Evaluasi Tahunan TV Swasta Dipertanyakan
JAKARTA, KOMPASSetelah Kementerian Komunikasi dan Informatika mengesahkan perpanjangan izin penyelenggaraan penyiaran atau IPP, 13 Oktober 2016, sejumlah 10 televisi swasta bersedia menjalani evaluasi berkala setiap tahun. Namun, sampai sekarang, hasil evaluasi itu belum tampak.
Pengesahan perpanjangan IPP diikuti dengan penandatanganan komitmen penyelenggaraan penyiaran dari setiap lembaga penyiaran swasta (LPS) atau televisi swasta yang tertuang dalam surat pernyataan kesanggupan yang ditandatangani komisaris utama dan direktur utama LPS. Dalam poin ketujuh surat itu disebutkan, (10 stasiun televisi) bersedia dievaluasi secara berkala setiap tahun terhadap seluruh pelaksanaan komitmen dan bersedia menyampaikan informasi yang dibutuhkan dalam rangka pelaksanaan evaluasi sesuai dengan ketentuan perundang-undangan.
”Evaluasi tahunan terhadap 10 stasiun televisi swasta yang mendapatkan perpanjangan IPP pada 2016 seharusnya dilakukan pada Oktober 2017 ini. Namun, kami belum mendengar hasil evaluasi dari Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) yang seharusnya dilakukan secara transparan kepada publik di bulan Oktober 2017,” kata Eni Maryani, anggota Koalisi Nasional Reformasi Penyiaran (KNRP) sekaligus Kepala Pusat Studi Komunikasi, Media, dan Budaya, Fakultas Ilmu Komunikasi Universitas Padjadjaran, Selasa (19/12), di Kampus Universitas Indonesia, Salemba, Jakarta.
Dengan belum dijalankannya evaluasi tahunan secara transparan kepada publik itu, KNRP mendesak Komisi I DPR sebagai lembaga yang memilih para komisioner KPI agar mempertanyakan dan mengevaluasi kinerja KPI. Dalam Refleksi Akhir Tahun KPI 2016, Ketua KPI Pusat Yuliandre Darwis sebenarnya telah mengingatkan para pengelola televisi agar menjalankan tujuh komitmen yang telah ditandatangani, salah satunya adalah kesediaan televisi-televisi swasta untuk dievaluasi secara berkala setiap tahun.
Pilih upaya pembinaan
Sepanjang 2016, KPI telah mengeluarkan 169 sanksi administratif yang terdiri dari 151 teguran tertulis, 14 teguran tertulis kedua, dan 4 penghentian sementara. Namun, selain penjatuhan sanksi administratif, KPI juga memberikan 23 pembinaan, 154 peringatan tertulis, dan sejumlah imbauan yang tidak dilaporkan.
Menurut Bayu Wardhana, pegiat KNRP yang juga pengurus Aliansi Jurnalis Independen Indonesia, upaya pembinaan, peringatan, dan imbauan tidak termasuk dalam kategori sanksi administratif sesuai Undang-Undang Penyiaran dan Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran (P3SPS). ”Kriteria bagaimana sebuah program siaran bisa mendapatkan sanksi administratif atau bukan sanksi administratif seperti pembinaan, peringatan, dan imbauan tidak jelas. Ketika sebuah program acara melanggar, KPI tidak segera menjatuhkan sanksi administratif, tetapi hanya memberikan pembinaan, peringatan, atau imbauan. Baru ketika melanggar lagi, sanksi administratif dijatuhkan. Pertanyaannya, untuk apa KPI menunda menjatuhkan sanksi? Kami menilai, KPI tidak menjalankan amanat untuk melindungi kepentingan publik,” tuturnya.
Bayu beranggapan, begitu sebuah stasiun televisi diberi pembinaan, peringatan, atau imbauan, hal tersebut tidak akan tercatat sebagai rapor atau bahan evaluasi. Alasannya, tiga hal itu tidak termasuk dalam kategori sanksi administratif seperti diatur dalam UU Penyiaran dan P3SPS.
”Silakan KPI lakukan langkah-langkah pembinaan, tetapi jangan sampai menghilangkan hal-hal yang perlu dievaluasi. Kalau memang melanggar, ya, ditulis melanggar sesuai ketentuan yang ada,” kata Eni.
Menanggapi hal ini, Wakil Ketua KPI Pusat Sujarwanto Rahmat Arifin mengatakan, KPI telah menyampaikan evaluasi televisi nasional berjaringan kepada Komisi 1 DPR pada November 2017. ”Yang kami evaluasi tidak hanya 10 televisi swasta, tetapi 14 televisi swasta. Laporan evaluasi kami susun dalam bentuk buku. Semoga minggu ini bisa dicetak untuk kemudian dipublikasikan kepada masyarakat,” katanya.
(ABK)