JAKARTA, KOMPAS— Mengenalkan keberagaman seni dan budaya Indonesia secara global bisa dilakukan lewat berbagai media, salah satunya film. Hal ini terwujud dalam pemutaran dan diskusi film sebagai rangkaian acara The Europalia Arts Festival Indonesia yang berlangsung di Brussels, Belgia, pada 9 Januari-23 Januari 2018.
Kurator film untuk festival ini yang juga merupakan produser dan sutradara film, Nan Triveni Achnas menyampaikan, sebanyak 52 film Indonesia akan dihadirkan selama acara berlangsung.
“Ada 30 film panjang, 12 film dokumenter, dan 10 film pendek. Pemilihan dan persiapan dilakukan selama sekitar satu tahun,” katanya di Jakarta, Rabu (13/12).
Menurut Nan, film yang diputar nanti dipilih melalui berbagai aspek dan pencapaian, seperti segi politik, ekonomi, serta sosial. Selain itu, film yang dipilih merupakan film yang dihasilkan setelah masa reformasi 1998.
“Beberapa film mampu mengangkat isu patrialisme, mempertanyakan peran perempuan di kehidupan modern Indonesia, mengkritik tatanan sosial, dan kompleksitas kehidupan Indonesia yang beragam,” ujar Nan.
“Beberapa film mampu mengangkat isu patrialisme, mempertanyakan peran perempuan di kehidupan modern Indonesia, mengkritik tatanan sosial, dan kompleksitas kehidupan Indonesia yang beragam."
Sejumlah film yang ditayangkan dalam Europalia Arts Festival Indonesia, seperti Laskar Pelangi karya Riri Riza, Berbagi Suami karya Nia Dinata, Istirahatlah Kata-kata karya Yosep Anggi Noen, 3 Doa 3 Cinta karya Nurman Hakim, dan karya BW Purba Negara.
Nan mengatakan, Indonesia diharapkan bisa lebih dikenal secara baik oleh masyarakat dunia, terutama masyarakat Eropa. Selama ini, menurutnya, Indonesia identik dengan kekerasan, kejadian pengeboman, dan bencana. Padahal, banyak keberagaman dan kekayaan seni dan budaya yang bisa dibanggakan.
“Kebanyakan mereka (masyarakat global) melihat Indonesia lewat siaran parabola yang memberitakan kejadian Indonesia secara sempit. Untuk itu, lewat festival seperti ini akan lebih luas lagi pandangan mereka mengenai Indonesia,” ujar Nan.
Memperluas pasar
Selain itu, Nan menambahkan, film memiliki kekuatan yang besar untuk memengaruhi penontonnya. Ia berharap, setelah menonton film yang disajikan akan memperluas pasar film Indonesia di dunia.
Hal tersebut senada dengan yang diungkapkan oleh sutradara film dokumenter, Kiki Febriyanti. Ia mengatakan, melalui festival kelas global seperti ini biasanya dapat mengundang produser internasional yang ingin menayangkan film karyanya.
“Dengan begini, kami (pembuat film) lebih terpacu untuk menghasilkan karya yang baik. Selain itu, diharapkan banyak sineas baru yang muncul,” katanya.
Sutradara film, Garin Nugroho mengatakan, menghasikan karya film baginya menjadi sebuah tabungan bagi pembuat film. “Film maker perlu membuat permasalahan, tantangan, dan misteri dalam filmnya. Untuk itu, butuh keberanian untuk mengamb risiko,” ujarnya. (DD04)