JAKARTA, KOMPAS - Lembaga Sensor Film Indonesia terus mengupayakan budaya sensor mandiri oleh masyarakat. Penonton dituntut untuk lebih aktif dalam memilah dan memilih konten sesuai klasifikasi usia. Hal yang sama juga berlaku bagi industri yang menyajikan konten.
Lembaga Sensor Film (LSF) melakukan hal itu sejalan dengan Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 2014 Tentang LSF, Pasal 25 ayat 1 yang berbunyi penyensoran film dan iklan film dilakukan berdasarkan prinsip dialogis dengan pemilik film dan iklan film yang disensor.
Komisioner LSF Rommy Fibri Hardianto di Jakarta, Kamis (18/10/2018), mengatakan, berdasarkan Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2009 tentang Perfilman dan Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 2014 tentang LSF maka semua yang berbentuk film disensor oleh LSF. Namun, sensor tidak berupa pemotongan bagian-bagian yang tidak sesuai dengan peraturan yang berlaku, tetapi dengan menggolongkan film dalam usia penonton yakni untuk semua umur, usia 13 tahun, usia 17 tahun, dan usia 21 tahun.
"Saat ini, aspek dialogis yang digunakan. Ada komunikasi dua arah ketika konten diperiksa dan ditemukan bagian yang tidak sesuai aturan. Perlu kesadaran kita semua untuk berkontribusi dalam menyensor konten sesuai usia," kata Rommy.
Ketika ada bagian yang tidak sesuai aturan, LSF memberikan catatan dan meminta revisi atau perbaikan. Namun, industri punya hak untuk merevisi atau membela diri dengan menjelaskan hal tersebut, tetapi ini tidak berlaku untuk unsur pornografi.
Selain itu, perkembangan teknologi perfilman dari rol menjadi Digital Cinema Package (DCP) tidak memungkinkan LSF melakukan pemotongan. Penyensoran DCP dilakukan dengan mengunduh film yang diberi kode kunci untuk akses terbatas. LSF memeriksa dan hanya memberi catatan apabila ada temuan.
"LSF masih harus bekerja keras untuk sosialisasi gerakan sensor mandiri. LSF bertugas mengimbau masyarakat untuk mulai memerhatikan konten yang diakses," ucapnya.
Sensor mandiri telah menjadi program tahunan LSF sejak 2015. Setahun terakhir, LSF giat melakukan sosialisasi, seminar, dan fokus grup diskusi terbatas dengan pemangku kepentingan dan industri. Selain itu, turun ke daerah bertemu komunitas-komunitas film termasuk masyarakat.
Gandeng Media
LSF menggandeng Kompas TV untuk meluaskan jangkauan gerakan sensor mandiri di masyarakat. Melalui kerja sama penayangan Anugerah Lembaga Sensor Film 2018, diharapkan hal itu dapat terwujud. Acara Anugerah Lembaga Sensor Film 2018 akan digelar Jumat (19/10), pukul 20.00.
"Kompas merupakan brand yang kuat karena aktual dan independen. Sekiranya melalui dukungan jaringan media yang kuat, dapat memperluas gerakan sensor mandiri sehingga jadi literasi media," katanya.
Direktur Utama Kompas TV Rikard Bagun mengatakan, sensor mandiri penting di era digital. Sensor bukan saja tentang film tetapi juga akses konten melalui gawai. LSF kesulitan karena banjirnya konten dan terbatasnya tenaga. Masyarakat harus bersama-sama melakukan sensor dimulai dari diri sendiri.
Perkembangan teknologi menimbulkan banyak konten digital yang dapat diakses melalui gawai. LSF belum memiliki kewenangan menyensor konten digital ini. Konten digital masih menjadi ranah Kementerian Komunikasi dan Informasi.
"Banyak konten yang hanya sensasi, sehingga sulit membedakan dengan yang penting. Sensor bukan hanya gambar tetapi juga kata-kata. Kita bersama-sama harus menelaah dan memilih konten-konten yang sesuai aturan untuk Indonesia yang lebih baik," ucap Rikard.