Vokasi Perlu Pertajam Kecakapan Lulusannya
JAKARTA, KOMPAS — Pendidikan vokasi harus dikembangkan dengan menajamkan bidang keahlian dan memetakan kebutuhan tenaga kerja terampil pada dunia industri. Jika tidak, vokasi yang digalakkan pemerintahan Joko Widodo justru menjadi "biang" pengangguran.
Direktur Pendidikan Tinggi, Ilmu Pengetahuan, Teknologi, dan Kebudayaan, Badan Perencanaan Pembangunan Nasional, Amich Alhumami, yang dihubungi dari Jakarta, Selasa (14/11), mengatakan, dari angka pengangguran yang menunjukkan lulusan vokasi justru banyak tidak terserap dunia kerja, semakin menegaskan bahwa lulusan lembaga pendidikan vokasi masih lemah.
Karena itu, Indonesia belum bisa serta-merta bersandar pada pendidikan vokasi sebagai tumpuan mengisi pasar kerja di sektor-sektor tertentu yang membutuhkan keterampilan teknikal.
Secara terpisah, praktisi pendidikan vokasi, Priyanto, mengatakan, dengan semangat revitalisasi, pendidikan vokasi, utamanya SMK, harus didorong agar kreativitas dalam mengembangkan pendidikan SMK diberi keleluasaan. Di samping itu, aturan- aturan birokrasi yang menghambat SMK untuk mengembangkan diri dengan pola industri bisa disiasati. "Para guru pun harus punya kesempatan magang industri yang besar," ujarnya.
Selaraskan industri
Amich mengatakan, agenda pemerintahan Presiden Jokowi yang memberikan prioritas pada pendidikan vokasi harus berdasarkan pada demand-driven, dengan menempuh dua langkah, yakni menajamkan bidang keahlian yang dikembangkan di SMK dan politeknik serta memetakan kebutuhan tenaga kerja terampil dengan keahlian teknikal khusus sesuai dengan perkembangan industri dan pasar kerja.
Investasi untuk pendidikan vokasi, lanjut Amich, relatif mahal karena membutuhkan workshop dan laboratorium dengan peralatan praktik kerja. Karena itu, pemerintah harus selektif jika hendak membangun SMK dan politeknik baru. "Yang lebih diperlukan adalah penguatan lembaga pendidikan vokasi yang ada dan penajaman bidang-bidang keahlian," ujar Amich.
Dirjen Pendidikan Dasar dan Menengah, Kemdikbud, Hamid Muhammad mengatakan, dalam rangka merevitalisasi SMK sesuai instruksi presiden, Kemdikbud fokus di empat hal. Pertama, penyelarasan kurikulum dengan kebutuhan industri.
"Dari 142 kompetensi keahlian di SMK, baru 110 yang sudah diselaraskan dengan industri. Sisanya ditargetkan tahun ini selesai," ujar Hamid.
Yang kedua, lanjut Hamid, meningkatkan jumlah dan kompetensi guru kejuruan. Salah satu solusi dengan program keahlian ganda bagi guru nonproduktif jadi guru produktif di SMK. "Tahun ini 12.000 guru yang ikut. Tahun depan disiapkan lagi," katanya.
Selanjutnya, menjalin kerja sama SMK dengan dunia usaha dan dunia industri (DUDI). Targetnya agar siswa SMK dan guru bisa magang di DUDI serta lulusan SMK terserap DUDI.
Yang terakhir, ujar Hamid, meningkatkan sertifikasi dan akreditasi SMK. Saat ini, Kemdikbud sudah menjalin kerja sama dengan Badan Sertifikasi Nasional Profesi. Tercatat sekitar 300 lembaga sertifikasi profesi di SMK.
Kepala Subdirektorat Peserta Didik Direktorat Pembinaan SMK Kemdikbud Nur Widyani mengatakan, jejaring dengan industri sangat penting karena melalui industri SMK bisa mengetahui teknologi dan teknik mutakhir. Apabila SMK hanya mengharap bantuan operasional sekolah untuk melengkapi alat laboratorium, perkembangannya lambat. "Industri bisa menjadi laboratorium belajar dan praktik kerja," katanya.
Sebagian besar SMK yang ada berstatus swasta. Apabila SMK swasta tak cukup sarananya, bisa berjejaring dengan SMK besar dan industri. Hal ini sangat dianjurkan karena sekolah hendaknya berbagi fasilitas. Sementara jaringan dengan industri membuat SMK selalu mendapat pengetahuan mutakhir terkait bidang yang mereka dalami.
Nur menjelaskan, Kemdikbud memiliki empat program utama vokasi, yaitu pertanian dan ketahanan pangan, kelautan dan perikanan, pariwisata, serta industri kreatif. Cara mengembangkan bidang itu sesuai potensi daerah masing-masing harus dilakukan oleh pemerintah provinsi.
(ELN/DNE)