SEMARANG, KOMPAS — Cepatnya kemajuan dan perkembangan teknologi menjadi salah satu tantangan dalam penegakan hukum di Indonesia. Tanpa disikapi dengan bijak, kecepatan penyebaran arus informasi dapat memicu tindakan yang mengarah pada perilaku kejahatan dan kriminal.
Jaksa Agung HM Prasetyo, di sela-sela kuliah umum ”Peran Kejaksaan dalam Penegakan Hukum dan Pembangunan Nasional” di Fakultas Hukum Universitas Diponegoro, Kota Semarang, Jawa Tengah, Rabu (21/2), mengatakan, teknologi menjadikan hubungan antarbangsa tak mengenal batasan teritorial negara. Kondisi itu, menurut dia, ibarat pedang bermata dua.
”Di satu sisi, ilmu pengetahuan dan teknologi mempermudah orang untuk memperoleh dan menyampaikan informasi secara real time. Namun, di sisi lain tak jarang dimanfaatkan untuk melakukan berbagai tindakan negatif, yang mengarah pada kriminal,” jelasnya.
Prasetyo mencontohkan, hal tersebut antara lain tampak dari munculnya berita-berita bohong yang disebarkan menggunakan media sosial, yang tak jarang memicu kesalahpahaman, keributan, bahkan konflik. Selain itu, kemajuan teknologi juga kerap dijadikan sarana mempermudah orang melakukan kejahatan.
”Itu juga dapat dilihat dari maraknya tindak pidana lintas negara. Di antaranya cyber crime, perdagangan manusia, jaringan peredaran narkoba dan obat terlarang, tindak pencucian uang, korupsi, perdagangan kayu ilegal, penyelundupan senjata, pencurian ikan, dan perompakan di jalur laut, bahkan terorisme,” kata Prasetyo.
Digitalisasi, kata Prasetyo, memudahkan pelaku kejahatan menjalankan praktik perbuatannya dengan cara berpindah-pindah dari satu tempat ke tempat lain. Selain itu, dengan memanfaatkan kemajuan teknologi informasi, mereka dapat memindahkan atau menual aset hasil kejahatannya di banyak negara.
Prasetyo mengatakan, berdasarkan kenyataan itu, aparat penegak hukum dituntut berwawasan luas, berintegritas, serta wajib memperhatikan kearifan lokal dan aspirasi kepakaran. ”Dengan penegakan hukum ideal itu, diyakini hukum dapat menjadi instrumen penopang terwujudnya tujuan nasional,” ucapnya.
Adapun dua tantangan, kendala dan hambatan lain dalam penegakan hukum, menurut Prasetyo, adalah regulasi yang belum tersistematisasi secara baik dan benar. Juga, praktik korupsi yang dilakukan aparatur pemerintahan dan pejabat publik. Sebab, salama ini, tingginya intensitas korupsi menjadi sorotan.
Sementara itu, Rektor Undip Semarang Yos Johan Utama mengemukakan, kerap kali aparat penegak hukum dianggap sebagai penghambat laju pembangunan. Padahal, kata Yos, intisari dari hukum ialah kasih sayang. Selain itu, hukum juga bertindak sebagai dari akselerator pembangunan agar pembangunan terarah.
Lebih lanjut Yos juga mengapresiasi dibentuknya Tim Pengawal Pengaman Pemerintah dan Pembangunan (TP4) oleh Kejaksaan Agung.
”Dengan adanya TP4, orang-orang mulai bergerak. Tidak takut lagi. Ada pendampingan,” katanya.