logo Kompas.id
Pendidikan & KebudayaanRUU Penyiaran Beri Ruang Iklan...
Iklan

RUU Penyiaran Beri Ruang Iklan Rokok

Oleh
· 3 menit baca

JAKARTA, KOMPAS — Rancangan Undang- Undang Penyiaran memberikan ruang bagi iklan rokok. Penjelasan dalam RUU itu mengatur soal porsi, jenis, dan waktu tayang iklan rokok. Dalam hal ini, Komisi Penyiaran Indonesia berperan sebagai lembaga pengatur. Wakil Ketua Badan Legislasi DPR Firman Subagyo mengemukakan hal itu ketika ditemui di Jakarta, Senin (16/10). Menurut dia, aturan terkait iklan rokok lebih baik dibuat dalam bentuk peraturan menteri atau peraturan pemerintah yang sifatnya bisa disesuaikan dengan kondisi di masyarakat. "Hal ini karena undang-undang bersifat kaku dan mengikat, hendaknya tak merugikan banyak pihak," kata Firman. Secara terpisah, komisioner Komisi Penyiaran Indonesia (KPI), Hardly Stefano, menerangkan, pihaknya sudah menyiapkan aturan terkait skema iklan rokok di televisi. Saat ini, aturan mengatakan, iklan rokok hanya boleh ditayangkan di televisi pukul 22.00-03.00. Jam itu dinilai bukan waktu bagi anak-anak dan remaja menonton televisi. Bentuk iklan juga tidak diperbolehkan menampilkan fisik rokok.Meski begitu, KPI memberikan lampu hijau kepada Kementerian Kesehatan (Kemenkes) untuk membuat iklan layanan masyarakat agar menjauhi bahaya merokok. Dalam iklan ini, fisik rokok boleh diperlihatkan dan boleh ditayangkan pada jam-jam yang ditonton anak-anak dan remaja."Izin ini hanya berlaku bagi Kemenkes. Kalau ada lembaga swadaya masyarakat, organisasi masyarakat, ataupun organisasi keagamaan ingin membuat iklan antirokok, tidak akan diizinkan KPI kecuali mereka berkolaborasi dengan Kemenkes," ujarnya.Dia menjabarkan, prinsip ini diberlakukan karena KPI tidak mau iklan antirokok disalahgunakan oleh pihak yang tidak bertanggung jawab. Misalnya, membuat iklan yang di permukaan tampak seolah antirokok, padahal pesannya justru mempromosikan rokok jenis tertentu. Perlindungan anakKomisi Perlindungan Anak Indonesia meminta penghapusan Pasal 144 Ayat 2 dalam RUU Penyiaran. Langkah ini diambil untuk mencegah anak-anak menjadi perokok aktif.Ketua KPAI Susanto mengatakan, segala bentuk iklan, promosi, dan sponsor rokok di seluruh media penyiaran perlu dilarang supaya anak-anak tak menjadi perokok. "Iklan rokok merupakan pintu masuk bagi perokok-perokok baru yang masih anak-anak," katanya pada konferensi pers di Jakarta, Senin.Berdasarkan data yang dihimpun KPAI dari Kementerian Kesehatan, perokok pemula usia 10- 14 tahun meningkat dalam waktu kurang dari 20 tahun. Pada 1995 jumlahnya 8,5 persen, sedangkan pada 2013 menjadi 18 persen.Jumlah perokok usia 16-19 tahun pun meningkat. Angka proporsinya 7,1 persen pada 1995 dan pada 2014 menjadi 20,5 persen. Sementara berdasarkan data yang dihimpun dari Rumah Sakit Persahabatan pada 2013, tingkat kecanduan pada pelajar SMA yang merokok mencapai 16,8 persen.Susanto juga menyampaikan, 144 negara sudah tak memperbolehkan adanya iklan rokok. Di Asia Tenggara, hanya Indonesia yang belum melarang iklan rokok. HarmonisasiKemarin, Komisi I DPR mengundang beberapa asosiasi pertelevisian untuk mendengar masukan seputar draf RUU Penyiaran. Asosiasi yang hadir dalam pertemuan itu adalah Asosiasi Televisi Siaran Digital Indonesia (ATSDI), Asosiasi Televisi Nasional Indonesia (ATVNI), Asosiasi Televisi Jaringan Indonesia (ATVJI), dan Asosiasi Televisi Lokal Indonesia (ATVLI).Ketua Komisi I DPR Abdul Kharis Almasyari menyatakan, dalam pertemuan itu turut dibahas mengenai frekuensi sebagai sumber daya terbatas yang harus dikelola oleh negara karena rakyat berhak mendapatkan siaran yang berkualitas. "Mereka ingin agar dunia penyiaran menjadi lebih baik dan rakyat dinomorsatukan," kata Kharis.Salah satu perwakilan asosiasi pertelevisian yang hadir, Sekretaris Jenderal ATVNI Mochamad Riyanto, mengatakan, asosiasi- asosiasi akan diajak oleh Komisi I untuk secara intens berdiskusi mengenai draf RUU Penyiaran hingga menjadi RUU Penyiaran.Menurut Riyanto, hal yang dibahas dalam pertemuan itu di antaranya bagaimana untuk membangun kenyamanan dan keadilan untuk industri dan masyarakat. ATVNI juga memberikan masukan mengenai dampak sosial dari fenomena kemajuan teknologi dan digitalisasi penyiaran. "Perkembangan teknologi ke depannya sangat cepat dan mampu mengurangi beban frekuensi," katanya.Saat ini, draf RUU Penyiaran yang dibuat oleh Komisi I DPR masih dibahas di Badan Legislasi DPR. Rapat harmonisasi draf RUU Penyiaran yang seharusnya digelar kemarin ditunda. (DNE/DD09/DD13)

Editor:
Bagikan
Logo Kompas
Logo iosLogo android
Kantor Redaksi
Menara Kompas Lantai 5, Jalan Palmerah Selatan 21, Jakarta Pusat, DKI Jakarta, Indonesia, 10270.
+6221 5347 710
+6221 5347 720
+6221 5347 730
+6221 530 2200
Kantor Iklan
Menara Kompas Lantai 2, Jalan Palmerah Selatan 21, Jakarta Pusat, DKI Jakarta, Indonesia, 10270.
+6221 8062 6699
Layanan Pelanggan
Kompas Kring
+6221 2567 6000