bertekad apa pun yang terjadi harus dapat menyaksikan kedatangan api Asian Games.
Mendekati landasan udara, sejumlah polisi militer mencegat siapa pun yang hadir termasuk menghalau rombongan jurnalis. Mereka memeriksa identitas setiap orang yang masuk ke landasan udara.
”Ini rombongan mana, ya? Panitia bukan?”
Okada-san, yang duduk di depan, hanya mengangguk. Mulanya, polisi militer tersebut ragu. Dia mengamati wajah penumpang mobil satu per satu. Supaya tak beradu pandang, saya memilih membuang pandangan ke arah lain.
Polisi militer tersebut lalu mengizinkan mobil kami melintas. Kemungkinan besar, polisi militer tersebut mengira Okada-san adalah panitia Asian Games.
Kemungkinan, polisi militer mengira Okada-san adalah panitia Asian Games.
”Okada-san, mereka mengira kamu panitia! Mungkin karena kamu orang Jepang, mereka percaya kamu panitia,” kata saya kepada Okada.
”Oh, ya?” kata Okada-san, sambil tertawa. Kami pun tertawa.
Berkat anggukan Okada-san, kami diperkenankan masuk ke landasan udara dan menyaksikan detik-detik bersejarah pendaratan api Asian Games.
Pada hari kedua liputan, kami harus meliput pengambilan api abadi Mrapen di Desa Manggarmas, Kecamatan Godong, Kabupaten Grobogan, Jawa Tengah.
Nantinya, api dari Mrapen digabungkan dengan api dari New Delhi, India, untuk dipakai kirab obor keliling Indonesia. Penggabungan api akan dilakukan di Candi Prambanan, Kabupaten Sleman, DI Yogyakarta.
Untuk meliput pengambilan api abadi Mrapen, saya dan teman-teman berangkat dari Yogyakarta pukul 03.00. Perjalanan menempuh waktu selama 4 jam. Sepanjang perjalan kami tidur di mobil karena kurang istirahat!
Bahkan, salah satu mobil jurnalis kesasar karena pengemudinya mengantuk sehingga tidak memperhatikan penunjuk arah jalan.
Pengambilan api Mrapen yang dilakukan Menko PMK Puan Maharani sempat terlambat selama 2 jam dari waktu yang direncanakan, yaitu pukul 07.00. Acara akhirnya baru selesai pukul 12.00.
Sebelum dibawa ke Candi Prambanan, api Mrapen diajak berkeliling kota Semarang. Namun, karena waktu sudah sangat terbatas, saya dan kawan-kawan jurnalis memutuskan langsung ke Candi Prambanan.
Acara di Prambanan baru mulai pukul 20.00. Hadir antara lain Wakil Presiden RI Jusuf Kalla, sejumlah menteri, dan pejabat daerah. Mengingat banyak tokoh penting hadir, protokoler Istana meminta rombongan jurnalis untuk tiba di arena lebih cepat dari jadwal.
Proses penyatuan api Mrapen dan api dari India pun berlangsung meriah. Acara dikemas dalam bentuk pertunjukan musik dan seni tari yang menggambarkan persatuan serta kekayaan budaya dan alam negara-negara Asia.
Sepanjang pertunjukan berlangsung, cahaya berwarna kuning keemasan menyorot kemegahan Candi Prambanan. Indah sekali. Turut mengisi acara di antaranya kelompok musik Armada yang menyanyikan lagu salah satunya berjudul ”Pergi Pagi Pulang Pagi”.
”Ku rela pergi pagi pulang pagi/ hanya untuk mengais rezeki/ Doakan saja aku pergi/ semoga pulang dompetku terisi/”
”Wah, Armada nyindir kita tuh.... Demi meliput kirab obor Asian Games, kita harus berangkat pagi pulang pagi!” kata Imam, jurnalis dari kantor berita Antara.
Kata-kata Imam memang ada benarnya. Setelah menempuh perjalanan jarak jauh dari Yogyakarta-Mrapen-Prambanan, saya dan teman-teman jurnalis baru sampai hotel menjelang tengah malam.
Keesokan harinya, kami harus bangun lebih pagi demi meliput kirab obor dari Keraton menuju Tugu Yogyakarta. Kirab obor di kota pertama berlangsung pukul 07.00. Dengan demikian, kami harus berangkat liputan pukul 04.30 agar tidak terlambat dan kembali tertahan oleh petugas keamanan.
Secara keseluruhan, kirab obor Asian Games melewati 54 kota/kabupaten di 18 provinsi di Indonesia. Kirab Obor Asian Games akan berakhir di Jakarta tepat pada hari kemerdekaan Indonesia, 17 Agustus 2018.
Obor kemudian dibawa pada pembukaan Asian Games di Stadion Utama Gelora Bung Karno, Jakarta.
Meliput momentum kirab obor memang cukup menguras tenaga dan pikiran. Namun, rasa lelah itu terbayar ketika melihat antusiasme masyarakat yang menyambut api Asian Games.
Rasa lelah itu terbayar ketika melihat antusiasme masyarakat yang menyambut api Asian Games.
Anak-anak dan orang dewasa memenuhi jalan raya untuk melihat api abadi dan mendukung Indonesia yang akan menjadi tuan rumah pesta olahraga antarnegara se-Asia.
Begitu ramainya jalan raya, jurnalis dan fotografer harus berdesak-desakan naik truk untuk memotret iring-iringan kirab obor. Dengan naik truk, kami lebih mudah dalam mengambil gambar.
Berbagai adegan menarik terekam dari atas truk, salah satunya adalah padamnya api ketika obor Asian Games sedang dibawa oleh Sekretaris Jenderal Panitia Penyelenggara Asian Games Indonesia (Inasgoc) Eris Herryanto.
Beruntunglah, ketika itu, ada lentera yang dapat memastikan api Asian Games terus berkobar.
Dari rangkaian liputan kirab obor Asian Games, penulis sadar.... sesungguhnya, Indonesia tidak sedang mengulang sejarah 56 tahun lalu menyelenggarakan Asian Games 1962. Saat ini, Indonesia sedang mengukir sejarah baru....