JAKARTA, KOMPAS — Meski pihak sekolah menyatakan peserta karnaval Taman Kanak-kanak Kartika V-69 yang memakai atribut cadar dan replika senjata sebagai inisiatif spontan, kehadiran anak-anak itu pada pawai peringatan HUT Ke-73 RI di ruas jalan raya di Kota Probolinggo, Jawa Timur, menjadi sorotan. Pawai itu seharusnya menanamkan nilai-nilai dan karakter positif serta nilai kebangsaan pada anak-anak.
Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Yohana Yembise menyatakan sangat kecewa atas kelalaian pihak sekolah serta Dinas Pendidikan, Pemuda, dan Olahraga Kota Probolinggo selaku panitia penyelenggara pawai itu.
”Pihak sekolah seharusnya memastikan, anak didiknya berada dalam kondisi tumbuh kembang yang positif. Selain itu, sekolah harus menanamkan karakter positif pada anak demi masa depan bangsa, terlebih anak-anak ini dalam tingkat pendidikan amat dini, yaitu taman kanak-kanak,” tutur Yohana dalam keterangan pers, Senin (20/8/2018) di Jakarta.
Menurut Yohana, anak-anak seharusnya tak dimanfaatkan untuk kepentingan pihak tertentu. Semua pihak harus mengedepankan perlindungan anak yang dijamin dalam Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak Pasal 72 Ayat (3) Huruf E dan F.
Undang-undang tersebut mengatur, masyarakat khususnya lembaga pendidikan wajib melakukan pemantauan, pengawasan, dan ikut bertanggung jawab dalam perlindungan anak serta menyediakan sarana dan prasarana dalam menciptakan suasana kondusif untuk tumbuh kembang anak.
Untuk itu, Yohana mengingatkan semua pihak agar melindungi anak-anak dari segala bentuk perundungan dan stigmatisasi akibat perbuatan orang dewasa, serta membiarkan mereka tumbuh dalam lingkungan yang layak anak dan tanamkan rasa cinta Tanah Air.
Menghapus konten video
Kementerian Komunikasi dan Informatika diminta untuk menarik atau menghapus seluruh konten video dan gambar terkait kasus ini.
Secara terpisah, Ketua Komisi Nasional Perlindungan Anak Arist Merdeka Sirait menyayangkan pawai seni budaya yang diikuti anak-anak dengan mengenakan cadar dan membawa replika senjata.
Hal itu dinilai bertentangan dengan Konvensi PBB tentang Hak-hak Anak karena mengandung penanaman paksa nila-nilai kekerasan dan pelanggaran terhadap anak.
”Penggunaan senjata, baik replika senjata maupun mainan anak-anak, dalam pawai seni budaya sekalipun, dan apa pun alasannya, tetap mengandung penanaman paham radikalisme dan kekerasan pada anak,” ucapnya.