logo Kompas.id
Pendidikan & KebudayaanPenjurusan di SMA Perlu Dikaji...
Iklan

Penjurusan di SMA Perlu Dikaji Ulang

Oleh
· 3 menit baca

JAKARTA, KOMPAS — Penjurusan atau peminatan siswa SMA ke dalam kelompok Ilmu Pengetahuan Alam dan Ilmu Pengetahuan Sosial sudah saatnya dikaji ulang. Pemilahan IPA dan IPS memunculkan kastanisasi bidang ilmu sehingga kerap membentuk pola pikir terkotak-kotak. "Penjurusan di SMA dalam IPA dan IPS mulai sejak zaman Belanda. Nama dan kategorinya berubah dari masa ke masa. Meski istilah penjurusan kini dilabeli peminatan, praktiknya nyaris sama. Padahal, dunia kerja saat ini mengalami perubahan besar di abad ke-21 ini," ujar Ina Liem, infopreneur seputar jurusan kuliah di perguruan tinggi yang menginisiasi jurusanku.com, di Jakarta, Rabu (24/5).Menurut Ina, pelajar harus menyiapkan diri untuk berbagai profesi yang saat ini bahkan belum ada namanya. "Ada stigma bahwa anak IPA lebih pintar dari anak IPS. Anak yang dinilai pintar, diarahkan masuk IPA. Beberapa siswa bahkan dipersulit masuk IPS karena nilainya cukup untuk masuk IPA," kata Ina. Gugatan soal peminatan di SMA yang memisahkan secara tegas siswa sejak kelas X dalam kelompok IPA dan IPS (termasuk Bahasa), juga mengemuka dalam diskusi Jurusanku Education Conference 2017, Selasa lalu. Diskusi itu dihadiri beberapa rektor, perwakilan universitas, kepala sekolah, praktisi industri, orangtua murid, pelajar, dan mahasiswa. Pengamat dan praktisi pendidikan Doni Koesoema menilai di kalangan siswa sendiri muncul stigma terhadap jurusan IPS. Hal ini diperkuat dalam kebijakan penerimaan mahasiswa perguruan tinggi negeri lewat jalur SNMPTN (jalur prestasi), yang diduga memicu kecurangan di sekolah.Ada persepsi bahwa siswa IPA mempunyai lebih banyak pilihan bidang studi di perguruan tinggi. Akibatnya, banyak orangtua yang memaksa anak mereka memilih IPA. PTN sampai saat ini masih ketat soal syarat IPA-IPS ini. Rektor Universitas Trilogi, Jakarta, Asep Saefuddin mengatakan, perguruan tinggi perlu memikirkan kembali syarat penerimaan mahasiswa baru. Dari hasil riset berbasis multiple intelligences (kecerdasan majemuk), pengelompokan IPA dan IPS menyesatkan. "Anak tidak bisa begitu saja dikelompokkan ke dalam IPA atau IPS. Sebab, profil seseorang tidak sesederhana itu," kata Asep.Tren perguruan tinggi Di Indonesia, mulai muncul sejumlah PT yang tidak menerima siswa berdasarkan IPA atau IPS. Salah satunya Sampoerna University yang lebih mengutamakan kompetensi dasar, antara lain meliputi kreativitas, berpikir kritis, dan kolaborasi. Di Swiss German University, beberapa lulusan SMA jurusan IPS diterima di jurusan mekatronika yang sarat dengan sains. "Yang penting mahasiswa paham kunci sukses di bidang yang dipilihnya. Mereka harus mau bekerja keras dan tidak menyerah," kata Rektor Swiss German University Filiana Santoso.Regional Coordinator University of Technology Sydney (UTS) Insearch Stefani Sugiarto mengatakan, hanya di program studi teknik, calon mahasiswa baru diminta menunjukkan nilai basic physics atau chemistry. Jurusan Dermal Therapies (perawatan kecantikan) yang masuk fakultas sains di Victoria University, Melbourne, juga menerima mahasiswa berlatar IPS. Begitu juga di Deakin University di Melbourne, yang mengasuh Digital Communication.Adi Pratama, mahasiswa kedokteran di Unika Atmajaya, Jakarta, mengatakan, siswa IPS bisa masuk kedokteran. "Di kedokteran pun ada topik-topik ranah IPS, seperti etika, aspek sosial, dan hukum dalam kesehatan dan praktik kedokteran. Pendekatan interdisipliner perlu dikembangkan sejak SMA," katanya.Imanda Susilo yang berkarier di industri migas mengatakan, pemisahan IPA dan IPS sering menghasilkan pola pikir terkotak-kotak. Contohnya, engineer sering tidak sadar pentingnya pendekatan sosial. Padahal justru kajian ilmu sosial-lah yang membantu kelancaran tugas teknisi di lapangan," ujarnya. (ELN/*)

Editor:
Bagikan
Logo Kompas
Logo iosLogo android
Kantor Redaksi
Menara Kompas Lantai 5, Jalan Palmerah Selatan 21, Jakarta Pusat, DKI Jakarta, Indonesia, 10270.
+6221 5347 710
+6221 5347 720
+6221 5347 730
+6221 530 2200
Kantor Iklan
Menara Kompas Lantai 2, Jalan Palmerah Selatan 21, Jakarta Pusat, DKI Jakarta, Indonesia, 10270.
+6221 8062 6699
Layanan Pelanggan
Kompas Kring
+6221 2567 6000