Tentang Hemat Kata
Akronim dan singkatan menjamur dalam bahasa Indonesia. Berhemat kata boleh saja, tetapi jangan berhemat terlalu ketat sehingga menabrak cita rasa berbahasa.
Memungkasi artikelnya, "Hemat Kata" dalam rubrik Bahasa edisi 5 November 2019, André Möller menantang para pembaca memberi penjelasan yang berbeda dengan penjelasannya, mengapa akronim dan singkatan menjamur dalam bahasa Indonesia. Saya setuju dengannya bahwa “para tamu-tamu” dan “istri dari wakil presiden” itu lewah; dengan kata lain lebai atau berlebihan. Cukup “istri wakil presiden” saja. “Para tamu-tamu” juga harus dibetulkan menjadi “para tamu” atau “tamu-tamu”. Kalau mau lebih hemat lagi, “tamu-tamu" dapat diringkas menjadi “tetamu”. Namun, saya tidak terusik oleh kata turun dalam rambu lalin “kurangi kecepatan bila turun hujan” (alinea ke-4). Memang semua orang tahu bahwa hujan itu turun. Tidak ada hujan yang naik, kecuali kalau hujan itu hanya rintik-rintik, berupa gerimis dengan butir-butir air yang halus, dan ada angin yang menerjangnya ke atas. “Hujan turun” itu ungkapan, idiom, yang lazim dalam bahasa Indonesia. Memakai ungkapan itu bagian dari cita rasa berbahasa. Bukantah cita rasa itu tak dapat disawalakan.
Singkatan dan akronim memang bisa membahayakan kesehatan lidah, setidak-tidaknya lidah André. Namun, ada juga akronim yang memudahkan pemahaman maknanya dan pelafazan ucapannya. Dalam bahasa Inggris ada akronim radar, laser, dsb dan ada postmanteau seperti brunch dan Brexit. Dalam bahasa Indonesia juga ada akronim semacam itu, misalnya rudal dan tilang. Tidak semua orang tahu bahwa laser itu akronim dari light amplification by stimulated emission of radiation dan radar ialah akronim radio detection and ranging, bahkan penutur asli bahasa Inggris pun. Namun, mereka--dan bahkan kita pun, yang bukan penutur asli bahasa Inggris--tahu arti kata-kata seperti laser dan radar itu.