Lewat Aplikasi Kencan, Melacak Turis Asing yang Bekerja Ilegal di Bali
Turis atau warga negara asing yang bekerja secara ilegal di Bali bukan sekadar berita viral isapan jempol. Dengan memanfaatkan media sosial dan aplikasi kencan, Tim Liputan Investigasi ”Kompas” melacaknya.
Viralnya kasus turis asing yang berulah di Bali pada awal 2023 membuat sebagian besar warga negara asing ”tiarap”, terutama mereka yang bekerja atau memiliki bisnis tanpa dokumen persyaratan.
Meski demikian, diam-diam masih ada juga praktik bisnis ilegal yang masih berjalan, tetapi dijalankan lebih hati-hati. Karenanya, tim investigasiKompas butuh segudang siasat untuk membuktikan bahwa praktik terlarang itu masih merajalela.
Lika-liku penelusuran dimulai dengan mengamati keluhan warga lokal terhadap adanya persaingan tidak sehat dengan warga negara asing (WNA) yang bekerja secara ilegal. Warga lokal ini ada yang bekerja sebagai fotografer, ada pula yang membuka jasa penyewaan sepeda motor.
Tim Kompas kemudian menyusun strategi dan menelusuri beberapa grup Facebook untuk mencari fotografer dan model asing yang menawarkan jasanya. Cukup sulit untuk mencarinya karena mereka meningkatkan kehati-hatian dalam menerima pekerjaan.
Kami lalu membuat unggahan di grup Facebook dengan menyamar sebagai klien yang ingin menyewa jasa fotografer. Salah satu fotografer asal Perancis bernama Gabriel (38) menyambar umpan yang kami unggah.
Baca juga : WNA Leluasa Bekerja secara Ilegal di Bali
Gabriel kemudian menghubungi lewat Facebook Messenger. Kami lantas bertemu di salah satu kafe daerah Badung untuk negosiasi harga. Disepakati, satu sesi pemotretan berbiaya sekitar Rp 3 juta.
”Saya perlu menyewa perlengkapan, seperti kamera, karena milik saya rusak. Jadi sudah pas dengan harga segitu,” katanya.
Akhirnya sesi pemotretan dilakukan di sebuah villa pribadi yang sudah kami sewa di kawasan Kuta, Bali. Gabriel dengan lihai memotret seorang anggota tim kami yang berpura-pura sebagai klien. Ia mengarahkan gaya yang dibutuhkan agar hasil fotonya tampak bagus.
Sebelum transaksi pembayaran, kami minta diperlihatkan dokumen Kartu Izin Tinggal Terbatas (KITAS) miliknya. Alasannya, untuk keperluan administrasi. Terungkap, ternyata Gabriel hanya memiliki KITAS investor yang tidak bisa digunakan untuk bekerja.
Setelah itu, kami mencoba mencari WNA yang bekerja ilegal sebagai model. Caranya hampir sama, dengan mengontak beberapa WNA yang menawarkan diri sebagai model melalui Facebook Messenger.
Saya hanya memiliki visa B211A, apakah tidak masalah jika saya bekerja dengan visa ini? (Monica, warga negara Irlandia)
Salah seorangnya kemudian menyambut tawaran kami, yakni Monica (23), WNA asal Irlandia. Kami lalu sepakat bertemu di salah satu kafe di daerah Canggu. Ketika kami tanyakan dokumen visanya, ia agak ragu karena hanya memiliki visa kunjungan B211A.
”Saya hanya memiliki visa B211A, apakah tidak masalah jika saya bekerja dengan visa ini? Saya khawatir nantinya akan terjadi sesuatu jika saya memberikan visa ini,” katanya.
Kami pun mencoba meyakinkan Monica kalau visa ini diperlukan untuk kebutuhan administrasi. Akhirnya ia percaya dan mau menyerahkan dokumen tersebut.
”Saya mau bekerja sebagai model karena butuh uang. Saya menghabiskan banyak uang ketika berlibur di Bali kali ini,” katanya.
Penyewaan sepeda motor
Selain turis asing yang bekerja secara ilegal, usaha ilegal yang dijalankan WNA juga dikeluhkan para pengusaha lokal, seperti bisnis penyewaan sepeda motor. Kami pun mencari tahu lebih jauh tentang jasa penyewaan sepeda motor milik WNA dengan menelusuri informasinya lewat aplikasi Telegram.
