logo Kompas.id
Pendidikan & KebudayaanKasta dalam Pendidikan Saatnya...
Iklan

Kasta dalam Pendidikan Saatnya Dihapus

Oleh
· 3 menit baca

JAKARTA, KOMPAS — Penerapan sistem zonasi diharapkan bisa meratakan kualitas pendidikan di Tanah Air. Jangan sampai ada lagi sistem yang menghasilkan pengastaan di sekolah-sekolah."Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 17 Tahun 2017 menyatakan, 90 persen siswa harus masuk ke dalam sekolah yang radiusnya terdekat dari alamat rumah berdasarkan kartu keluarga," kata Direktur Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemdikbud), Hamid Muhammad dalam rapat koordinasi pengelolaan pendidikan berbasis zonasi di Jakarta, Selasa (14/11). Rapat dihadiri kepala dinas dari semua provinsi dan kabupaten/kota se-Indonesia.Dalam penerapannya, sistem zonasi bisa diberlakukan berdasarkan radius sekolah, sistem rayon (catchmen area), ataupun kesepakatan antarkepala daerah. Rapat koordinasi itu bertujuan agar para kepala dinas mendapat petunjuk teknis cara membagi wilayah yang kemudian bisa mereka rembukkan dengan kepala daerah masing-masing. Keputusan final setiap daerah akan dipaparkan pada rembuk nasional pendidikan, Januari 2018."Unggulan"-"buangan" Mendikbud Muhadjir Effendy dalam pidato pembukaannya, Senin (13/11) malam, menyatakan, tidak boleh lagi ada pengastaan sekolah. Selama ini, masyarakat terlena dengan istilah "sekolah unggulan" dan "sekolah favorit". Sekolah-sekolah yang diistilahkan tersebut selama ini hanya menerima anak-anak dengan kemampuan akademis tinggi yang mayoritas juga berasal dari kalangan sosial-ekonomi mapan. Sebaliknya, ada sekolah-sekolah pinggiran yang berisi anak-anak "buangan". Umumnya berprestasi akademik buruk dan berasal dari keluarga tak mampu."Kalau dihitung, berapa persenkah prestasi anak-anak di sekolah unggulan itu yang merupakan hasil atau berkat kinerja sekolah? Kalau bibitnya memang sudah bagus, praktis mereka cepat menangkap pelajaran," tutur Muhadjir. Sebaliknya, anak-anak miskin tersingkir karena tak bisa masuk ke sekolah yang berada di dekat rumah mereka. Akibatnya, mereka harus sekolah di pinggiran yang jaraknya jauh dari rumah. Lama-kelamaan, mereka tidak betah, lalu putus sekolah. Hal ini mengakibatkan mutu sumber daya manusia tidak membaik."Anak-anak miskin sukar berprestasi karena dari segi asupan gizi saja tidak cukup. Lingkungan keluarga tentu punya faktor menentukan. Di sinilah peran sekolah sangat penting. Pendidikan bertujuan membuat manusia, apa pun latar belakangnya, menjadi cerdas. Pendidikan tidak boleh memihak kalangan tertentu," ucap Muhadjir.Perihal zonasi, ia juga meminta dinas pendidikan bekerja sama dengan institusi pendidikan kesetaraan dan kursus guna memetakan anak-anak putus sekolah. Apabila tidak bisa masuk sekolah formal, mereka bisa diarahkan mengikuti Kejar Paket atau kursus yang pembiayaannya ditanggung Kartu Indonesia Pintar. Guru Besar Pendidikan Universitas Negeri Yogyakarta Suwaryo mengatakan, apabila mutu sekolah merata, masyarakat memiliki kebebasan memilih berdasarkan selera. Bukan karena ilusi gengsi.Misalnya, seorang anak bisa memilih sekolah di dalam zonanya atau memanfaatkan kuota 5 persen untuk luar zona yang memiliki sarana pendukung hobinya bermain musik. "Ia tidak perlu khawatir secara akademis sekolah tersebut tertinggal karena mutu sudah merata. Setiap sekolah akhirnya bisa mengembangkan kekhasan masing-masing, seperti seni (musik), robotik, dan olahraga," ujarnya. (DNE)

Editor:
Bagikan
Logo Kompas
Logo iosLogo android
Kantor Redaksi
Menara Kompas Lantai 5, Jalan Palmerah Selatan 21, Jakarta Pusat, DKI Jakarta, Indonesia, 10270.
+6221 5347 710
+6221 5347 720
+6221 5347 730
+6221 530 2200
Kantor Iklan
Menara Kompas Lantai 2, Jalan Palmerah Selatan 21, Jakarta Pusat, DKI Jakarta, Indonesia, 10270.
+6221 8062 6699
Layanan Pelanggan
Kompas Kring
+6221 2567 6000