Saling Berbagi Pengalaman Di Festival Kepemimpinan Perempuan
Ribuan perempuan berkumpul di Surabaya. Mereka berbagi pengalaman tentang upaya bangkit dari bencana hingga mencegah perkawinan anak.
Oleh
SONYA HELLEN SINOMBOR
·5 menit baca
Ada banyak cara untuk bangkit dari keterpurukan. Tidak mau larut dalam suasana bencana, pascagempa bermagnitudo 7,0 mengguncang Pulau Lombok, Nusa Tenggara Barat, 5 Agustus 2018 lalu, sejumlah perempuan petani di Kabupaten Lombok Utara, Nusa Tenggara Barat turun ke ladang. Mereka mengolah lahan dan menanam tanaman cepat panen.
“Dua hari setelah gempa, kami mencari kacang tanah yang siap dipanen. Kami kemudian menyiapkan pembibitan. Kami mengajak teman-teman lain supaya bangkit lagi semangatnya,” ujar Asiah, Sekretaris Cabang Koalisi Perempuan Indonesia (KPI) Kabupaten Lombok Utara (KLU) pada salah sesi lokakarya “Pertanian Ramah Lingkungan dan Pengolahan Pangan Lokal” di Asrama Haji Sukolilo, Surabaya, Jawa Timur, Jumat (21/2/2020).
Lokakarya ini merupakan rangkaian dari Festival Kepemimpinan Perempuann dan SDGs, serta Kongres Nasional ke-V KPI. Hadir dalam acara ini Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak I Gusti Ayu Bintang Darmawati, Gubernur Jatim Khofifah Indar Parawansa, serta sekitar 1.000 perempuan.
Di lokakarya tersebut, Asiah bercerita bagaimana petani perempuan di desanya yang tergabung di Balai Perempuan (organisasi KPI di tingkat desa/kelurahan) kembali ke ladang. Gerakan ini tidak hanya menghidupkan kelompoknya tetapi juga para perempuan yang lain.
Perempuan petani memiliki peran penting dalam kehidupan masyarakat. Mereka hadir sejak masa prapanen hingga pascapanen.
Apa yang mereka lakukan, membuktikan bahwa perempuan petani memiliki peran penting dalam kehidupan masyarakat. Selain sebagai pilar pengembangan pertanian berkelanjutan, penyedia pangan bagi keluarga, perempuan petani juga memiliki peran utama dalam menentukan perencanaan tanaman (jenis tanaman, pengolahan lahan, waktu tanam, anggaran pengelolaan lahan, perawatan pemeliharaan). Perempuan hadir sejak masa prapanen hingga pascapanen.
KPI Cabang KLU berdiri sejak tahun 2012 dengan anggota sekitar 150 perempuan. Tahun 2019, jumlah anggota naik menjadi 400an perempuan dengan anggota tidak hanya petani, tetapi juga nelayan, pekerja informal, termasuk perempuan-perempuan difabel, janda, dan perempuan lanjut usia. “Perjuangan kami membutuhkan waktu dan perjalanan panjang,” papar Asiah yang juga perempuan petani dari Desa Gondang, Kecamatan Gangga.
Kepada perempuan-perempuan dari berbagai daerah yang hadir di Kongres KPI, dia berbagi pengalaman bagaimana bermitra dengan pemerintah daerah dan kalangan swasta, sehingga mendapat dukungan modal untuk mengembangkan pertanian di daerahnya.
“Menanam dulu. Jangan minta modal atau dana sumbangan apapun kalau kita tidak punya kerjaan. Itulah yang saya sampaikan kepada teman-teman. Tanam dulu, berapa pun lahan yang ada, nanti satu saat dinas pertanian dan dinas-dinas dari kabupaten akan turun,” ujar Asiah yang setiap hari sejak pagi hingga petang tekun bekerja di ladang.
Keberhasilan petani perempuan di KLU tidak lepas dari kerjasama dengan petani laki-laki. Hingga kini dukungan anggaran dari pemerintah dan swasta mengalir. “Daripada kita hanya ngomel-ngomel tanpa tujuan, lebih baik kita bertindak melakukan sesuatu, bikin demplot, membuat lahan percontohan,” papar Asiah.
