Memberondong Pulau Gundul hingga Menikmati Mi Kapal Perang
Jurnalis harian Kompas, Ambrosius Harto, berkesempatan mengikuti pelayaran perdana Kapal Republik Indonesia (KRI) Semarang-594 dari Surabaya ke Jakarta kurun 13-15 Maret 2019. Pelayaran itu merupakan kegiatan penjemputan KRI Semarang-594 oleh enam kapal perang Komando Armada 1 untuk Geladi Tugas Tempur Tingkat-III/L-3. Berikut sebagian catatan perjalanan pelayaran tersebut.
Para jurnalis masih terlelap saat terdengar pengumuman akan dimulai latihan pencarian kapal selam (SAU), Kamis (14/3/2019) subuh, di KRI Semarang-594 yang sedang dalam pelayaran di Laut Jawa menuju Markas Komando Armada 1 di Jakarta.
Di luar, perairan tentu masih gelap. Akan sulit mengamati apalagi mengabadikan latihan dalam kondisi gulita. Lagi pula, sebelumnya telah diingatkan ada latihan yang lebih menarik dilihat dan diliput. Akhirnya, kami meneruskan episode bunga tidur yang tertunda.
Selepas pukul 06.00, surya sudah meninggi dan meninggalkan semburat rona warna-warni di cakrawala. Saat yang tepat untuk menyegarkan diri dengan sejenak senam dan mandi. Selanjutnya, pergi ke ruang makan prajurit untuk sarapan dengan menu yang luar biasa enak; nasi, pecel, ikan, tempe goreng, dan peyek kacang. Energi pun terisi penuh dan bersemangat.
Latihan menembak
Mendekati pukul 07.00 sudah ada di geladak helikopter, di Deck 3 KRI Semarang-594 (SMR-594). Di depan terhampar pemandangan perairan Kepulauan Karimunjawa dengan langit dan cakrawala cerah.
Enam kapal perang yang menyertai perjalanan SMR-594 dari Surabaya membentuk formasi garis lurus di depan. Namun, meriam-meriam bahtera tempur itu mengarah ke salah satu nusa yang disebut Pulau Gundul yang tak berpenghuni.
Dum... dum .. dum.... Dentuman dan asap keluar dari KRI Silas Papare-386, memecah keheningan perairan pagi itu. Dua detik setelah terdengar letusan, di kejauhan terlihat Pulau Gundul berasap tanda penembakan berhasil mengenai sasaran. Selanjutnya, giliran KRI Kapitan Pattimura-371 yang juga memuntahkan muatan meriamnya untuk kembali mencukur Pulau Gundul.
Kalau ditembaki terus, bakal habis pulau itu. Mungkin dulu bentuknya tidak begitu.
Siksaan terhadap Pulau Gundul belum usai setidaknya sampai dua jam ke depan. Giliran KRI Usman Harun-359 yang menghujani nusa botak itu dengan peluru. Dentuman meriam kapal perang ini lebih keras daripada dua bahtera tempur sebelumnya. Setelah itu, KRI Bung Tomo-357 yang mendapat jatah mengirim peluru kematian.
”Kalau ditembaki terus, bakal habis pulau itu. Mungkin dulu bentuknya tidak begitu,” ujar penulis kepada Kepala Dinas Penerangan Komando Armada 1 Letnan Kolonel Laut (P) Agung Nugroho yang kebetulan berdiri dekat.
”Pulau Gundul memang salah satu yang dijadikan sasaran latihan tembak. Tidak berpenghuni sehingga tidak akan melukai manusia,” kata Agung. Selain itu, beberapa hari sebelum pelaksanaan latihan, Angkatan Laut telah mengirim pemberitahuan ke lembaga dan pemerintah terkait. Dengan demikian, saat hari pelaksanaan Latihan Menembak (GUNNEX), diharapkan tidak ada nelayan atau kapal barang yang beroperasi di dekat sasaran.
Diawasi
Panglima Komando Armada 1 Laksamana Muda Yudo Margono mengawasi pelaksanaan latihan dari Deck 4, tepatnya di luar anjungan. Yudo ditemani oleh Komandan Satuan Kapal Escorta Kolonel Laut (P) Mohammad Riza, yang juga merupakan Komandan Glagaspur Tingkat-III. Dengan teropong, Yudo mengawasi kapal-kapal bermanuver, berformasi, dan menembak sasaran Pulau Gundul.
”Dengan terus berlatih, insting dan kemampuan tempur prajurit sekaligus dalam mengoperasikan alutsista (alat utama sistem persenjataan) akan terjaga, bahkan meningkat,” kata Yudo.
Kemampuan harus dipelihara mengingat wilayah Armada 1 cukup luas dan mempunyai isu-isu menantang. Antara lain, mengamankan kedaulatan Indonesia di Selat Malaka dan yang terhangat ialah perairan Laut China Selatan, di mana ada ancaman klaim negara lain.
