Kisah bagaimana seorang pemuda bernama Ken Arok yang dikisahkan sebagai berandalan bisa menapak ke jenjang kekuasaan sebagai pendiri kerajaan Singasari hidup dalam sejarah Nusantara. Namun ia juga hidup sebagai lakon seni tradisi ketoprak. Lakon ini lah yang Kamis (1/11) malam dipentaskan di Gedung Pusat Perfilman Usmar Ismail, Jakarta.
Pemimpin Redaksi InfoBank Eko B Supriyanto yang selama ini giat menggelar ketoprak dengan menggalang keikut-sertaan sejawatnya para wartawan dan praktisi humas korporasi, berintusisi tajam dengan memilih lakon yang sebenarnya penuh dengan kekerasan ini.
Tersirat pemilihan lakon disertai titipan pesan agar para politisi awas dan menjauhi praktik politik kekuasaan dengan kekerasan. Sebaliknya, jadilah penguasa yang adil dan bekerja untuk kesejahteraan rakyat, tambah Eko selaku Produser Eksekutif.
Didukung oleh sekitar 60 pemain, Eko mengangkat kisah “Ken Arok Berebut Tahhta” yang naskahnya ditulis oleh Aries Mukadi yang juga merangkap Sutradara dalam satu pergelaran yang hidup. Menampilkan antara lain Budi Setyarso (Tempo) sebagai Ken Arok, dan Evi Afiatin Ismail (BPJS Ketenagaakerjaan) sebagai Ken Dedes, dan Andreas Maryoto (Kompas) sebagai Empu Gandring sang pembuat keris maut, lakon populer ini bisa ditampilkan dengan gamblang.
Satu kerepotan adalah pertunjukan yang yang diramaikan oleh dua pelawak Srimulat Tessy dan Polo ini jadi terlalu panjang meski dari sisi humor, “Ken Arok” jurnalis tak kalah lucu dibanding ketoprak profesional. Kondisi sosial, politik, ekonomi, kental mewarnai banyolan.
Selain menjadi bukti keberpihakan pada seni tradisi seperti ketoprak, Panitia juga memberikan hasil pengumpulan dana yang diperoleh untuk membantu korban bencana gempa di Sulawesi Tengah melalui Dana Kemanusiaan Kompas. Untuk seni tradisi, Produser menyerahkan sumbangannya ke Paguyuban Adhi Budaya yang selama ini aktif mementaskan seni tradisi seperti ketoprak, ludruk, dan wayang orang.