logo Kompas.id
Pendidikan & KebudayaanDahulukan Kepentingan Publik
Iklan

Dahulukan Kepentingan Publik

Oleh
· 3 menit baca

JAKARTA, kompasKoalisi Nasional Reformasi Penyiaran telah menyusun naskah rancangan Revisi Undang-Undang Penyiaran yang berpihak kepada publik sebagai pemilik frekuensi siaran. Hal ini untuk memastikan agar lembaga penyiaran menjadi ruang yang adil bagi setiap kelompok masyarakat. Draf awal RUU Penyiaran yang diperoleh beberapa akademisi dan pegiat masyarakat mulai Februari 2016 hingga Februari 2017 menunjukkan sejumlah hal yang mencemaskan. Beberapa pasal dinilai mengabaikan kepentingan publik dan justru lebih mendukung kepentingan industri serta partai politik.Pegiat KNRP sekaligus Direktur Remotivi Muhamad Heychael mengatakan, payung besar dari draf usulan RUU Penyiaran KNRP adalah demokratisasi, di mana lembaga penyiaran harus menjadi ruang yang adil bagi setiap kelompok masyarakat. Demokratisasi ini dijabarkan dalam beberapa turunan, antara lain kepemilikan media yang beragam agar lembaga penyiaran menjadi ruang bersama, konten yang beragam agar media bisa mewadahi aspirasi publik, dan memastikan agar media melindungi kelompok-kelompok rentan. "Semangat besarnya lebih ke sana. Untuk itu, aturan mainnya harus ditegakkan," ujar Heychael, Jumat (26/5), di Jakarta.Salah satu fenomena yang mencemaskan saat ini adalah munculnya media-media partisan, terutama televisi, yang akhirnya menciptakan lingkungan yang tidak sehat untuk kompetisi politik. Menyikapi hal ini, DPR dalam draf RUU Penyiaran-nya justru memberi ruang kepada parpol untuk bisa membuat televisi parpol seperti diatur dalam Pasal 105 draf RUU Penyiaran DPR tanggal 6 Februari 2017. "Solusi ini naif. DPR justru mempersenjatai semuanya dan yang jelas ini tidak akan menyelesaikan masalah," katanya.Soal digitalisasi, KNRP menilai digitalisasi menjadi momentum bagi pembenahan masalah yang selama ini membelit, yaitu tentang persoalan kepemilikan stasiun televisi. Sayang sekali, konsep ini tidak dilihat DPR dan hanya dianggap semata-mata sebagai persoalan alih teknologi. "Kita tidak ingin perubahan teknologi hanya mematikan televisi, tetapi mengatur agar bisa menyediakan stasiun jaringan dan memberi porsi kepada televisi-televisi komunitas. Namun, dalam draf mereka, DPR justru banyak mengakomodasi kepentingan-kepentingan private saja," kata Heychael.Dalam rangka mengakomodasi kepentingan publik, KNRP memperjuangkan agar dalam penyelenggaraan penyiaran, warga negara berhak mendapatkan kesempatan yang adil dan setara untuk bekerja di bidang penyiaran, yang mencakup unsur etnis, agama, ras, suku, jender, dan kelompok berkebutuhan khusus (disabilitas) seperti diatur Pasal 6 draf RUU Penyiaran versi KNRP. Selain itu, kelompok berkebutuhan khusus juga berhak memperoleh pelayanan khusus sesuai kebutuhannya. Perkuat kontenKNRP juga berharap stasiun-stasiun televisi fokus bersaing di ranah konten untuk memproduksi program-program acara berkualitas. Karena itu, KNRP mengusulkan agar penyelenggaraan infrastruktur penyiaran dipegang oleh negara melalui Lembaga Penyelenggara Penyiaran Multipleksing (LPPM) yang dimiliki oleh satu atau lebih badan usaha milik negara serta Lembaga Penyiaran Publik. Apabila infrastruktur dikuasai negara, maka harapannya stasiun televisi bisa fokus ke konten dan menjamin agar suara politik tidak terkonsentrasi. Sebaliknya, jika setiap stasiun televisi memegang multiplekser (komponen penyalur data), yang muncul justru "bisnis" infrastruktur dan konten. Terkait hal ini, Asosiasi Televisi Swasta Indonesia (ATVSI) mengharapkan agar stasiun-stasiun televisi swasta diberi kesempatan menjadi penyelenggara multiplekser, selain negara. "Penyiaran digital yang diselenggarakan oleh beberapa penyelenggara penyiaran multipleksing memerlukan penerapan sistem hybrid yang merupakan bentuk nyata demokratisasi penyiaran dan juga antitesa dari monopoli (single multiplekser)," kata Ketua Umum ATVSI Ishadi SK. Mantan Komisioner Komisi Penyiaran Indonesia Pusat, Nina Mutmainah Armando, mengatakan, jargon-jargon demokratisasi di ranah penyiaran sering kali melenceng dari tujuan sebenarnya. Apabila penyelenggaraan infrastruktur penyiaran dipegang negara, bonus digital bisa dinikmati masyarakat. Namun jika diserahkan ke swasta, publik tak bisa menikmatinya. (ABK)

Editor:
Bagikan
Logo Kompas
Logo iosLogo android
Kantor Redaksi
Menara Kompas Lantai 5, Jalan Palmerah Selatan 21, Jakarta Pusat, DKI Jakarta, Indonesia, 10270.
+6221 5347 710
+6221 5347 720
+6221 5347 730
+6221 530 2200
Kantor Iklan
Menara Kompas Lantai 2, Jalan Palmerah Selatan 21, Jakarta Pusat, DKI Jakarta, Indonesia, 10270.
+6221 8062 6699
Layanan Pelanggan
Kompas Kring
+6221 2567 6000