Terkait Kontrak London Book Fair, Pemerintah Bisa Dituntut
Kontrak Indonesia sebagai negara fokus pasar London Book Fair berlangsung hingga 2020. Namun, kelanjutan keikutsertaan Indonesia dalam London Book Fair 2020 yang akan dibuka pada 9 Maret mendatang belum jelas.
Oleh
Aloysius Budi Kurniawan
·3 menit baca
YOGYAKARTA, KOMPAS — Pemerintah Indonesia berpotensi dituntut secara hukum jika mengingkari kontrak penyelenggaraan London Book Fair. Kontrak Indonesia sebagai negara market focus atau fokus pasar London Book Fair berlangsung hingga 2020. Namun, kelanjutan keikutsertaan Indonesia dalam London Book Fair 2020 yang akan dibuka pada 9 Maret mendatang belum jelas.
Pihak kontraktor London Book Fair (LBF) sudah memberikan peringatan kepada Indonesia melalui Komite Buku Nasional (KBN) karena minggu ini pembangunan konstruksi stan LBF 2020 akan dimulai. Jika tidak kunjung ada kejelasan soal ini, citra dan reputasi Indonesia tercoreng di tingkat internasional karena tidak menepati janji dan mengingkari komitmen.
Kontrak Indonesia sebagai negara market focus (fokus pasar) LBF ditandatangani Deputi Pemasaran Badan Ekonomi Kreatif Indonesia (Bekraf) Josua PM Simanjuntak dan Direktur Grup Pameran LBF Jacks Thomas dalam nota kesepahaman pada 2018. Masa kontrak itu berlangsung selama tiga tahun dengan tahapan, 2018 sebagai tahun pre-market focus, 2019 sebagai tahun market focus, dan 2020 sebagai tahun post-market focus atau legacy year.
Namun, sebelum masa kontrak itu habis, Bekraf justru melebur masuk ke Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif. Akibatnya, tidak jelas lembaga mana yang akan bertanggung jawab melanjutkan komitmen kontrak ini.
”Indonesia bisa dituntut oleh penyelenggara LBF karena isi kontrak itu sangat mengikat. Perpindahan Bekraf ke lembaga lain tidak bisa dikategorikan sebagai force majeure. Bekraf sendiri sudah membayar sewa lahan pameran di LBF seluas 150 meter persegi. Lalu, uang APBN yang sudah telanjur dikeluarkan ini mau diapakan?” kata Ketua KBN Laura Bangun Prinsloo, Selasa (4/2/2020), saat dihubungi dari Yogyakarta.
Indonesia bisa dituntut oleh penyelenggara LBF karena isi kontrak itu sangat mengikat.
Sesuai dengan isi kontrak, selain membayar uang sewa lahan, Bekraf semestinya masih harus membayar sebesar 60.000 poundsterling Inggris untuk paket iklan, tetapi belum terbayar. Sesuai perjanjian antara Bekraf dengan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Bekraf bertanggung jawab membayar lahan, sementara Kemdikbud membayar stan. Di luar itu, masih ada biaya konstruksi stan.
Ketidakjelasan sikap Pemerintah Indonesia dalam melanjutkan gerakan diplomasi literasi perbukuan sangat ironi dengan deretan pencapaian yang ada. Pada 2015, Indonesia dipercaya sebagai tamu kehormatan Frankfurt Book Fair (FBF) di Frankfurt, Jerman. Ini kesempatan langka mengingat dalam 10 tahun terakhir tidak pernah ada negara di Asia yang tampil sebagai tamu kehormatan selain Indonesia. Karena itulah, empat tahun terakhir banyak negara belajar ke Indonesia untuk menjadi tamu kehormatan FBF.
Setelah Indonesia dipercaya menjadi tamu kehormatan FBF 2015, pada pameran buku LBF 2019 Indonesia dikukuhkan sebagai market focus. Saat ini, Indonesia juga ditawari sebagai tamu kehormatan Beijing Book Fair.
KBN tidak diperpanjang
Meski berkali-kali menjadi rujukan sejumlah negara dalam perhelatan pameran buku dunia, nasib KBN sebagai organisasi penyelenggara pameran-pameran buku di panggung internasional juga tidak jelas. Hingga kini, Surat Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan terkait dengan perpanjangan masa tugas KBN tidak juga diteken Mendikbud Nadiem Makarim.
”Surat keputusan (untuk) kami berakhir Desember 2019 dan kami sudah memberikan laporan kerja kepada Sekretaris Jenderal Kemendikbud pada bulan November 2019. Sekretaris Jenderal Kemendikbud yang lama sudah sepakat menerbitkan SK baru. Tapi, begitu terjadi perombakan struktur Kemdikbud, semuanya berubah,” kata Laura.
Karena belum ada keputusan dari Kemdikbud terkait kelanjutan KBN, Indonesia berpotensi tidak mengikuti beberapa ajang pameran buku di luar negeri.
Karena belum ada keputusan dari Kemdikbud terkait kelanjutan KBN, Indonesia berpotensi tidak mengikuti beberapa ajang pameran buku di luar negeri, seperti LBF pada Maret 2020 dan Bologna Children Book Fair pada April 2020 yang menjadi pasar penjualan buku-buku anak terbesar di dunia.
Menanggapi masalah ini, mantan Wakil Kepala Bekraf Ricky Joseph Pesik, yang kini menjadi Staf Khusus Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Menparekraf) Wishnutama, mengatakan, dirinya baru akan menyampaikan persoalan ini kepada Menparekraf. ”Saya belum bisa memberikan pernyataan apa-apa tentang hal ini,” ucapnya.