Ketika Menhan Malaysia Meradang di Jakarta
Wakil Perdana Menteri Malaysia era PM Najib Razak, yakni Dato’ Seri Ahmad Zahid Hamidi, kini sedang menghadapi dakwaan korupsi. Beberapa kali bertemu, pertemuan terakhir kami di Jakarta dalam situasi tidak menyenangkan, setidaknya bagi Kompas.
Tidak sedikit, nilai korupsi yang dituduhkan kepada Zahid Hamidi yakni mencapai 114.146.751 juta ringgit Malaysia atau sekitar Rp 457 miliar!
Dalam terbitan Malay Mail diuraikan, dakwaan terhadap Zahid Hamidi yang saat ini juga merangkap Ketua Umum Partai UMNO cukup banyak. Yakni, terhadap 27 kasus pencucian uang sebesar 73 juta ringgit Malaysia (Rp 292 miliar), sepuluh kasus penyalahgunaan dana termasuk dari Yayasan Akal Budi sebesar 20,8 juta ringgit Malaysia (Rp 83 miliar), dan delapan kasus gratifikasi sebesar 21,25 juta ringgit Malaysia (Rp 85 miliar).
Di tengah persoalan hukum yang dihadapinya saat ini, Zahid Hamidi masih sempat mengomentari bencana alam di Indonesia sebagai murka Tuhan.
Zahid Hamidi sempat mengomentari bencana alam di Indonesia sebagai murka Tuhan.
Karena pernah ditugaskan Harian Kompas untuk bergabung dengan Desk Internasional, saya beberapa kali bertemu langsung dengan Zahid Hamidi. Pertemuan terjadi di Malaysia maupun Indonesia.
Leluhur Zahid Hamidi ini berasal dari Kulon Progo, Daerah Istimewa Yogyakarta. Jangan heran bila Zahid Hamidi dapat berbahasa Jawa. Jangan heran pula bila dia cepat akrab dengan pejabat maupun wartawan dari Indonesia saat bertemu di Malaysia.
Namun, pertemuan dengan Zahid Mamidi tidak selalu mengenakkan. Ketika menjadi Menteri Pertahanan, di tahun 2011, Zahid Hamidi mengelak ketika saya menanyakan kasus penganiayaan WNI asli Dayak Krayan yang diduga dianiaya aparat militer Malaysia.
Lokasinya, diduga di lintas batas Long Bawan, Krayan - Bakelalan di Bario, Sarawak, Malaysia. Wilayah Long Bawan dan desa-desa di pedalaman Krayan, Kabupaten Nunukan, Kalimantan Utara memang terisolir di dataran tinggi Kalimantan wilayah Indonesia.
Kebetulan, saya pernah ditugaskan meliput khusus untuk wilayah Kalimantan Timur, juga di wilayah yang kini dimekarkan menjadi Kalimantan Utara. Dengan demikian, hati saya masih bersama dengan mereka. Informasi tentang Kalimantan Timur juga tidak pernah saya lewatkan.
Saya paham betapa untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari, warga Dayak tergantung pada barang-barang yang dibeli dari Malaysia. Mengapa? Karena infrastruktur menuju wilayah lain di Indonesia terbilang terbatas. Dengan demikian, interaksi warga Long Bawan lebih banyak dengan warga Sarawak.
Sebagai imbal balik, satu-satunya komoditas mereka adalah, padi ladang dengan kualitas premium.
Mantan Dubes RI untuk Malaysia, Jenderal Polisi (Purn) Da’i Bachtiar pernah mengisahkan, beras pedalaman Krayan dijual di Malaysia Barat dengan harga tinggi karena merupakan beras organik. Beras itu kemudian dikenal sebagai produk Bakelalan (Sarawak).
“Beras tersebut juga dijual ke Brunei Darussalam.” kata Da’i, saat kami bertemu di Kota Kinabalu, Sabah, beberapa tahun silam.
Sebelum bertemu Zahid Hamidi, saya mendapat informasi tentang perilaku oknum aparat Malaysia yang berjaga di perbatasan.
Informasi itu menyebutkan, oknum aparat tersebut juga tidak terlalu disukai sebagian warga Malaysia yang juga etnik Dayak. Pasalnya, mereka adalah pendatang dari semenanjung yang kemudian dianggap mendominasi kehidupan warga Sabah dan Sarawak.
Sebelumnya, Carolus Tuah, Direktur Eksekutif Pokja 30, yang aktif melakukan advokasi HAM dan antikorupsi di Samarinda, Selasa (18/10/2011), menginformasikan, banyak kasus kekerasan dan tindakan intimidasi menimpa warga Krayan.
Menghardik Kompas
Berbekal informasi itu, saya bertanya kepada Zahid Hamidi dalam pertemuan yang berlangsung di Hotel Sangrilla, Jakarta, Jumat (20/5/2011). Saya bertanya, apa reaksi pemerintah Malaysia?
Tanpa diduga, Zahid Hamidi ketika itu dengan suara tinggi balik bertanya kepada Kompas, “When the incident took place? You name when, where, and who was the officer in charge and the rank”.
Zahid Hamidi ketika itu dengan suara tinggi balik bertanya.
Tentu saja, informasi detil terkait nama, lokasi hingga pangkat tidak dapat diungkapkan begitu saja. Namun, saya tidak menduga akan mendapat pertanyaan balik dengan nada suara tinggi yang sangat tidak bersahabat.
Ketika itu, saya memilih tidak "melawan". Tentu tidak baik menyerang balik seorang Menteri Pertahanan Malaysia di depan umum. Saya hanya terdiam meski sempat bertanya di dalam hati, "kalau dia tidak paham, bukankah dia dapat saja menjawab dengan diplomatis?"
Perbatasan kini membaik
Kondisi di perbatasan kini sudah banyak berubah. Pemerintahan Joko Widodo dan Jusuf Kalla telah banyak mengubah wajah di perbatasan kita. Pos Lintas Batas Negara (PLBN) Terpadu dioptimalkan pembangunannya demi wajah perbatasan.
Di Kalimantan, PLBN dibangun di tiga lokasi yakni PLBN Aruk, PLBN Entikong, dan PLBN Nanga Badau. Tiga PLBN Terpadu itu berlokasi di Kalimantan Barat.
Meski demikian, secara khusus Panglima TNI Marsekal (TNI) Hadi Tjahjanto sejak awal tahun 2018, membantu menyediakan angkutan udara TNI dari Tarakan, untuk mendukung kebutuhan logistik warga Dayak di Kecamatan Krayan.
“Itu daerah strategis di perbatasan yang sudah seharusnya kita bangun dan jaga sebaik-baiknya sebagai halaman depan Indonesia,” kata Hadi Tjahjanto, ketika dikontak Kompas, beberapa hari lalu.
Kini, saat membaca media-media Malaysia atau Asia yang memberitakan kasus Zahid Hamidi, saya teringat saat dirinya meradang di Jakarta.