logo Kompas.id
Pendidikan & KebudayaanDistribusi Guru Dipercepat...
Iklan

Distribusi Guru Dipercepat lewat Zonasi

Oleh
· 3 menit baca

JAKARTA, KOMPAS — Pemerintah menginginkan rombongan belajar disehatkan kembali dari segi jumlah. Artinya, guru-guru yang berlebih di satu sekolah harus dimutasi dan disebarkan di sekolah lain yang kekurangan guru."Jangan sampai ada sekolah yang sengaja membuat rombongan belajar berlebih demi memenuhi kebutuhan jam mengajar guru, padahal sekolah itu sudah kelebihan guru," kata Direktur Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Hamid Muhammad, di Jakarta, Senin (20/11).Berdasarkan Undang-Undang Nomor 20/2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, rombongan belajar di SD minimal terdiri dari 20 siswa dan maksimal 28 siswa. Untuk SMP maksimal 32 siswa dan SMA 36 siswa. "Sekolah yang memecah rombongan belajar hingga jumlahnya di bawah 20 siswa harus dibenahi oleh pemerintah daerah. Setelah itu, hitung lagi jumlah kebutuhan guru di sekolah itu," ujar Hamid.Jika berlebih, guru harus didistribusikan. Mutasi bisa di dalam wilayah kabupaten/kota sesuai dengan sistem zonasi yang diterapkan pemerintah. Jika guru menolak dimutasi ke sekolah lain, tunjangan profesi akan dihentikan.Menurut Hamid, masalah distribusi guru di tingkat kabupaten/kota mestinya bisa diselesaikan. Tercatat, pemerintah pusat sudah mengeluarkan dana Rp 72 triliun untuk tunjangan profesi guru, tetapi mutu pendidikan tetap tidak membaik. Pemenuhan kebutuhan guru juga akan dilakukan melalui penggabungan sekolah, terutama SMK swasta. Kemdikbud mencatat ada 2.000 SMK swasta yang siswanya berjumlah di bawah 60 orang. Selain itu, ada 4.200 SMK swasta yang siswanya berjumlah di bawah 100 orang.Capaian daerahDalam kesempatan yang sama juga disampaikan laporan capaian pendidikan dari 108 kabupaten/kota. Daerah itu merupakan wilayah penerima bantuan Bank Pembangunan Asia sebesar 37,3 juta euro (sekitar Rp 593,96 miliar) untuk pemenuhan standar pelayanan minimum pendidikan dasar dan menengah. Kabupaten Kulonprogo, Yogyakarta, misalnya, memanfaatkan dana itu untuk meningkatkan akreditasi sekolah. Sebanyak 75 persen SD di sana sudah berakreditasi B dan 18 persen berakreditasi A. Sisanya akan diusahakan mendapat akreditasi minimal B pada 2018. Kabupaten ini juga menggandeng Universitas Nanyang, Singapura, meneliti dan mengadvokasi pencegahan bahaya rokok ke sekolah-sekolah.Sementara itu, Kabupaten Manokwari, Papua Barat, memanfaatkan dana itu untuk memperbaiki bangunan sekolah yang rusak dan melengkapi sarana dasar, seperti WC, perpustakaan, dan laboratorium. Yayasan Penguatan Partisipasi, Inisiatif, dan Kemitraan Masyarakat Indonesia (Yappika) memaparkan, infrastruktur pendidikan di Kabupaten Bogor, Jawa Barat, memprihatinkan. Mengutip data dinas pendidikan setempat, Yappika mengungkapkan, pada 2017 dari 600.000 ruang kelas, hanya sekitar 200 ruangan yang mampu diperbaiki pemerintah. Anggaran memperbaiki 200 ruangan kelas itu Rp 147 miliar.Kepala Dinas Pendidikan Kabupaten Bogor Luthfie Syam menyatakan akan segera memperbaiki menggunakan APBD dan dana CSR. Salah satunya untuk SDN Cipinang 01. (DNE/DD10)

Editor:
Bagikan
Logo Kompas
Logo iosLogo android
Kantor Redaksi
Menara Kompas Lantai 5, Jalan Palmerah Selatan 21, Jakarta Pusat, DKI Jakarta, Indonesia, 10270.
+6221 5347 710
+6221 5347 720
+6221 5347 730
+6221 530 2200
Kantor Iklan
Menara Kompas Lantai 2, Jalan Palmerah Selatan 21, Jakarta Pusat, DKI Jakarta, Indonesia, 10270.
+6221 8062 6699
Layanan Pelanggan
Kompas Kring
+6221 2567 6000