JAKARTA, KOMPAS — Daya saing dan kualitas sebagian besar perguruan tinggi swasta di Indonesia belum memadai. Padahal, keberadaan PTS dibutuhkan untuk memperluas akses bagi lulusan SMA/SMK untuk mengenyam bangku perkuliahan. Daya saing dan mutu kian mendesak untuk diperkuat.
Ketua Umum Asosiasi Perguruan Tinggi Swasta Indonesia Pusat M Budi Djatmiko pada acara Rembuk Nasional II Aptisi Pusat di Universitas Tarumanagara, Rabu (31/1), di Jakarta, mengatakan, lebih dari 3.400 PTS punya mahasiswa di bawah 500 orang. Akibatnya, PTS yang mengandalkan dana masyarakat sulit menunjukkan eksistensinya, apalagi untuk meningkatkan mutu.
”Kami minta supaya perguruan tinggi negeri yang mendapat alokasi dana besar dari pemerintah agar fokus untuk menjadi universitas riset dan memperkuat pendidikan pascasarjana. Jangan membuka kuota yang besar-besaran untuk mahasiswa S-1. Biarlah S-1 itu menjadi fokus penguatan bagi PTS,” kata Budi. Dengan dukungan anggaran pemerintah sekitar 7 persen, sulit bagi PTS untuk memperkuat mutu.
Adanya kebijakan pemerintah untuk mengizinkan PTS asing, ujar Budi, semakin berpotensi membuat PTS terpuruk. Keberadaan PTS asing yang berkualitas bisa merebut pangsa pasar PTS mapan. Akibatnya, PTS mapan merebut pangsa pasar yang menengah hingga akhirnya PTS kecil pun kehilangan pasar.
Budi meminta agar pemerintah mendukung penguatan PTS dengan membuat aturan-aturan yang tidak membelenggu dan birokratis. Untuk itu, Lembaga Layanan Pendidikan Tinggi yang direncanakan sebagai pengganti Koordinasi Perguruan Tinggi Swasta segera dibentuk. Lembaga ini harus diberi kewenangan untuk memutuskan penguatan mutu PTS di daerah.
Ketua Umum Asosiasi Dosen Indonesia (ADI) Dino Patti Djalal mengatakan, jika Indonesia bertekad untuk maju, semua pihak, termasuk PTS, harus melakukan lompatan, bukan lagi sekadar melangkah. Sebab, Indonesia punya modal untuk melesat maju dengan syarat mengoptimalksan sumber daya alam dan sumber daya manusia yang berbasis ilmu pengetahuan dan teknologi.
Kapasitas dosen
Menurut Dino, ADI dibentuk untuk memperkuat kapasitas dan jaringan dosen Indonesia hingga skala internasional. ”Kami kembangkan program agar dosen diaspora Indonesia di banyak negara bisa berjejaring dengan dosen dalam negeri dan membantu penguatan, terutama dalam riset dan penulisan jurnal ilmiah internasional,” katanya.
Perwakilan Forum Rektor Indonesia, La Ode Masihu Kamaluddin, mengatakan, PTS lokal dapat go global asal mau mengubah paradigma. ”Talenta terbaik yang ada di kampus harus didorong berkreasi untuk menemukan keunggulan lokal,” ujar La Ode yang juga Rektor Universitas Lakidende (Unilaki) di Kabupaten Konawe, Sulawesi Tenggara.
Menurut La Ode, meski berbasis di daerah, Unilaki mampu berkolaborasi dengan Seoul National University, salah satu universitas top di Korea Selatan dan dunia. Unilaki mengembangkan agroindustri untuk tanaman jagung, tomat, cabai, dan ternak sapi dengan pertanian modern dan memberdayakan petani sekitar. ”PTS kecil pun dapat berkembang asal punya komitmen pada mutu. Harus berani berinovasi, terutama mengatur orang- orang hebat yang ada supaya fokus untuk berkarya. Mereka harus difasilitasi,” ujarnya. (ELN)