JAKARTA, KOMPAS — Guru mempunyai peran sentral dalam membentuk karakter bangsa, serta merajut persatuan dan kesatuan negara. Karena itu, peran guru untuk terus mengingatkan keberagaman yang ada di Indonesia kepada para siswa sangat penting. Kemajemukan Indonesia dipahami para siswa sejak dini.
“Tidak ada di dunia ini, negara yang semajemuk Indonesia. Nggak ada,” kata Presiden alam sambutannya di Peresmian Pembukaan Kongres Ke-22 Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) di Jakarta, Jumat (5/7/2019) malam. Hadir pula dalam acara ini Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Muhadjir Effendy dan Sekretaris Kabinet Pramono Anung, serta Ketua Pengurus Besar PGRI Unifah Rosyidi.
Presiden menceritakan pengalaman Afghanistan yang terpecah-belah dan terjerumus dalam perang saudara sampai 40 tahun. Kekacauan di negara tersebut terjadi akibat dua suku yang berkonflik berkepanjangan. Karena itu, Presiden Jokowi mengutip pesan Presiden Afghanistan Ashraf Ghani, supaya menjaga persatuan Indonesia.
Presiden juga menyampaikan keprihatinannya karena ada warga yang tak saling sapa akibat pemilihan bupati, pemilihan gubernur, atau pun pemilihan presiden. Sebab, pemilu adalah proses yang terjadi setiap lima tahun. Karenanya, tidak semestinya pemilu menjadikan antar tetangga atau antar teman tidak saling sapa.
Presiden juga menyampaikan keprihatinannya karena ada warga yang tak saling sapa akibat pemilihan bupati, pemilihan gubernur, atau pun pemilihan presiden.
“Kapan kedewasaan berpolitik kita (muncul). (Pemilu) Biasa itu setiap lima tahun,” tuturnya.
Pemerintah pun mendorong persatuan. Salah satunya adalah menyiapkan infrastruktur yang memungkinkan setiap daerah terhubung. “Membangun infrastruktur bukan hanya hanya urusan ekonomi, bukan hanya masalah transportasi, atau urusan logistik. Dengan adanya infrastruktur, akan semakin kuat persatuan anak bangsa. Karena dari Aceh sampai Papua bisa tersambung, antardaerah bisa terhubung,” tambah Presiden.
Dengan prioritas pembangunan SDM ke depan, Presiden menegaskan peran guru akan semakin sentral. Sebab, kualitas SDM harus dinaikkan secara signifikan mulai usia dini. Pendidikan pun tak hanya dituntut mampu menghasilkan siswa yang berpengetahuan tetapi juga memiliki keterampilan dan berkarakter. Karenanya, guru diharap bisa membentuk karakter dan kepribadian Pancasila dalam setiap diri siswa.
Guru, kata Presiden, adalah agen utama transformasi penguatan SDM Indonesia.
Membenahi sistem
Hal senada dikatakan Wakil Presiden Jusuf Kalla saat menyampaikan sambutan kunci pada Kongres Ke-22 PGRI. Kalla mengatakan, kemajuan suatu bangsa tak hanya ditentukan oleh sistem dan sarana pendidikan, tetapi juga kemampuan serta kualitas guru. Jika pemerintah berupaya membenahi sistem serta sarana untuk meningkatkan mutu pendidikan, guru juga diharapkan mau meningkatkan kapasitas serta wawasan keilmuan.
Kemajuan suatu bangsa tak hanya ditentukan oleh sistem dan sarana pendidikan, tetapi juga kemampuan serta kualitas guru.
"Dari segi pendidikan ada tiga hal yang menentukan majunya suatu bangsa. Pertama tentu kemampuan guru, kualitas guru, kedua sistem pendidikan, dan ketiga sarana pendidikan," kata Kalla.
Pemerintah, lanjut Kalla, sudah berupaya menata sistem pendidikan. Salah satunya dengan merombak kurikulum agar sesuai dengan perkembangan zaman. Menurut dia, kurikulum pendidikan memang harus dibuat fleksibel, karena ilmu pengetahuan dan teknologi berkembang dengan cepat.
Tak hanya itu pemerintah juga berupaya meningkatkan sarana pendidikan. Setiap tahun alokasi APBN untuk pendidikan terus ditingkatkan. Tahun 2019, pemerintah mengalokasikan anggaran Rp 492,55 triliun untuk pendidikan. Naik Rp 48,4 triliun dari anggaran tahun sebelumnya yang ditetapkan sebesar Rp 444,131 triliun.
Namun, upaya pemerintah itu tidak akan ada artinya tanpa kerja sama para guru atau pendidik. Demi meningkatkan mutu pendidikan, para guru juga harus berupaya meningkatkan kemampuan serta wawasan keilmuan. Guru harus mampu menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi terkini.
Demi meningkatkan mutu pendidikan, para guru juga harus berupaya meningkatkan kemampuan serta wawasan keilmuan.
"Memang menjadi guru dewasa ini berbeda dengan masa lalu. Sekarang ini ilmu, teknologi dapat dengan mudah diperoleh di internet. Apabila guru tidak belajar dengan baik, dengan cepat, bisa-bisa muridnya lebih pintar dari gurunya. Banyak pertanyaan murid yang tidak bisa dijawab," kata Wapres Kalla.
Karena itu, Wapres Kalla mengharapkan Kongres PGRI kali ini tidak hanya membahas masalah peningkatan kesejahteraan guru saja. Persoalan bagaimana meningkatkan kualitas guru juga penting dibahas secara serius oleh PGRI.
Seusai acara, Unifah mengatakan salah satu upaya PGRI meningkatkan kompetensi guru adalah dengan membuka Pusat Pembelajaran Cerdas dan Berkarakter (PGRI SLCC). Segala jenis modul, metode, dan program pelatihan sudah diunggah di lamannya.
Meskipun begitu, Kepala SLCC Richardus Eko Indrajit mengungkapkan kendala utama berjalannya pelatihan secara efektif, cepat, dan meluas adalah belum mantapnya motivasi guru. "Masih banyak guru baru mau ikut pelatihan jika ditugaskan oleh kepala dinas, pengawas, atau pun kepala sekolah," ucapnya.
Akibatnya, orang-orang yang kerap ikut pelatihan adalah orang-orang yang sama dan peningkatan kompetensi hanya dialami oleh segelintir guru. Padahal, sejatinya berbagai informasi bermanfaat sudah tersebar di internet. Penggunaannya tidak maksimal karena guru masih gegar budaya digital.