Yudo mengungkapkan, sebulan terakhir AL telah menangkap lima kapal nelayan berbendera Vietnam. AL tidak akan berhenti menangkapi kapal-kapal yang memasuki wilayah perairan Indonesia dan mengambil sumber daya alam. ”Saya siap bertanggung jawab dan meminta prajurit tidak ragu, misalnya jika harus sampai menghancurkan kapal-kapal pelanggar hukum,” ujarnya.
Setelah memberondong Pulau Gundul, satuan melaksanakan Latihan Manuver Taktis. Di sini, enam kapal perang diminta bergerak dengan cepat dan bermanuver. Tujuannya, bisa untuk mengejar musuh atau menghindari serangan. Latihan diakhiri dengan peran parade, di mana semua kapal perang menyusul di sisi kanan SMR-594 untuk saling memberi penghormatan.
Latihan lagi
Setelah itu, berlangsung Latihan Pembekalan Laut (RAS). Di sini, SMR-594 berlayar dengan diapit oleh TOM-357 dan USH-359. Di haluan setiap kapal bersiaga tim dengan senapan, tali, dan barang untuk dikirim.
Senapan yang membawa jangkar min bertali diletuskan dari TOM-357 dan USH-359. Oleh tim haluan SMR-594, tali dibentangkan lalu dipasangi alat-alat untuk memindahkan barang. Proses latihan ini berlangsung sekitar 1 jam. Setelah itu, para prajurit saling memberi hormat.
Saat RAS berlangsung, helikopter BO-105 berputar-putar di udara. Di dalamnya ada juru foto dan juru video Dinas Penerangan Komando Armada 1 yang mengabadikan proses latihan. Setelah itu, helikopter mendarat di TOM-357.
Seusai RAS, kegiatan berlanjut dengan Latihan Pendaratan Helikopter (CROSS DECK EX/AME). Helikopter diskenariokan mendarat di SMR-594 membawa prajurit (boneka) yang sakit untuk mendapat perawatan.
Adapun SMR-594 merupakan kapal perang yang untuk sementara difungsikan sebagai rumah sakit bantu. Selain itu, dalam Glagaspur Tingkat-III, bahtera tempur jenis landing platform deck (LPD) ini juga difungsikan sebagai markas komando.
Latihan Pendaratan Heli selesai menjelang surya tenggelam. Tubuh sudah letih sehingga pilihan terbaik adalah kembali ke kamar untuk beristirahat sejenak, lalu mandi dan santap malam. Kembali ke kamar, merebahkan diri atau duduk sambil mengudap kacang, menyeruput kopi, dan berbincang dengan rekan sekabin melepaskan letih dan penat.
Setelah itu, membersihkan tubuh dengan air yang segar, lalu mengisi perut dengan menu nasi, tumis kacang panjang, tahu tempe goreng, dan disempurnakan dengan pepaya potong.
Mi kapal perang
Kami diingatkan untuk tidak makan banyak sebab pukul 22.00 ada undangan untuk menikmati mi kapal. Oke, selepas makan malam, kami kembali ke kamar sambil menunggu panggilan. Ternyata, menunggu lebih dari satu jam membuat tubuh gontai diserang kantuk. Tak terasa kami tertidur dan untunglah dibangunkan oleh seorang prajurit karena ada panggilan ke ruang makan perwira.
Ada tiga rekan kami yang menolak ajakan makan malam kedua dengan alasan terlalu letih dan ingin tidur saja. Dirayu dengan ajakan menyantap mi kapal perang, mereka menggeleng, dan membenamkan kepala di bantal. Ya sudahlah, akhirnya kami berlima yang tak takut gemuk pergi ke ruang makan perwira.
Begitu membuka pintu ruang makan perwira, kami terkejut sebab suasana remang dan syahdu. Lampu lilin baterai menyala dan hiasan vas bunga plastik menambah suasana menjadi romantis. Di meja hidang ada panci besar berisi mi yang sudah ”nyemek” dengan kuah kental, bertelur, bersawi hijau, dan cabai rawit iris. Penampilan makanan yang biasa tetapi begitu menggoda dan kami menyerah. Penulis menghabiskan dua mangkuk makanan itu.
Mi kapal perang hanya mi instan direbus dengan telur, sayur, dan irisan cabai. Namun, bagi sebagian orang Indonesia, menyantap mi instan merupakan sesuatu yang sulit ditolak, entah kenapa. Begitu pula bagi para prajurit yang tugas malam di kapal perang. ”Sudah tahu mi begini bikin gendut, tetapi kalau ada yang masak, susah dilawan godaannya,” kata Agung yang sebelum berdinas di kehumasan merupakan Komandan KRI Clurit-641.
Masa bodoh dengan ancaman gendut, makanan itu sudah telanjur amblas masuk perut. Rasa sungkan saja yang membuat diri menahan untuk tidak menambah ketiga kalinya. Setelah makan larut malam itu, kami menghibur diri dengan berkaraoke sampai menjelang tengah malam. Kemudian, kembali ke kamar dan menyerahkan diri dibekap mimpi.