JAKARTA, KOMPAS — Kekerasan seksual terhadap anak masih terus terjadi antara lain karena lemahnya upaya pencegahan di samping korban tidak berani bicara. Kedua hal itu selama ini kurang menjadi fokus perhatian, baik di tingkat keluarga lingkungan, sekolah, maupun pemerintah. Pencegahan harus dari hulu hingga hilir.
”Apabila hal itu tak diperhatikan, upaya penurunan angka kekerasan seksual akan sulit tercapai,” kata komisioner Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), Putu Elvina, dalam acara ”Youth Speak Out to Ending Violence Against Women and Child” di Jakarta, Sabtu (17/2).
Ia menilai, sejumlah kementerian dan lembaga terlalu disibukkan di sektor hilir ketika kasus terjadi sehingga upaya pencegahan kurang diperhatikan. Ironisnya, program-program tersebut kerap tumpang tindih sehingga tidak efektif di lapangan dan rentan terjadi duplikasi anggaran.
Elvina mengatakan, regulasi terkait kekerasan seksual terhadap anak sudah sangat progresif. Sayangnya, implementasi terhadap regulasi dalam bentuk program pencegahan masih sangat minim karena beberapa kementerian dan lembaga hanya berkutat di sektor penanganan atau sektor hilir.
Sinkronisasi
Menurut Elvina, sinkronisasi program harus diperketat dan dievaluasi agar tidak hanya berkutat di hilir. ”Harus dilihat sasarannya ke mana, kementerian ini menangani bidang apa, wilayah mana, sasarannya siapa, targetnya apa, dan tingkat keberhasilan,” ujarnya.
Apalagi, berdasar data KPAI, laporan terkait kasus kekerasan seksual terhadap anak dari tahun ke tahun terus meningkat. Pada 2015 ada 218 kasus dan pada 2017 naik menjadi 381 kasus.
Elvina mengatakan, seharusnya program pemerintah fokus pada sektor hulu dalam upaya penurunan angka kekerasan seksual terhadap anak. Sektor hulu itu meliputi edukasi terhadap masyarakat, pola pengasuhan keluarga, dan edukasi di sekolah. Hal itu disebabkan lebih dari 40 persen kejahatan seksual melibatkan orang terdekat.
Ketua Aliansi Remaja Indonesia Kemas Achmad Mujoko mengatakan, perlu ada pendidikan seksual yang komprehensif dalam upaya pengurangan tingkat kekerasan seksual terhadap anak. ”Jadi, harus ada perlawanan sejak kecil dan sudah harus diajarkan tentang tubuhnya sendiri dan cara melindungi sendiri,” ujarnya.
Sementara itu, Listyowati, Ketua Kalyanamitra, organisasi yang fokus pada isu anak perempuan, mengatakan, satu dari tiga anak di Indonesia mengalami kekerasan. Menurut dia, hal itu hanya bisa ditanggulangi apabila negara ikut memberikan rasa nyaman kepada anak, termasuk di sekolah dan permukiman, juga di tempat-tempat umum. (DD18)