logo Kompas.id
Pendidikan & KebudayaanKlaim Tanpa Data Tak Bisa...
Iklan

Klaim Tanpa Data Tak Bisa Disebut Tafsir

Oleh
· 2 menit baca

JAKARTA, KOMPAS — Klaim bahwa Majapahit merupakan kerajaan Islam mengemuka di jejaring media sosial akhir-akhir ini. Di mata kalangan sejarawan dan arkeolog, klaim tersebut tidak didasari bukti-bukti kuat sehingga tidak bisa disebut sebagai sebuah tafsir baru.Riuh rendah perbincangan tentang Majapahit sebagai kerajaan Islam, Mahapatih Gajah Mada beragama Islam, hingga Raden Wijaya sebagai seorang Muslim tiba-tiba mengemuka di media sosial belakangan ini. "Seiring perkembangan media sosial, banyak orang menyampaikan pernyataan yang melompat (langsung) ke kesimpulan dan (kemudian) baru mencari bukti-bukti yang mendukungnya," kata Ketua Masyarakat Sejarawan Indonesia Hilmar Farid, Kamis (22/6), dalam Diskusi Terpumpun (terpusat) dengan tema "Sejarah Kerajaan Majapahit", di Jakarta.Munculnya klaim-klaim baru tentang Majapahit, Gajah Mada, dan sebagainya, menurut Hilmar, tetap harus diperkuat dengan bukti-bukti yang mendasarinya. Apabila penyampai klaim mempunyai bukti-bukti, tafsirnya bisa dipertimbangkan. Sebaliknya, jika klaim yang disampaikan tanpa bukti, hal itu tidak bisa disebut sebagai sebuah tafsir baru.Bukan kerajaan IslamArkeolog Prof Hasan Djafar memaparkan, sejak Majapahit berdiri, agama Islam memang sudah berkembang, seperti tampak pada penemuan prasasti batu nisan berangka tahun 1203-1533 di kuburan Troloyo yang lokasinya tidak jauh dari Kedaton, ibu kota Majapahit. Juga pada masa awal Majapahit di Kerajaan Kediri telah muncul masyarakat Islam di Gresik tahun 1082. Meski demikian, sampai sekarang tidak ada bukti-bukti bahwa Islam diterapkan di Majapahit."Kerajaan Majapahit sangat jelas bercorak Hindu-Buddha. Kita tidak melihat satu pun benih-benih atau unsur-unsur Islam di Kerajaan Majapahit," paparnya.Memang sempat ditemukan koin perunggu bertuliskan huruf Arab dengan bunyi La ilaha illahu yang diperkirakan berasal dari zaman Majapahit. Namun, pada masa itu memang beredar pula koin-koin lain, seperti koin China. Aneka macam jenis koin digunakan pada masa itu."Lambang Surya Majapahit di nisan-nisan yang berbentuk sinar matahari dengan sudut berujung delapan sering dikait-kaitkan dengan Islam. Namun, lambang ini sebetulnya merupakan penggambaran arah mata angin di mana di setiap arahnya terdapat dewa-dewa penguasa. Jelas sekali tidak ada unsur-unsur yang menguatkan bahwa Majapahit adalah kerajaan Islam," katanya.Dosen Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, Prof Agus Aris Munandar, menjelaskan, tidak ada sama sekali nama bernuansa Arab di gelar-gelar raja/ratu Majapahit. Dilihat dari nama-namanya, jelas bahwa mereka beragama Hindu dan Buddha. "Sejatinya, tafsir tidak sepotong-potong, tetapi utuh dengan memperhatikan konteks dan universalitas data," ujarnya.Ketua Ikatan Ahli Arkeologi Indonesia Junus Satrio Atmodjo melihat ada loncatan-loncatan (logika) ketika asumsi-asumsi tentang Majapahit sebagai kerajaan Islam dijadikan hipotesis, lalu ditumpangi lagi dengan hipotesis lain. (ABK)

Editor:
Bagikan
Logo Kompas
Logo iosLogo android
Kantor Redaksi
Menara Kompas Lantai 5, Jalan Palmerah Selatan 21, Jakarta Pusat, DKI Jakarta, Indonesia, 10270.
+6221 5347 710
+6221 5347 720
+6221 5347 730
+6221 530 2200
Kantor Iklan
Menara Kompas Lantai 2, Jalan Palmerah Selatan 21, Jakarta Pusat, DKI Jakarta, Indonesia, 10270.
+6221 8062 6699
Layanan Pelanggan
Kompas Kring
+6221 2567 6000