Bahas berbagai isu
Topik perempuan dan pertanian, hanyalah salah satu sesi berbagai pengalaman pada Festival Kepemimpinan Perempuan dan SDGs tersebut. Sejumlah topik lain yang juga dibahas seperti pengembangan koperasi, pencegahan perkawinan anak, pengalaman Balai Perempuan (BP) KPI dalam menangani masalah-masalah perempuan, perempuan dan budaya serta kain Nusantara, pemanfaatan teknologi informasi dan media sosial untuk perempuan, pengembangan bisnis UMKM, serta kerjasama organisasi perempuan dengan perempuan anggota legislatif.
Masing-masing topik tidak hanya menampilkan perwakilan pemimpin KPI dari sejumlah daerah, tetapi juga menjadi ruang berbagai cerita antarpeserta. Di sesi, pencegahan perkawinan anak, Sekretaris Wilayah KPI Jawa Barat, Darwinih berbagi strategi mencegah perkawinan anak di Jabar. Gerakan ini penting karena berdasarkan data Badan Pusat Statistik tahun 2017, presentasi perempuan usia 20-24 tahun yang umur perkawinan pertamanya di bawah 18 tahun mencapai 27, 20 persen.
Untuk menurunkan angka perkawinan anak di Jabar, sejumlah upaya yang dilakukan KPI Jabar, antara lain dengan membentuk Pusat Informasi Pengaduan dan Advokasi (PIPA) tentang Pencegahan Perkawinan Anak di 15 desa se-Jabar dan membentuk kelompok remaja di 15 desa se – Jabar untuk mensosialisasikan “Stop Perkawinan Anak ke Teman Sebaya”.
Selain itu, KPI Jabar juga membentuk jaringan Stop Perkawinan Anak di wilayah Jabar, dan lima kabupaten, meliputi Indramayu, Bandung, Sukabumi, Cirebon, dan Bogor. Mereka menggelar pula kampanye Stop perkawinan anak di tingkat desa hingga provinsi melalui media arus utama dan media sosial.
Gerakan bersama ini membuahkan perhatian sejumlah pihak. Para pengurus dan anggota KPI Jabar dilibatkan dalam Musyawarah Rencana Pembangunan (Musrenbang) di desa, kecamatan dan kabupaten. Bahkan, tujuh desa di Kabupaten Indramayu berhasil mengakses anggaran dana desa untuk kegiatan pencegahan perkawinan anak.
“Tak hanya itu, 15 desa di wilayah Jabar seperti Kabupaten Indramayu, Bandung, Sukabumi, Cirebon, dan Bogor berhasil mendorong pemerintah daerah setempat untuk menerbitkan Surat Edaran Pencegahan Perkawinan Anak,” papar Darwinih.
Di Surabaya, Yuyun Khoerunisa, Sekretaris Cabang KPI Indramayu juga berbagi pengalaman dalam upaya menggagalkan perkawinan anak di daerahnya yang melibatkan Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DP3A) dan Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A) setempat. Meski sempat mendapat penolakan, perjuangan mereka membuahkan hasil dan pihak pemerintah mendukung perjuangan mereka.
“Kami berpikir ini anak-anak harus diselamatkan karena akan ada hak-hak mereka yang hilang jika mereka dipaksa menikah. Bagaimanapun caranya, kita berusaha selamatkan anaknya, termasuk mendekati anak sebelum mereka dinikahkan,” kata Yuyun.
Sekretaris Jenderal KPI Periode 2014-2019, Dian Kartikasari berharap Festival Kepemimpinan Perempuan dan SDGs serta Kongres Nasional V KPI dapat memberikan sumbangan yang berarti bagi gerakan perempuan, sekaligus sumbangan bagi pembangunan Indonesia dalam mewujudkan penghormatan hak asasi manusia, kesejahteraan dan peningkatan sumber daya manusia.
Kongres KPI ditutup dengan pemilihan Sekjen KPI periode 2020-2025 dan terpilih Mike Verawati. Salah satu misi Mike adalah menguatkan peran dan posisi peran yang berfokus pada potensi individu, dan sumber daya organisasi, yang dimulai dari balai perempuan, cabang, wilayah, hingga nasional.