Sendratari mengenai legenda asal muasal Banyuwangi bertajuk "Sri Tanjung" sukses memukau Presiden Joko Widodo pada jamuan makan siang di sela-sela kunjungan kenegaraan di Korea Selatan pada 10 September 2018. Bukan hanya karna faktor indahnya semata terapi juga pagelaran yang memadukan gamelan, tari, dan dialog dalam satu cerita utuh itu ternyata digagas dan ditampilkan oleh para TKI atau yang kerap disebut Pekerja Migran Indonesia (PMI).
Tanpa rasa canggung para pahlawan devisa itu terlihat piawai menari jawa yang terkenal sulit dan bermain gamelan dengan lincahnya. Sendratari yang mengusung legenda yang mendasari penamaan Blambangan menjadi Banyuwangi itu dibawakan secara apik oleh 30 WNI yang sebagian besar merupakan PMI yang tergabung dalam berbagai kelompok masyarakat lintas paguyuban di Korsel.
Tepuk tangan dan decak kagum kerap terungkap dari mimik Jokowi yang menikmati pertunjukan. “Kami sengaja mempersembahkan sendratari ini untuk Bapak Presiden Jokowi. Sejak saya mendengar Bapak Presiden akan ke Korsel, saya dan teman-teman sesama TKI berpikir apa yang bisa kami persembahkan. Setelah berdiskusi dengan teman teman, kami memutuskan membuat sendratari Sri Tanjung ini," kata Dimas, PMI yang menjadi sutradara sendratari itu, dalam siaran pers dari Kedutaan Besar RI untuk Korsel.
Sendratari Sri Tanjung dipersiapkan selama empat bulan dengan latihan hanya sekali seminggu. tepatnya di hari Sabtu malam sepulang kerja. Latihan pun hanya bisa dilakukan di KBRI Seoul yang berjarak sekitar satu jam perjalanan dari Kota Ansan, tempat sebagian besar mereka tinggal. Hal ini karena gamelan dan tempat latihan hanya tersedia di KBRI.
Seringkali latihan juga baru bisa dilakukan di atas jam 9 malam, setelah semua peserta berkumpul dan hilang letih usai bekerja di pabrik. Tak jarang mereka harus latihan hingga larut atau bahkan dini hari pukul 2 atau 3 subuh. “Yang paling memakan waktu adalah penggarapan gamelannya. Sebelum komposisi musiknya benar-benar matang, tidak bisa dibuat koreografi tarinya,” kata Sugiarto, pengajar gamelan KBRI Seoul.
Duta Besar RI Seoul Umar Hadi mengungkapkan rasa bangga terhadap karya WNI di Korsel. “Ini bukti dimanapun masyarakat Indonesia berada, mereka akan tetap menjunjung tinggi budayanya,” ungkapnya. Selain menjadi wadah para PMI di Korsel untuk berkreasi, kegiatan budaya ini merupakan salah satu realisasi dari special strategic partnership antara Indonesia dan Korsel terutama dalam hal promosi dan pertukaran budaya.
Kisah Sri Tanjung menggambarkan kesetiaan seorang istri kepada Sido Pakso, suaminya, dan kesetiaan Sido Pakso kepada negaranya. Namun, karena hasutan dan perintah Prabu Sulakrama, raja Sindurejo, Sida Pakso menjadi hilang kesadaran dan buta terhadap realitas kehidupan. Pesan yang ingin diangkat dari cerita ini adalah perjuangan dan kesetiaan.
Dari sekitar 38.000 masyarakat Indonesia di Korsel, terdapat 31 paguyuban kedaerahan. Selain itu, para PMI juga membentuk berbagai komunitas seni dan budaya seperti kelompok musik hadrah, pencak silat, reog, jaranan (kuda lumping), campur sari, band rock, band dangdut, kelompok tari, dan lain-lain. Bersama KBRI Seoul, berbagai kelompok seni dan budaya tersebut aktif melakukan pertunjukan untuk mempromosikan seni, budaya, dan pariwisata Indonesia di Korsel serta untuk menumbuhkan pemahaman kepada masyarakat setempat mengenai keragaman dan keunikan budaya Indonesia. (*/LUK)