logo Kompas.id
Pendidikan & KebudayaanKenaikan BOS Belum Disetujui
Iklan

Kenaikan BOS Belum Disetujui

Oleh
· 3 menit baca

JAKARTA, KOMPAS — Usulan kenaikan bantuan operasional sekolah untuk SD, SMP, dan SMA/SMK dari Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan tidak berjalan mulus. Padahal, kenaikan besaran BOS untuk siswa ini diharapkan dapat mendukung peningkatan layanan pendidikan bermutu yang semakin baik di semua sekolah. Direktur Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Hamid Muhammad, Kamis (12/10), di Jakarta, mengatakan, awal tahun ini Kemdikbud mengusulkan kenaikan BOS untuk SD Rp 1 juta; SMP Rp 1,2 juta; SMA Rp 1,6 juta; dan SMK Rp 1,8 juta. "Namun, sampai saat ini belum disetujui," kata Hamid. Alokasi dana BOS untuk tahun ini, di tingkat SD Rp 800.000 per siswa per tahun, SMP Rp 1 juta, serta SMA dan SMK Rp 1,4 juta. Dana BOS ini diberikan pemerintah pusat untuk membantu pembiayaan operasional sekolah, yang salah satu komponennya untuk membayar guru honorer. Bukan hanya besarannya yang belum memadai untuk peningkatan mutu, pencairan dana BOS juga sering terlambat. Hal ini membuat sekolah harus bersiasat mencari utang untuk menalangi pengeluaran sekolah.Hingga Selasa (10/10), SD dan SMP penerima BOS di Kota Tangerang, Banten, belum menerima dana BOS triwulan ketiga dan keempat tahun ini (Kompas, 11/10). Pencairan dana BOS per triwulan, yakni Januari-Maret, April-Juni, Juli-September, serta Oktober-November, pembayarannya setiap awal periode.Hamid mengatakan, anggaran BOS disalurkan langsung dari Kementerian Keuangan ke provinsi. Provinsi menyalurkan ke sekolah. "Biasanya (keterlambatan penyaluran BOS karena) persoalan terlambatnya rencana kerja anggaran sekolah untuk yang negeri, terlambat pengiriman laporan sekolah, hingga masalah birokrasi provinsi," katanya.Secara terpisah, Ketua Umum Pengurus Besar Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) Unifah Rosyidi mengatakan, dukungan pendanaan yang memadai dan lancar bagi sekolah dibutuhkan untuk pemenuhan standar layanan pendidikan sesuai Standar Nasional Pendidikan. "Untuk persoalan akses, sudah semakin baik. Namun, dalam peningkatan pendidikan bermutu masih jadi tantangan besar. Ini salah satunya butuh dukungan dana yang memadai sesuai kebutuhan sekolah," ujar Unifah.Lempar tanggung jawabMenurut Unifah, soal pencairan dana BOS sering dikeluhkan. Pencairan ada yang per triwulan dan per semester. "Sering terjadi saling melempar tanggung jawab antara pusat dan pemerintah daerah. Mekanisme penyaluran dari APBN ke pemda sering terlambat karena keterlambatan juknis. Akibat pencairan sering tak tepat waktu, kegiatan belajar-mengajar terganggu. Sekolah tak bisa bayar telepon, air, listrik, dan internet lebih dari tiga bulan, terjadi pemutusan. Aktivitas lain juga jadi terganggu," kata Unifah.Alokasi dana BOS untuk profesi guru yang besarnya 15 persen juga dikeluhkan Sebab, kenyataannya, setiap sekolah memiliki guru honorer karena tidak ada guru PNS. "Sekolah tidak dapat membayar gaji guru honorer dengan memadai karena dibatasi hanya 15 persen. Padahal, beban kerja guru honorer juga sama dengan guru PNS," ujar Unifah. Untuk itu, PGRI meminta agar persentase dana BOS untuk honor guru jadi minimal 30 persen, selama belum ada pengisian guru PNS secara sistematis. Kepala Sekolah Satu Atap Terintegrasi Berpola Asrama di Kampung Wasur, Merauke, Papua, Sergius Womsiwor mengatakan, dana BOS ini dibutuhkan untuk mewujudkan sekolah gratis. Dengan kampanye sekolah gratis, sekolah justru dibuat bingung karena dana mengandalkan BOS yang sering terlambat dan jumlah tidak cukup. (ELN)

Editor:
Bagikan
Logo Kompas
Logo iosLogo android
Kantor Redaksi
Menara Kompas Lantai 5, Jalan Palmerah Selatan 21, Jakarta Pusat, DKI Jakarta, Indonesia, 10270.
+6221 5347 710
+6221 5347 720
+6221 5347 730
+6221 530 2200
Kantor Iklan
Menara Kompas Lantai 2, Jalan Palmerah Selatan 21, Jakarta Pusat, DKI Jakarta, Indonesia, 10270.
+6221 8062 6699
Layanan Pelanggan
Kompas Kring
+6221 2567 6000