Setelah melalui proses panjang, akhirnya Presiden Joko Widodo tatkala menerima rombongan budayawan di Istana Presiden tanggal 11 Desember 2018 merespon aspirasi komunitas wayang dengan menetapkan tanggal 7 November sebagai Hari Wayang. Sepekan kemudian, Wayang Kautaman mementaskan lakon “Smaratapa”, melukiskan babakan penting Ramayana karya Empu Walmiki di Teater Kautaman, Gedung Pewayangan TMII, Jakarta, Minggu (16/12).
Dipimpin oleh Ira Surono sebagai produser, lakon yang disutradarai oleh Nanang Hape berhasil ditampilkan dengan indah, dimulai dengan hilangnya Dewi Sinta karena diculik oleh Raja Alengka, Rahwana. Rama yang kehilangan istrinya, lalu mengutus Anoman, sang kera putih, untuk menemui Sinta dan mengamati kerajaan Alengka. Sang Kera putih dengan kesaktiannya bukan saja berhasil menunaikan misi menemui Dewi Sinta (Fitria Trisna Murti) tetapi juga mempermalukan Rahwana dengan membakar dan mengobrak-abrik Alengka.
Lakon Ramayana yang sudah dikenal baik oleh masyarakat Indonesia ini saat ditampilkan kembali tetap menggugah hati pennonton. Pertama oleh penyutradaraan yang ringkas padat, rapi, namun tidak kehilangan keindahan. Penampilan Anoman (diperankan oleh Sanggita Setyaji) dengan segala polah yang diwujudkan dengan tari wanara yang gesit: meloncat, bergulingan, sungguh sedap dipandang.
Hadir pula petikan adegan menyentuh, yaitu ketika ia menyampaikan titipan dan Rama, dan juga menerima tusuk konde dari Sinta untuk disampaikan kepada Rama sebagai bukti, bahwa dirinya masih baik-baik saja dan tetap setia pada Rama. Anoman menyampaikan, bahwa sesungguhnya ia ingin membawa saja Sinta kembali ke pangkuan Rama, tetapi Sinta memberi isyarat, bahwa ia ingin Rama datang sendiri untuk membebaskannya dari Rahwana.
Tidak kalah menyentuh adalah adegan dan dialog antara Gunawan Wibisana (Wasi Bantolo) dan Kumbakarna (Djoko Narjoto), dua adik rahwana yang terpaksa harus memilih kubu berbeda dan membuat keduanya lalu berada di pihak berlawanan. Geraman dan lenguhan raksasa Kumbakarna sungguh menggetarkan.
Puncak tafsir dan adegan adalah tatkala perang antara Rama (Ali Marsudi) dan Rahwana (Achmad Dipoyono) tak berakhir tuntas. Sementara Sinta yang diperebutkan justru menyongsong gundukan api yang menyala-nyala.
Pergelaran yang juga menandai HUT ke-9 UNIMA (Union Internationale de a Marionette) Indonesia ini juga menampilkan penari cilik dari sejumlah sanggar untuk memerankan para wanara warga Raja Kera Sugriwa yang ikut menyerbut Alengka. Wanara cilik ikut menambah keindahan wayang Kautaman yang musiknya diolah oleh Blacius Subono yang kaya dengan idiom baru.