Perlawanan Sajak Diam Goenawan Mohamad
Ketika kekakuan dan kebencian semakin memisahkan kita, sastra (dan seni rupa) bisa menjadi penangkal racun-racun itu. Tanpa berbuat sesuatu, kita tidak akan bisa mengatasi apa-apa. Kita perlu menularkan semangat." Demikian sambutan sastrawan Goenawan Mohamad dalam pembukaan pameran sketsa Another Stage dan peluncuran buku di ak.\'sa.ra, Pacific Place, Jakarta, Kamis (20/7) malam.Beberapa tahun terakhir, jurnalis senior Tempo ini aktif menggambar. Larik-larik kata dan sastra rupanya tak cukup lagi menampung gelegak gagasan dan pemikirannya. Dalam pameran ketiganya tadi malam, Goenawan Mohamad (GM) menyuguhkan sketsa hitam putih dengan beberapa ornamen warna merah sebagai penegas. Beberapa di antaranya merupakan "perkawinan" antara coretan dan sajak, seperti tampak pada sketsa "Badut" yang sengaja dipadu dengan sajak "Sirkus". Kritikus seni rupa Bambang Bujono sempat berpikir skeptis ketika GM hendak menggelar pameran sketsa PE.TIK.AN di pelataran rumah pelukis Djoko Pekik, Desa Sembungan, Bantul, Yogyakarta, tahun lalu. Namun, setelah melihat sendiri karya sketsa GM di Komunitas Teater Salihara, ia terpana. "Gambar-gambarnya seperti karya orang yang pernah belajar di jurusan seni rupa. Guratan-guratannya lebih menggambarkan ide dan gagasan, bukan apa yang dilihat," ucap Bambang."Sajak diam"Dunia seni rupa menjadi semacam "panggung lain" dari seorang GM yang menjelaskan lebih mendalam karya-karya sastrawinya. Karena itulah, beberapa sketsanya tidak terlepas dari tulisan-tulisan tangan.Menurut Bambang, GM membahasakan sketsa-sketsanya sebagai melihat sajak diam. Di situlah pikiran, perenungan, dan diskusi dengan dirinya sendiri tercurah.GM sendiri memaknai karya-karya sketsanya sebagai sebentuk perlawanan atau gerakan penangkalan racun-racun kebencian yang belakangan sangat meracuni masyarakat. "Indonesia akan tetap seperti ini atau hancur? Tanpa berbuat sesuatu, kita tidak akan mengatasi apa-apa," katanya.Pameran seni rupa ini dibuka secara resmi Kepala Badan Ekonomi Kreatif Triawan Munaf. Menurut Triawan, cara berkarya GM, baik lewat tulisan, puisi, maupun sketsa, merupakan bentuk perlawanan dengan ekosistem. "Dalam dunia digital ini, Goenawan bisa jadi tak hanya menjadi penulis atau pelukis, tapi juga bisa menjadi desainer. Di era digital, semua bakat kita bisa kita keluarkan," ujarnya.Pameran sketsa Another Stage digelar selama empat hari pada 21-23 Juli 2017. Dalam pembukaan pameran semalam diluncurkan pula buku Amangkurat Amangkurat karya GM yang diterbitkan Gramedia Pustaka Utama. (ABK)