Di aplikasi itu terdapat sejumlah WN asal Rusia yang menawarkan jasa penyewaan sepeda motor. Rata-rata mereka bertugas sebagai admin.
Salah satu dari kami kemudian berpura-pura ingin menyewa sepeda motor dengan menghubungi admin salah satu bisnis penyewaan sepeda motor. Kami mengaku WN asal Malaysia dan menggunakan bahasa Inggris.
Admin penyewaan sepeda motor itu mengaku sedang tidak ada sepeda motor yang bisa kami sewa. ”Maaf, tidak tersedia,” ujar admin tersebut dalam bahasa Inggris.
Baca juga : Minim, Tindak Lanjut Aduan WNA Pelanggar Aturan
Namun, respons berbeda kami peroleh saat bertanya dalam bahasa Rusia. Admin itu langsung menawarkan beberapa unit kendaraan roda dua yang bisa disewa.
Akan tetapi, ia juga menginformasikan bahwa sepeda motor sewaan tidak bisa diambil sendiri, tetapi akan diantarkan langsung kepada konsumen karena mereka tidak memiliki kantor.
Seorang WN Rusia bernama MP kemudian melayani kami yang berniat menyewa satu unit sepeda motor. Saat mengantarkan sepeda motor tersebut, ia berkata, ”Ini sepeda motornya baru sebulan. Kami juga punya Ducati dan Harley Davidson.”
Dari dokumen STNK tertera bahwa sepeda motor yang kami sewa atas nama PT FBI. Kami pun melacak dokumen keimigrasian MP dan mendapati bahwa yang bersangkutan hanya mengantongi visa on arrival (VoA) untuk kunjungan turis.
Padahal, pemegang visa jenis ini dilarang melakukan aktivitas ekonomi dalam bentuk apa pun di Indonesia. Sementara dalam lampiran Keputusan Menteri Ketenagakerjaan Nomor 228 Tahun 2019 tentang Jabatan tertentu yang Dapat Diduduki oleh Tenaga Kerja Asing juga tidak terdapat profesi sebagai staf perusahaan rental sepeda motor.
Dari hasil penelusuran tim Kompas, bisnis penyewaan sepeda motor yang berlokasi di Uluwatu, Kabupaten Badung, tersebut dimiliki dua warga negara Rusia dengan investasi Rp 10,01 miliar. Usaha penyewaan sepeda motor PT FBI itu memiliki kantor virtual di Jalan Sunset Road, Badung.
Data pada Direktorat Jenderal Administrasi Hukum Umum Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia mencantumkan, PT FBI tercatat secara legal sebagai jenis perseroan penanaman modal asing yang bergerak di sejumlah bidang, yakni perdagangan besar mesin, perdagangan berbagai macam barang, real estat, periklanan, penyewaan mobil, bus, truk, dan sejenisnya, serta penyewaan alat transportasi darat, bukan kendaraan bermotor roda empat atau lebih.
Selain MP, salah satu WN Rusia yang tercatat sebagai pemegang saham juga hanya memiliki visa on arrival atau visa kunjungan turis, dan tidak memiliki KITAS Investasi. Namun, Deputi Pengembangan Iklim Penanaman Modal Kementerian Investasi/Badan Koordinasi Penanaman Modal Yuliot mengatakan, WNA yang memiliki investasi PMA lebih dari Rp 10 miliar diperbolehkan menggunakan visa kunjungan. ”Mereka bisa bikin PT dengan visa kunjungan, tetapi dengan minimal modal Rp 10 miliar,” kata Yuliot.
Tidaklah. Kalau kita (kan) tahu aturan. Saya juga punya perusahaan tidak cuma di Bali kok,” kata Geminiantoro, Direktur PT FBI.
Ketika dikonfirmasi, Direktur PT FBI Geminiantoro Raharjo menyangkal jika WN Rusia yang mengantarkan sepeda motor untuk konsumen itu adalah pegawainya. ”Tidaklah. Kalau kita (kan) tahu aturan. Saya juga punya perusahaan tidak cuma di Bali kok,” kata Geminiantoro.
