PURBALINGGA, KOMPAS – Kompetensi guru dalam penerapan kurikulum 2013 berbasis pengetahuan, kemampuan, dan pendidikan karakter masih minim. Padahal, keberhasilan kurikulum ini bergantung pada kapasitas guru. Untuk itu, pelatihan dan pendampingan guru perlu diperbanyak, terutama pendampingan berbasis praktik.
Kurikulum 2013 menekankan pada pemahaman, skill, dan pendidikan berkarakter, dimana siswa dituntut untuk paham atas materi, aktif dalam diskusi, berprestasi, dan memiliki sopan santun yang tinggi. Tanpa dorongan dan motivasi dari guru, tujuan tersebut tentu susah untuk diwujudkan
Yulianah, guru pelajaran ilmu pengetahuan alam dari SMP 2 Kejobong, Purbalingga, Jawa Tengah, mengungkapkan, selama ini dirinya hanya berpedoman pada buku dan internet untuk memperoleh informasi terkait kurikulum 2013. Sekali waktu ia pernah mendapatkan pendampingan terkait penerapan kurikulum 2013, namun itu pun hanya sebatas kebijakan dan teori.
“Guru memang dituntut untuk kreatif dalam implementasi kurikulum 2013. Namun, jika tidak ada panduan yang terstandar dan gambaran yang nyata, saya sendiri merasa kesusahan,” katanya di sela-sela hari kedua acara Perkemahan Ilmiah Remaja Nasional (PIRN) XVII di Purbalingga, Selasa (10/7/2018). Acara yang diselenggarakan oleh Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) ini akan berlangsung hingga Minggu (15/7/2018).
Guru memang dituntut untuk kreatif dalam implementasi kurikulum 2013. Namun, jika tidak ada panduan yang terstandar dan gambaran yang nyata, saya sendiri merasa kesusahan.
Guru dari SMA Katolik Theodorus Kotamobagu, Sulawesi Utara, Emanuel Natalius juga berpendapat, guru perlu lebih banyak mendapatkan pelatihan yang lebih bersifat praktik. Selain itu, pelatihan juga diharapkan bisa diberikan secara berkala agar selalu ada pembaruan ide dan gagasan yang bisa diterapkan di kelas. “Perlu juga ada forum khusus bagi guru-guru di daerah,” ucapnya.
Perkemahan Ilmiah Remaja Nasional XVII tahun 2018 ini diikuti oleh 442 siswa dari 32 provinsi di Indonesia. Selain itu, terdapat 157 guru yang juga dilatih untuk mengembangkan budaya riset melalui praktik lapangan.
Pelatihan ini dimulai dengan pemberian teori terkait riset dan penelitian lapangan oleh sejumlah instruktur. Kemudian guru diajak untuk merancang penelitian dalam kelompok-kelompok kecil. Setelah itu, guru akan langsung turun ke lapangan untuk mengumpulkan data dan mencari permasalahan yang akan diselesaikan secara ilmiah.
Sejumlah lokasi di Purbalingga yang menjadi tempat penelitian antara lain kebun stroberi di Desa Serang, industri bulu mata dan rambut palsu di Desa Karangbanjar, industri knalpot di Desa Patemon, industri batik di Desa Limbasari, serta industri pengelolaan makanan dan perikanan di Kelurahan Kembaran Kulon.
“Setelah mengumpulkan data lapangan, para guru diminta untuk menganalisnya. Hasilnya akan disajikan dalam karya ilmiah yang kemudian harus dipresentasikan dengan cara menyenangkan. Harapannya, cara ini bisa dilakukan dalam pelajaran di kelas nanti,” ujar Achmad Dinoto, salah satu instruktur PIRN XVII yang juga merupakan peneliti mikrobiologi Pusat Penelitian Biologi LIPI.
Punya kemampuan
Menurutnya, guru adalah motivator, mediator, dan inspirator bagi murid-muridnya. Untuk itu, guru harus punya kemampuan dan keterampilan lebih agar tujuan dari pembelajaran di kelas bisa optimal. Budaya kritis yang juga ingin dikuatkan dalam karakter siswa juga tergantung pada kompetensi guru.
“Jika guru saja belum terlatih untuk berpikir kritis, bagaimana bisa mendorong siswa agar mampu berpikir kritis,” ujar Achmad.
Secara terpisah, Kepala Seksi Pembinaan Bakat dan Prestasi Sekolah Menengah Atas Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Asep Sukmayadi menyatakan, pemerintah akan berupaya untuk semakin memperbanyak pelatihan dan pendidikan guru, terutama terkait pengembangan riset dan penelitian.
Kerja sama dengan LIPI telah dilakukan. Selanjutnya, pemerintah pusat melalui Kemdikbud akan mendorong pemerintah daerah, terutama pemerintah kabupaten/ kota untuk secara mandiri menyelenggarakan kegiatan terkait peningkatan kompetensi guru.
Ia mengaku, kompentensi guru masih kurang, baik di desa maupun di kota. Penerapan kurikulum 2013 pun dirasa belum maksimal.