JAKARTA, KOMPAS — Anak-anak muda berusia 15-25 tahun didorong untuk peduli terhadap isu-isu seperti korupsi, hak asasi manusia, perundungan (bullying), hak cipta, telematika, hingga perlindungan konsumen.
Kreativitas mereka dalam bermedia sosial dapat dimanfaatkan untuk menyuarakan kepedulian terhadap penuntasan beragam kasus yang merugikan kehidupan berbangsa dan bernegara.
Meski ruang untuk terlibat dalam berbagai pengambilan keputusan terbatas, anak muda tetap menunjukkan daya kritisnya dalam berbagai kesempatan. Salah satunya ketika tersangka korupsi kartu tanda penduduk (KTP) elektronik Setya Novanto mangkir dari pemeriksaan dengan alasan sakit.
Kontan saja, sindiran bagi Setya Novanto dalam berbagai bentuk seperti meme, komik, dan video log (vlog) dalam waktu cepat tersebar luas di media sosial. Kemudian, Setya Novanto melaporkan 32 akun Instagram, Twitter, dan Facebook atas tuduhan pencemaran nama baik.
Pelaporan tersebut dikhawatirkan membuat para kreator meme dan komik tiarap hingga enggan untuk melancarkan kritik. Padahal, meme, komik, dan medium lain yang sejenis mampu menyederhanakan masalah dalam bentuk gambar.
Padahal kita sebenarnya membutuhkan lebih banyak kreator untuk mempermudah publik mencerna berbagai persoalan.
Pengajar Sekolah Tinggi Hukum Indonesia Jentera Gita Putri Damayana di Jakarta, Senin (5/3), mengatakan, sekolahnya itu percaya bahwa daya kritis anak-anak muda harus terus dijaga dan dirawat.
Salah satunya adalah lewat kompetisi karya kreatif Metaphor Law dengan tema Hukum dalam Keseharian. Kompetisi ini ditujukan untuk anak muda usia 15 tahun-25 tahun.
”Karya-karya yang dikirimkan adalah vlog, komik, dan meme dengan tema yang mendekatkan anak muda dengan isu hukum sehari-hari seperti korupsi, pelanggaran lalu lintas, hak asasi manusia, perundungan, hak cipta, telematika, perlindungan konsumen atau isu lain yang layak disuarakan,” jelas Gita.
Lomba ini juga menjadi sarana untuk mengajak anak muda terlibat dalam pembaruan hukum yang selama ini diusung oleh STH Indonesia Jentera.
”Kami percaya bahwa pembaruan hukum bukan suatu hal yang eksklusif, tapi juga dapat dilakukan oleh semua orang dari semua kalangan, dalam hal ini adalah anak muda,” ujar Gita.
Anak muda adalah pendorong inovasi di berbagai lingkungan sosial dan penantang status quo yang datang dengan pendekatan baru dalam setiap hal. Meski begitu, golongan muda masih kurang terwakilkan perannya di dalam penyelesaian tantangan terkait.
Padahal, berdasarkan proyeksi Badan Pusat Statistik (BPS), pada 2015 jumlah pemuda (anak muda) mencapai 62,4 juta orang. Itu artinya, rata-rata jumlah pemuda 25 persen dari proporsi jumlah penduduk Indonesia secara keseluruhan.