Kepala Perpustakaan Nasional Syarif Bando mengatakan, selama ini, perpustakaan hanya dimaksimalkan sampai di perpustakaan desa. Padahal, masyarakat pedalaman juga mendambakan buku dan bahan bacaan lainnya.
”Budaya baca di Indonesia sebenarnya cukup tinggi, tetapi distribusi buku dan keberadaan buku di perbatasan sangat terbatas. Sepeda motor ini sangat leluasa bergerak,” ujar Syarif di Perpustakaan Nasional, Jakarta, Rabu (17/1) sore.
Kemarin, Perpustakaan Nasional menyumbangkan 60 sepeda motor dan 300 buku anak kepada Pustaka Bergerak Indonesia, Forum Taman Bacaan Masyarakat, TNI, dan Polri. Hal itu bertujuan mengangkat minat baca warga di daerah pelosok.
Syarif menyebut, rasio antara buku dan jumlah penduduk di Indonesia masih timpang. Beberapa daerah sudah cukup, seperti Jakarta, Bandung, Surabaya, Yogyakarta, Semarang, Makassar, Palembang, dan Medan. Namun, sejumlah daerah masih terkendala akses yang sulit, seperti di Kabupaten Malinau (Kalimantan Utara), Kabupaten Keerom (Papua), serta Kabupaten Sumba Barat dan Kabupaten Sumba Tengah (Nusa Tenggara Timur).
”Mereka yang di daerah perbatasan butuh sekali bahan bacaan. Mereka rajin membaca tetapi bahan bacaan yang baru untuk mereka sangat terbatas. Ini tugas dan kewajiban kita. Negara juga harus hadir untuk mencerdaskan masyarakat perdesaan,” kata Syarif.
Haus bacaan
Salah satu penerima sepeda motor pustaka, Sugeng Haryono, mengatakan, dirinya menggunakan sepeda motor pustaka untuk menjangkau daerah pedalaman di Lampung. Ia mempunyai sepeda motor keluaran 1986 di Lampung tetapi sudah rusak.
”Anak-anak berlarian saat sepeda motor pustaka datang. Mereka haus bacaan,” ujar Sugeng, yang sejak 2013 sudah menekuni literasi.
Koordinator Pustaka Bergerak, Nirwan Ahmad Arsuka, berharap dengan sepeda motor pustaka, kegiatan sukarelawan lebih efektif menjangkau pelosok.
Literasi media
Secara terpisah, Direktur Jenderal Informasi dan Komunikasi Publik Kementerian Komunikasi dan Informatika Rosarita Niken Widiastuti mengatakan, literasi media sangat berdekatan dengan minat baca seseorang.
Di tengah banjirnya informasi, anak-anak perlu diajarkan literasi media sehingga tak keliru menyikapi informasi yang berseliweran. ”Anak yang sudah terliterasi dengan baik pasti memiliki minat baca yang tinggi. Hal itu membuat dia mengerti bagaimana menyikapi suatu hal,” kata Rosarita dalam acara peluncuran buku Anak Bertanya, Pakar Menjawab di Gedung Kominfo, Jakarta, Rabu pagi.
Ia menegaskan pentingnya literasi media, terutama kepada anak-anak, agar tak terjatuh pada informasi yang tidak benar dan menyebarkan berita bohong atau ujaran kebencian. Anak-anak tak menelan berita mentah-mentah. Anak-anak bisa berpikir logis karena menerima informasi pembanding.
Penggagas anakbertanya.com, Hendra Gunawan, mengatakan, tantangan saat ini adalah kegandrungan akan perangkat digital. Anak-anak lebih banyak menghabiskan waktu untuk bermain gawai. ”Sejak kecil, mereka harus sudah ditanamkan budaya membaca buku. Jadi, buku tetap menjadi pilihan yang utama meski terjangan budaya digital begitu dahsyat,” katanya. (DD18)