Unjuk Rasa Menolak ”Full Day School” Berlangsung di Semarang
Oleh
Aditya Putra Perdana
·2 menit baca
SEMARANG, KOMPAS — Sekitar 1.000 orang dari Koalisi Masyarakat Peduli Pendidikan menggelar aksi damai menolak full day school (sekolah sehari penuh) di depan kantor Gubernur Jawa Tengah di Semarang, Jumat (21/7). Mereka berharap eksistensi pendidikan keagamaan di seluruh Indonesia terus diperhatikan.
Koalisi Masyarakat Peduli Pendidikan, yang terdiri atas sejumlah lembaga pendidikan, seperti Maarif, Persatuan Guru Nahdlatul Ulama, Pendidikan Kader Penggerak Nahdlatul Ulama, dan Forum Komunikasi Diniyah Takmiliyah, berunjuk rasa dengan berjalan kaki dari Simpang Lima hingga kantor Gubernur Jateng pada pukul 13.00.
Pengunjuk rasa pun menyuarakan aspirasi mereka, yakni menolak Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 23 Tahun 2017 tentang Hari Sekolah. ”Kami juga menolak kebijakan Pemprov Jateng dan pemkab/kota di Jateng yang menerapkan lima hari sekolah di sejumlah satuan pendidikan,” ujar koordinator unjuk rasa, Hudallah Ridwan.
Hudallah menambahkan, pihaknya juga meminta Presiden Joko Widodo segera menerbitkan peraturan presiden (perpres) tentang penguatan pendidikan karakter. Namun, dengan catatan, eksistensi pendidikan keagamaan di seluruh Indonesia tetap diperhatikan.
Adapun Ketua Dewan Pengurus Pusat Forum Komunikasi Diniyah Takmiliyah, Lukman Hakim, menganggap penerapan sekolah lima hari tidak mempertimbangkan eksistensi lembaga pendidikan nonformal, seperti madrasah diniyah dan taman pendidikan Al Quran (TPA). Padahal, satuan pendidikan seperti itu juga merupakan tempat pembentukan karakter.
Permendikbud No 23/2017 tentang Hari Sekolah akan ditingkatkan melalui perpres. Sebelum perpres terbit, program penguatan pendidikan karakter diberlakukan mulai tahun ajaran baru tahun ini. Adapun sejumlah sekolah tetap mulai melakukan uji coba lima hari sekolah.
Mendikbud Muhadjir Effendy menekankan bahwa sekolah lima hari mengacu pada beban kerja guru. Beban delapan jam sehari diberlakukan pada guru, bukan siswa. Sementara bagi siswa, setelah pembelajaran intrakurikuler, ada kokurikuler dan ekstrakurikuler.