Awal abad ke-20, tepatnya 28 Oktober 1928, pemuda-pemuda di Tanah Air bersumpah untuk bertanah air, berbangsa, dan berbahasa yang sama: Indonesia. Tinggal di negeri yang sedang terjajah, tak ada pilihan bagi mereka selain bersatu-padu.
Sembilan puluh tahun sesudahnya, hari bersejarah itu kembali dikenang oleh generasi muda. Di Jakarta, 27 Oktober 2018, sekitar 200 pemuda dari berbagai wilayah di Indonesia berkumpul. Mereka hendak mengenang kembali tonggak sejarah itu. Hari berganti, tantangan dan masalah bangsa pun kian kompleks. Dulu, pemuda di Tanah Air memiliki permasalahan yang sama, yakni Belanda.
Sekarang, masalah justru datang dari korelasi antar sesama warga bangsa. Sejumlah hal mengemuka di acara yang dihelat selama dua hari ini (27-28 Oktober 29018), antara lain intoleransi, diskriminasi, dan perundungan terhadap kelompok minoritas.
Untuk itu, kegiatan yang dihelat oleh Aliansi Remaja Independen (ARI) yang bekerja sama dengan sejumlah pihak ini ingin kembali ke dasar: Pancasila.
“Kami menilai Pancasila sebagai solusi atas masalah keberagaman yang ada di Indonesia,” kata Almira Andriani, Wakil Koordinator Nasional ARI.
Itu dimulai dari beragamnya peserta yang hadir di acara ini. Pada rangkaian acara pembukaan, sejumlah teman transjender memeriahkan panggung. Penampil pertama mengenakan pakaian Bali sembari melenggak-lenggok di depan panggung. Di samping itu, juga ditampilkan seni pertunjukan yang menggambarkan betapa rentannya mereka dipersekusi di tengah masyarakat.
“Di sini, kami memberi ruang bagi orang dari latar belakang apa pun untuk berekspresi,” kata Almira.
Acara bertajuk Sumpah Pemuda Milenial III “Merebut Kembali Masa Depan” ini belajar pancasila dengan aktual. Masing-masing peserta dibagi ke dalam lima kelas: ketuhanan, kemanusiaan, persatuan, demokrasi, dan keadilan sosial.
“Mengapa Anda memilih kelas ini?” kata Puspa, yang memfasilitasi kelas persatuan.
Intan, pelajar asal Bekasi curhat tentang iklim pergaulan di sekolahnya. “Di sekolahku, mereka itu cuma mau bergabung dengan orang-orang yang setipe dengan mereka,” kata dia.
Sementara Nanda, peserta dari Aceh menyoroti soal keributan terkait perbedaan tafsir atas ajaran agama yang kian menguat di kampungnya. Dia berharap, masyarakat Indonesia bisa lebih tenang dalam memaknai ajaran agama. “Yang kita butuhkan itu titik berangkat untuk persatuan, bukan soal siapa yang paling benar,” kata dia.
Semangat positif terhadap toleransi justru datang dari Palu, Sulawesi Tengah, kota yang dilanda gempa bulan lalu. Cerita itu diwakili oleh Rahmadiyah Tria Gayathri. Ia sangat merasakan bagaimana kuatnya solidaritas masyarakat Indonesia pascagempa di tempatnya. “Saat itu, semua orang yang datang memberi bantuan tanpa perlu mengetahui kami ini siapa,” kata Rahmadiyah.
Harapan
Di sela-sela diskusi, timbul sejumput harapan dari peserta. Sesuai tajuk, diskusi ini bercertita tentang masa depan, paling tidak masa depan yang dibayangkan oleh milenial.
Mitha Rahmasanti, mahasiswi Universitas Pertamina, Jakarta, misalnya, berharap orang-orang di kampusnya lebih peduli terhadap persoalan bangsa. Bagi mahasiswi semester tiga ini, siklus sebagai mahasiswa tidak harus berjalan secara datar.
“Lulus, kerja, menikah, lalu meninggal? Ayolah! Kita bisa berbuat lebih dari itu,” kata dia.
Roni Noor Adam, mahasiswa asal Surabaya, punya harapan yang sangat aktual. Dia ingin menjadi pegawai negeri sipil. “Akan tetapi, berhubung hari ini sangat banyak yang daftar, sepertinya masa depanku akan sangat ekstrem,” katanya berkelakar.
Pada kesempatan ini, Deklarasi Sumpah Pemuda Milenial turut dirilis. Naskah ini akan dibacakan pada Minggu (28/10/2018), di Monumen Selamat Datang, Jakarta. Berikut isi sumpahnya:
Kami, pemuda Indonesia, mengakui keberagaman masyarakat Indonesia
Kami pemuda Indonesia menjunjung tinggi perdamaian dan kesetaraan
Kami pemuda Indonesia menegakkan perlindungan dan keadilan bagi seluruh rakyat Indonesia
Kami, pemuda Indonesia, mengaku kehidupan berbangsa yang toleran dan adil
Kami, pemuda Indonesia, menjunjung tinggi kebebasan berserikat pemuda
Kami, pemuda Indonesia, berkomitmen untuk terlibat aktif dalam pembangunan
Kami, pemuda Indonesia, menentang segala bentuk kekerasan dan diskriminasi di tanah Indonesia
Kami, pemuda Indonesia, menegakkan kelestarian dan keseimbangan alam di bumi Indonesia
Kami, pemuda Indonesia, berkomitmen merebut kembali masa depan Indonesia yang damai dan sejahtera!