JAKARTA, KOMPAS — Paham konservatisme sudah ada sejak lama di Indonesia dan merupakan bagian dari keragaman bangsa. Hal yang perlu dijaga ialah agar konservatisme tidak dipolitisasi hingga menjadi paham yang ekstrem.
"Sejak belum merdeka, gagasan konservatif sudah menjadi bagian dari sejarah Indonesia. Organisasi-organisasi Islam di Nusantara menganut berbagai paham, mulai dari moderat hingga konservatif," kata Sumanto Al Qurtuby, antropolog dari King Fahd University of Petroleum and Mineral di Arab Saudi, ketika memberi kuliah umum di Universitas Nahdlatul Ulama Indonesia, Jakarta, Jumat (6/7/2018). Ia memberi kuliah berjudul "Antara Moderatisme dan Ekstremisme: Tren dan Perubahan Pola Keislaman di Arab dan Indonesia".
Ia menjelaskan, memaksakan seluruh masyarakat menjadi moderat merupakan bentuk intoleransi. Konservatisme ada sebagai penyeimbang di masyarakat selama perilaku konservatif tidak bergeser menjadi agresif seperti memaksa orang lain mengikuti ajaran tersebut ataupun diskriminasi terhadap suku bangsa dan agama yang berbeda.
Menurut Sumanto, tren konservatisme di Indonesia dipengaruhi faktor sosial, politik, dan ekonomi. Bukan berasal dari internalisasi dan refleksi ideologi konservatif pada seseorang.
"Konservatisme umumnya pada level permukaan seperti penampilan fisik. Tidak berdasarkan pemahaman agama dan ideologi politik yang mendasar dan holistik," ujarnya.
Tren bisa berubah apabila kelompok moderat juga giat melakukan advokasi, terutama di media sosial. Hal ini karena media sosial merupakan salah satu penentu adanya tren konservatisme di Indonesia.
Dulu, perdebatan antara kelompok moderat dan konservatif tidak terasa di msyarakat karena eksklusif antaranggota kelompok-kelompok itu. Keberadaan media sosial membuat perdebatan tersebut diketahui khalayak luas.
"Untuk mengubah hingga ke tataran ideologi membutuhkan perubahan besar dalam nilai budaya seseorang. Masyarakat Indonesia secara mendasar tetap menganut budaya Nusantara yang toleran kepada keragaman," paparnya.
[caption id="attachment_6748430" align="alignnone" width="720"] Sumanto Al Qurtuby memberi kuliah di Universitas Nahdlatul Ulama Indonesia tentang konservatisme di Indonesia dan Arab Saudi.[/caption]
Saudi berubah
Sumanto mengungkapkan, di Arab Saudi, masyarakat juga sangat dinamis. Kebijakan moderat yang baru dikeluarkan pemerintah, terutama terkait kebebasan perempuan merupakan cerminan dari kondisi di masyarakat.
"Sebelumnya, perempuan sudah mengemudi mobil, tetapi sebatas di lingkungan kampus dan kompleks perumahan. Baru sekarang pemerintah membuka kebebasan perempuan mengemudi di jalan raya," tuturnya. Arab Saudi, layaknya negara Timur Tengah lainnya menilai moderatisme sebagai bagian dari masyarakat modern.
Cara terbaik mengelola intoleransi agar tidak menyebar luas ialah melalui pendidikan paham keagamaan yang moderat.
Mengelola intoleransi
Katib Syuriah Pengurus Besar NU Mujib Qulyubi menerangkan, sikap intoleransi telah ada sejak lama di semua jenis masyarakat dunia. Besar kecilnya gerakan intoleransi tergantung dari cara masyarakat tersebut mengelola.
"Cara terbaik mengelola intoleransi agar tidak menyebar luas ialah melalui pendidikan paham keagamaan yang moderat," ucapnya.
Secara umum, ia menilai masyarakat Indonesia sangat moderat. Memang ada gerakan konservatisme, akan tetapi tidak semuanya berlaku agresif kepada orang lain. (DNE)