Teknologi Informasi Pacu Literasi
JAKARTA, KOMPAS — Teknologi informasi dan komunikasi merupakan bagian penting dalam pembelajaran abad ke-21. Sayangnya, mata pelajaran TIK ditiadakan di Kurikulum 2013. "Selama ini, TIK dipandang sekadar alat bantu pembelajaran," kata Sekretaris Jenderal Komunitas Guru TIK dan Keterampilan Komputer dan Pengolahan Informasi (Kogti) Wijaya Kusumah di sela-sela seminar TIK untuk pembelajaran dan orang tua di Jakarta, Jumat (4/8).Padahal, TIK adalah ilmu mengenai etika menggunakan teknologi. Hal ini sangat penting untuk membimbing para pengguna teknologi agar tidak kehilangan arah dan malah terseret arus perkembangan teknologi.Generasi zaman sekarang memang mudah menguasai gawai, bahkan tanpa perlu membaca buku petunjuk. Namun, tanpa bimbingan yang baik, mereka akan kecanduan teknologi dan berperilaku sebagai konsumen. Lebih buruk lagi, melalui konsumsi teknologi, mereka justru terpapar pengaruh negatif seperti ideologi ekstrem, ujaran kebencian, pornografi anak, dan perundungan siber."Masalah besarnya ialah guru maupun orangtua sama-sama gaptek (gagap teknologi) dan tidak bisa melakukan intervensi, apalagi memberi pendidikan TIK yang benar," ujar Wijaya. Guru Besar TIK Institut Perbanas Richardus Eko Indrajit mengingatkan, pendidikan TIK selain mengajar masyarakat tata krama berteknologi juga mengajar cara memproduksi konten yang baik. TIK sebagai ilmu sangat lentur dan mudah diintegrasikan dengan ilmu-ilmu lain. Ia mencontohkan, melalui informasi digital, siswa bisa sekaligus mendapat informasi dari berbagai bidang ilmu. Misalnya ketika diberi tugas mencari biografi Pangeran Diponegoro, selain belajar sejarah, siswa juga bisa mendapat informasi tentang geografi Pulau Jawa, adat istiadat, dan bahasa yang digunkan saat itu.Berpikir kreatif Pakar teknologi pendidikan dari Universitas Pendidikan Indonesia, Denny Darmawan, menekankan, TIK tidak serta-merta berarti teknologi digital yang canggih. Esensi TIK adalah kemampuan guru dan siswa berpikir kreatif memanfaatkan hal-hal yang ada di sekeliling mereka untuk pembelajaran.Berdasarkan penelitian Denny yang ia paparkan di UNESCO beberapa tahun silam, hanya 26 persen guru Indonesia yang memahami pemanfaatan teknologi. (DNE)
