logo Kompas.id
Pendidikan & KebudayaanPerlu Intervensi Kebudayaan
Iklan

Perlu Intervensi Kebudayaan

Oleh
· 3 menit baca

JAKARTA, KOMPAS — Indeks pembangunan jender Indonesia masih rendah, yaitu di posisi ke-142 dari 209 negara. Untuk meningkatkannya tidak hanya dengan intervensi formal seperti di bidang pendidikan, tetapi harus ada pula intervensi kebudayaan.Intervensi kebudayaan ini untuk mengubah pola pikir masyarakat mengenai keluarga bukan semata-mata kewajiban perempuan sehingga perempuan memiliki kesempatan mengaktualisasikan diri. "Dari segi akar rumput banyak gerakan yang memperjuangkan kapasitas perempuan sebagai kepala keluarga agar mereka bisa memiliki akses yang setara dengan laki-laki dalam modal dan pekerjaan," kata Komisioner Komisi Nasional Antikekerasan terhadap Perempuan Yuniyanti Chuzaifah di Jakarta, Kamis (20/4).Namun, hukum Indonesia melalui Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan mengatakan, laki-laki sebagai kepala keluarga dan perempuan sebagai ibu rumah tangga. Selain menjadi penghalang perempuan untuk berkarier, hal ini juga membuat perempuan yang bekerja tidak menerima gaji yang sama dengan laki-laki meskipun jabatannya sama. Pasalnya, perempuan tidak diberi tunjangan keluarga meski ada banyak perempuan yang menjadi kepala keluarga karena suami meninggal ataupun bercerai.Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Anak (PPPA) Yohana Yembise juga menilai, kesenjangan laki-laki dan perempuan di Indonesia masih tinggi karena dipengaruhi budaya patriarki, yang lebih memberi kesempatan kepada laki-laki ketimbang perempuan. Di sisi lain, perempuan dipengaruhi budaya menerima kondisi itu. Bahkan lebih parah lagi, sejumlah perempuan yang meskipun berpendidikan tinggi dan mengantongi keterampilan dan pengalaman dalam berbagai bidang, sering mengalah dan menjalankan peran di wilayah domestik. Pola pikir masyarakat yang masih dipengaruhi budaya patriarki ini, menurut Yohana, harus diubah. "Ini memang membutuhkan proses," katanya kepada Kompas, Selasa, di Bukittinggi, Sumatera Barat.KesempatanDi bidang pendidikan, kata Yuniyanti, perempuan yang berhasil menyelesaikan pendidikan hingga ke jenjang universitas banyak yang tidak memiliki kesempatan menggunakan ilmunya. Ini karena masyarakat masih membebankan kewajiban mengurus keluarga kepada perempuan. Misalnya, seorang perempuan ditawarkan beasiswa melanjutkan kuliah ke luar negeri. Pertimbangan yang dilakukan jauh lebih banyak daripada laki-laki. "Umumnya berkisar pengasuhan keluarga," katanya.Hal serupa diungkapkan Tiurma Veronica Siregar dari Entitas PBB untuk Kesetaraan Jender dan Pemberdayaan Perempuan. Ia mencontohkan, jumlah guru perempuan lebih banyak daripada laki-laki. Misalnya 56,2 persen guru SMA adalah perempuan. Demikian juga pegawai perempuan di kantor swasta ataupun pemerintah. "Akan tetapi, jumlah perempuan yang menjadi pemimpin seperti kepala sekolah, pengawas, serta eselon 1 dan eselon 2 jarang," ujarnya.Kenaikan pangkat berarti penambahan waktu dicurahkan untuk bekerja. Perempuan yang sudah menikah banyak terpaksa memilih mengorbankan karier agar stagnan demi tetap bisa mengurus keluarga.Veronica mengatakan, hanya segelintir perempuan yang bisa mencapai posisi puncak. Umumnya mereka berasal dari keluarga menengah atas dan berpendidikan yang tidak memusingkan masalah tanggung jawab perempuan ataupun laki-laki. "Pengasuhan keluarga dilakukan bersama- sama," katanya.Karena itu, harus ada kampanye untuk menyadarkan masyarakat bahwa keluarga bukan beban eksklusif perempuan. Pengasuhan keluarga wajib dilakukan oleh perempuan dan laki-laki. Perempuan dan laki-laki memiliki kesempatan sama dalam mengaktualisasi diri.Mengenai kesetaraan jender, mantan Menteri PPPA Mutia Hatta mengatakan, perempuan harus berani bicara ketika mengalami ketidakadilan. Perempuan tak boleh lagi diam saat diperlakukan tidak adil, baik di dunia kerja maupun dalam politik dan bidang lainnya. Perempuan juga harus menangkap peluang dan kesempatan luas untuk meningkatkan pendidikan. Dengan memiliki pendidikan yang berkualitas, perempuan akan mampu berkompetisi dengan laki-laki.Namun, hal tersebut juga harus diimbangi dengan kesiapan mental kaum laki-laki untuk menerima peran perempuan dalam berbagai bidang, terutama dalam kepemimpinan. (dne/son)

Editor:
Bagikan
Logo Kompas
Logo iosLogo android
Kantor Redaksi
Menara Kompas Lantai 5, Jalan Palmerah Selatan 21, Jakarta Pusat, DKI Jakarta, Indonesia, 10270.
+6221 5347 710
+6221 5347 720
+6221 5347 730
+6221 530 2200
Kantor Iklan
Menara Kompas Lantai 2, Jalan Palmerah Selatan 21, Jakarta Pusat, DKI Jakarta, Indonesia, 10270.
+6221 8062 6699
Layanan Pelanggan
Kompas Kring
+6221 2567 6000