Di sela Rapat Pleno Akhir Tahun 2017 Komisi Nasional Indonesia untuk UNESCO (KNIU), Senin (11/12), di Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Penasihat Tim Ahli KNIU, Kemdikbud, Wardiman Djojonegoro, mengatakan, selama ini upaya pelestarian budaya dan sastra di Indonesia masih minim. Karena itulah, pengakuan UNESCO terhadap kekayaan alam, warisan budaya benda dan tak-benda, dan warisan arsip dokumenter bisa jadi dasar bagi seluruh masyarakat Indonesia untuk lebih sadar merawat dan melestarikannya.
”Pengakuan dunia menjadi dasar kita untuk lebih merawat dan melestarikan seluruh warisan yang ada. Dunia saja sudah menerima, mengapa kita masih membiarkannya?” ujarnya.
Ketua Harian KNIU, Arief Rachman, menjelaskan, UNESCO baru akan menetapkan status pengakuan terhadap sebuah warisan dunia kalau program dan operasionalnya jelas ke depan, mulai dari lembaga mana yang akan bertanggung jawab, anggarannya berapa, dan apa rencana ke depannya. ”UNESCO tidak akan mengiyakan sesuatu kalau tidak diketahui lembaga mana yang akan bertanggung jawab ke depan,” ujarnya.
Tiga arsip diakui
Khusus untuk kategori warisan dokumenter, Komisi NasionalMemory of the World (MOW) yang dikoordinasi oleh Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) telah mengantarkan beberapa warisan dokumenter Indonesia untuk diakui secara internasional sebagai ingatan dunia. Beberapa di antaranya adalah naskah La Galigo (2011), naskah Negarakertagama (2013), Babad Diponegoro (2013), dan arsip Konferensi Asia Afrika (2015). Khusus tahun 2017 ini, tiga warisan dokumenter Indonesia berhasil lolos sebagai ingatan dunia, yaitu arsip konservasi Candi Borobudur, arsip Tsunami Samudera Hindia, dan naskah cerita Panji.
Pelaksana Tugas Kepala LIPI, Bambang Subiyanto, mengatakan, semua dokumen yang telah diakui UNESCO harus didigitalisasi, diawetkan, dan bisa diakses semua orang. ”Selain untuk mempromosikan dan memperkenalkan Indonesia kepada dunia, dokumen-dokumen tersebut juga harus mempunyai manfaat secara nasional dan internasional,” katanya.
Sejauh ini, Perpustakaan Nasional telah melakukan digitalisasi hampir seluruh naskah Panji yang telah diakui UNESCO sebagai ingatan dunia. Menurut Kepala Pusat Preservasi dan Pustaka Perpusnas Sri Sumekar, selain melakukan digitalisasi, Perpusnas juga menerjemahkan 76 judul naskah Panji ke dalam bahasa Indonesia.
Duta Besar/Deputi Wakil Tetap RI untuk UNESCO Tb A Fauzi Soelaiman mengungkapkan, dari puluhan kekayaan Indonesia yang telah diakui dunia, satu Warisan Alam Dunia, yaitu Hutan Hujan Tropis Sumatera (Tropical Rainforest Heritage Sumatera) terancam dicabut pengakuannya sejak 2011 karena kondisinya kian memprihatinkan akibat pembangunan. ”Subak di Bali juga mendekati kondisi terancam punah karena banyaknya alih fungsi lahan. Kalau sudah hilang, kita tidak bisa lagi masuk,” ucapnya. (ABK)