Menurut Geminiantoro, saham PT FBI yang dimiliki dua WN Rusia itu sifatnya penitipan. ”Gini lho yang tercatat namanya, kan, boleh. Tapi, kan, saya orang lokal,” katanya.
Begitu kami konfirmasi bahwa dia tidak memiliki saham di PT FBI, Geminiantoro menjawab, ”Kamu dapat dari mana? Nanti tinggal klarifikasi saja, ya.”
Kepala Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Provinsi Bali Anggiat Napitupulu menyebutkan, WNA tidak bisa bekerja di wilayah Indonesia menggunakan KITAS investasi dan visa kunjungan.
Pemegang KITAS investasi hanya bisa menanamkan modal pada bisnis tertentu, bukan menjalankan pekerjaan dan menerima upah, sedangkan visa kunjungan semestinya dipakai untuk berwisata bukan bekerja.
Terkait orang asing yang bertugas mengantar dan mengambil sepeda motor pada bisnis penyewaan kendaraan, Anggiat meyakini orang tersebut bekerja secara ilegal. Sebab, jenis pekerjaan semacam itu tidak bisa diisi tenaga kerja asing.
Kenal lewat aplikasi kencan
Selain menggunakan media sosial, seperti Facebook dan Instagram, untuk penelusuran, salah satu anggota tim kami juga memanfaatkan aplikasi kencan, yaitu Tinder, untuk mencari WNA yang tinggal dan bekerja di Bali. Dengan beragam upaya, akhirnya ada satu yang cocok, yaitu WNA asal Amerika Serikat bernama Natalie (48).
Perjumpaan dengan Natalie dilakukan di salah satu kafe daerah Ubud. Rasa canggung pun tak terhindarkan karena baru kali ini kopi darat dengan WNA melalui aplikasi kencan.
Akhirnya, Natalie mencoba mencairkan obrolan dengan menceritakan kisahnya yang sudah sembilan tahun hidup di Bali. Ia mengaku pernah bekerja sebagai penjaga hewan peliharaan hanya dengan bermodalkan visa liburan dan sosial budaya.
”Hal ini saya lakukan supaya bisa mendapat uang dan tempat tinggal gratis. Bahkan dagu saya pernah digigit anjing sehingga dilarikan ke rumah sakit,” katanya mengenang masa-masa itu.
Natalie juga pernah bekerja sebagai pemandu wisata dengan mengandalkan relasi yang ia punya. Ia banyak mendapat klien dari luar negeri.
”Sayangnya, ketika pandemi Covid-19, usaha saya jadi berantakan sehingga saya memutuskan pindah ke Thailand selama dua tahun. Setelah itu, saya memutuskan kembali lagi ke Bali,” ucap Natalie.
Natalie mengatakan, ia baru sekitar tiga minggu kembali ke Bali untuk merintis usaha yang pernah ia tekuni. Oleh sebab itu, ia perlu menghemat pengeluaran demi mengumpulkan modal usaha.
”Saya tinggal di salah satu penginapan dengan tarif Rp 200.000 semalam, namun harganya saya tawar menjadi Rp 150.000 semalam untuk menghemat pengeluaran,” ujarnya.
Baca juga : Turis Asing yang Mengais Hidup di Bali
Natalie pun menuturkan bahwa ia tidak mau kembali ke negara asalnya. Baginya, Bali sudah menjadi rumah keduanya.
”Saya merasa Bali ini ibarat surga dan neraka. Saya bisa berlibur di sini, meskipun ada juga beberapa kisah pahit yang saya rasakan di Bali,” katanya.
Demikianlah, penelusuran mengenai maraknya WNA yang berulah di Bali dengan bekerja dan berbisnis secara ilegal ini membuat kami harus mencari beragam siasat karena minimnya petunjuk dari warga lokal.
Selain memanfaatkan media sosial dan aplikasi kencan, kami juga menginap di hunian komersial yang disebut-sebut sebagai kantong warga negara tertentu saat berembus isu soal Kampung Rusia di Ubud. Langkah itu kami tempuh demi menguji asumsi yang beredar dengan cara memverifikasinya lewat mata kepala sendiri.
Hasilnya, kami berhasil mengantongi bukti bahwa tidak sedikit WNA yang bekerja secara ilegal di Bali.