JAKARTA, KOMPAS – Informasi yang menyebar melalui media kian gencar dicari oleh masyarakat serta anak-anak. Hal ini membuat media menjadi salah satu pilar dalam mengedukasi keluarga juga anak-anak Indonesia.
Mengeduksi masyarakat melalui media menjadi hal yang penting karena terdapat lebih kurang 70 juta keluarga di Indonesia serta 87 juta anak-anak di Indonesia. Oleh karena itu, media diharapkan dapat memberikan informasi yang menginspirasi dan mengedukasi masyarakat.
Hal ini sebagai persiapan untuk mencapai generasi emas 2045. Sebelum mencapai generasi emas, Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak mengajak media, lembaga masyarakat, dan dunia usaha untuk mempersiapkan anak-anak menjadi generasi yang berkualitas pada 2030.
"Media harus memberikan informasi yang berguna bagi tumbuh kembang anak sehingga dapat menjadi sumber daya manusia yang berkualitas," kata Deputi Bidang Tumbuh Kembang Anak Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, Lenny N Rosalin dalam Acara Media Gathering yang bertemakan Media Menginspirasi: Media Mengedukasi Keluarga Wujudkan Indonesia Layak Anak (IDOLA) 2030, di Jakarta, Selasa (17/7/2018).
Dia mengatakan, anak-anak Indonesia diharapkan menjadi generasi penerus dan investasi bagi bangsa. Namun, untuk mencapainya, anak-anak perlu dibina dan diedukasi sejak dini.
Mempersiapkan anak berarti harus mempersiapkan tempat bagi mereka untuk dapat mengembangkan kemampuannya. Untuk itu, pemerintah sejak 2006 menginisiasi program kabupaten kota layak anak (KLA). Hingga 2010 terdapat 20 kota yang dijadikan sebagai proyek percontohan.
Program ini semakin digencarkan ke kabupaten kota lainnya. Sampai Juni 2018, sudah ada sebanyak 389 kabupaten kota yang berusaha menerapkan KLA. Masih terdapat 125 kabupaten kota lainnya yang belum mengarah pada KLA.
Sebuah kota atau kabupaten dikatakan layak anak apabila sudah memenuhi 24 indikator. Hingga sekarang baru ada dua kota yang hampir mencapai KLA yaitu, Surabaya dan Surakarta.
Salah satu indikatornya adalah internet sehat. Indikator ini bermaksud untuk menyediakan informasi sesuai dengan kebutuhan usia anak. Sehingga anak pun tidak akan terpapar dengan konten yang negatif.
Anak dan Gawai
Penggunaan media bagi anak masih belum sepenuhnya digunakan untuk tujuan edukasi. Masih ada kemungkinan anak akan terpapar dengan konten pornografi dan kekerasan. Oleh karena itu, penggunaan media bagi anak harus dalam pengawasan orangtua.
Menurut Lenny, salah satu klaster dalam membangun anak yang harus diketahui orangtua ada dalam klaster keempat yaitu, pendidikan, pemanfaatan waktu luang dan kegiatan budaya. Dalam hal ini, waktu luang anak harus diisi dengan kegiatan yang kreatif dan inovatif.
Namun, seringkali anak-anak bermain gawai di saat waktu luang. Mereka tidak memiliki kegiatan lain sehingga bermain gawai menjadi pilihannya. Seharusnya, orangtua bijak dalam mengatur anaknya menggunakan gawai.
Pada umumnya, pola hidup anak yaitu, delapan jam untuk tidur, delapan jam untuk sekolah, dan delapan jam lagi adalah waktu luang. Saat di sekolah, anak dapat berhenti menggunakan gawai karena adanya aturan. Namun, ketika waktu luang, inilah kesempatan bagi orangtua untuk mengembangkan potensinya.
“Manfaatkan waktu luang anak dengan kegiatan yang positif. Mereka dapat mengikuti berbagai kegiatan misalnya, olahraga dan musik. Sehingga akan mengurangi waktu mereka untuk bermain gawai,” kata Lenny.
Kerja sama yang melibatkan media juga dilakukan bersama Komisi Penyiaran Indonesia (KPI). Komisioner KPI Dewi Setyarini, mengatakan bahwa kewenangan KPI hanya terbatas pada penyiaran di televisi dan radio. Namun, penyebaran informasi saat ini sudah berkembang melalui internet.
Dalam hal ini, KPI tidak dapat memberikan sanksi bagi yang menyebarkan konten negatif di internet. Untuk itu, KPI terus berupaya merevisi undang-undang penyiaran yang sudah dilakukan sejak enam tahun lalu.
"Draft terakhir yang saya tahu masih dalam tahap perencanaan. Namun, KPI terus berusaha untuk meluaskan wewenangnya agar juga dapat mengawasi penyebaran informasi lewat internet," kata Dewi. (SHARON PATRICIA)