logo Kompas.id
Pendidikan & KebudayaanNegara Dinilai Lalai...
Iklan

Negara Dinilai Lalai Melindungi Anak Perempuan

Oleh
· 2 menit baca

JAKARTA, KOMPAS — Komitmen pemerintah dalam memberikan perlindungan kepada anak hingga kini masih dipertanyakan. Negara bahkan dinilai lalai melindungi anak perempuan dari praktik perkawinan di usia anak. Perkawinan di usia anak akan menyebabkan anak perempuan Indonesia berpotensi besar kehilangan kesempatan untuk tumbuh kembang. Buktinya, sampai saat ini Indonesia belum memiliki satu undang-undang pun yang mengatur tentang pencegahan dan penghapusan perkawinan di usia anak. Sebaliknya, Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan justru melegalkan perkawinan di usia anak."Pemerintah juga lamban menanggapi keprihatinan dunia atas praktik perkawinan anak di sejumlah negara," ujar Sekretaris Jenderal Koalisi Perempuan Indonesia (KPI) untuk Keadilan dan Demokrasi Dian Kartikasari, Minggu (23/4), di Jakarta.Padahal, Perserikatan Bangsa-Bangsa telah menyetujui Resolusi PBB Nomor A/HRC/35/L 26 tentang Child Early and Forced Marriage in Humanitarian Settings (Resolusi Perkawinan Anak). Ada 80 negara yang telah mendukung resolusi perkawinan anak. Namun, Indonesia bukan salah satu di antaranya. Kelambanan pemerintah dalam menyikapi praktik perkawinan di usia anak membuat makin banyak anak-anak perempuan menjadi korban. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik tahun 2015, angka perkawinan anak selama 2012-2014 termasuk tinggi. Anak perempuan yang menjadi korban praktik perkawinan di usia anak pada 2012 sebanyak 989.814 orang, pada 2013 sebanyak 954.518 orang, dan pada 2014 sebanyak 722.518 orang. Kelalaian pemerintah membuat kebijakan untuk mencegah dan menghentikan perkawinan anak akan menyumbang pada kegagalan pencapaian Tujuan Pembangunan Berkelanjutan, khususnya target Tujuan 5: Kesetaraan Jender, di mana target 5.3 adalah menghapuskan semua praktik berbahaya terhadap perempuan seperti perkawinan di usia anak. Situasi ini sungguh disayangkan mengingat dalam diplomasi tingkat dunia, Indonesia menyatakan kesungguhan dalam pencapaian Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Menghadapi kekosongan hukum, sejauh ini masyarakat sipil melakukan berbagai upaya. Pada 2014, masyarakat sipil mengajukan permohonan judicial review atas UU Nomor 1/1997 Pasal 7 Ayat 1 untuk menaikkan usia minimal perkawinan perempuan dari 16 tahun menjadi 18 tahun. "Namun, majelis hakim menolak permohonan tersebut. Karena itu, pada 2017 kami mengajukan kembali permohonan uji materi atas Undang-Undang Perkawinan Pasal 7 Ayat 1," ujar Supriyadi W Eddyono dari Tim Kuasa Hukum Pemohon Judicial Review UU Perkawinan. (SON)

Editor:
Bagikan
Logo Kompas
Logo iosLogo android
Kantor Redaksi
Menara Kompas Lantai 5, Jalan Palmerah Selatan 21, Jakarta Pusat, DKI Jakarta, Indonesia, 10270.
+6221 5347 710
+6221 5347 720
+6221 5347 730
+6221 530 2200
Kantor Iklan
Menara Kompas Lantai 2, Jalan Palmerah Selatan 21, Jakarta Pusat, DKI Jakarta, Indonesia, 10270.
+6221 8062 6699
Layanan Pelanggan
Kompas Kring
+6221 2567 6000