Diplomasi Literasi Kita: Dibangun Lama, Dihentikan Tanpa Alasan
Perhelatan pameran-pameran buku internasional sangat efektif menjaring peminat hak cipta buku dari berbagai penjuru dunia. Namun, jalan panjang diplomasi yang sudah dirintis ini tak dilanjutkan.
Oleh
·4 menit baca
Tanggal 14-18 Oktober 2020, Kanada akan menjadi tamu kehormatan atau guest of honour Frankfurt Book Fair 2020 di Frankfurt, Jerman. Penetapan Kanada sebagai tamu kehormatan bukanlah keputusan tiba-tiba. Kanada serius mempersiapkan diri sejak beberapa tahun lalu.
Penandatanganan kontrak komitmen Kanada sebagai tamu kehormatan Frankfurt Book Fair (FBF) 2020 sudah berlangsung sejak 6 Oktober 2016. Tahun ini mereka akan mengusung slogan ”Singular Plurality” (Pluralitas Tunggal).
Proses persiapan menjadi tamu kehormatan memang panjang. Selain itu, negara yang ditetapkan sebagai tamu kehormatan mesti memiliki anggaran khusus dana penerjemahan dan minimal memiliki 200 judul buku yang diterjemahkan ke bahasa Jerman.
Untuk memantapkan persiapan, Presiden Kanada FBF 2020 Caroline Fortin bahkan berkali-kali berkonsultasi ke Komite Buku Nasional (KBN) untuk bertanya dan belajar menjadi tamu kehormatan FBF, mulai dari menyiapkan branding (slogan) hingga menerjemahkan 200 judul buku. Indonesia sendiri telah dipercaya sebagai tamu kehormatan FBF pada 2015.
Indonesia adalah satu-satunya negara di Asia Tenggara yang pernah terpilih sebagai tamu kehormatan di ajang pameran buku terbesar dunia tersebut. Karena itulah, negara-negara Asia Tenggara, mulai dari Malaysia, Filipina, Vietnam, hingga Thailand, sering meminta masukan kepada Indonesia.
”Kami dari KBN berkali-kali diundang negara-negara itu,” kata Ketua KBN Laura Bangun Prinsloo beberapa waktu lalu.
Indonesia adalah satu-satunya negara di Asia Tenggara yang pernah terpilih sebagai tamu kehormatan di ajang pameran buku terbesar dunia, Frankfrut Book Fair.
Kehadiran Indonesia dalam FBF semakin mengenalkan karya literasi Indonesia ke panggung dunia. Acara itu dihadiri 7.500 peserta dari 109 negara dan 285.000 pengunjung.
Tamu kehormatan LBF
Selain dipercaya sebagai tamu kehormatan FBF 2015, pada pameran buku London Book Fair (LBF) 2019, 12-14 Maret, Indonesia juga terpilih sebagai negara ”Market Focus” atau negara fokus pemasaran. Masa kontrak Indonesia sebagai ”Market Focus” London Book Fair berlangsung hingga 2020.
Kontrak Indonesia sebagai negara market focus LBF ditandatangani Deputi Pemasaran Badan Ekonomi Kreatif Indonesia (Bekraf) Josua PM Simanjuntak dan Direktur Grup Pameran London Book Fair (LBF) Jacks Thomas dalam nota kesepahaman pada 2018. Adapun masa kontrak tersebut berlangsung selama tiga tahun.
Namun, sebelum masa kontrak itu habis, Bekraf justru melebur masuk ke Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif. Akibatnya, tidak jelas lembaga mana yang akan bertanggung jawab melanjutkan komitmen kontrak ini. Saat dikonfirmasi, Wakil Kepala Bekraf Ricky Joseph Pesik, yang kini menjadi Staf Khusus Menparekraf Wishnutama, tak bisa memberikan keterangan apa-apa.
Apabila komitmen kontrak ini tak dilanjutkan, akan muncul persoalan serius. Konsekuensinya, Pemerintah Indonesia berpotensi dituntut secara hukum karena mengingkari kontrak penyelenggaraan LBF.
Selain tuntutan hukum, hal yang paling merugikan dari ketidakonsistenan ini adalah citra dan reputasi Indonesia di bidang literasi akan tercoreng di tingkat internasional.
Belakangan, muncul kabar Kemenparekraf menyanggupi pembayaran event LBF meski dengan semacam surat jaminan mengingat pembiayaan tersebut belum dianggarkan dalam perencanaan APBN. Namun, bagaimana dan siapa yang akan menangani stan Indonesia di LBF tetap belum jelas.
Ketidakseriusan Indonesia melanjutkan gerakan diplomasi literasi di tingkat internasional juga tampak dari tidak dilanjutkannya surat keputusan masa tugas KBN oleh Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nadiem Makarim.
”Minat baca kita pada buku-buku umum rendah karena memang tidak ada penggalakan budaya bahasa oleh Kemendikbud. Buku-buku yang diurus pemerintah hanya buku-buku sekolah. Buku-buku umum sendiri tidak ada ’gulanya’ sehingga kurang diperhatikan pemerintah,” kata Laura.
Direktur Borobudur Agency, sekaligus anggota Promosi Literasi dan Lisensi Hak Cipta Internasional KBN, Thomas Nung Atasana mengatakan, setelah Indonesia dipercaya sebagai tamu kehormatan pada FBF 2015, banyak penerbit dari luar negeri yang kemudian membeli hak cipta buku-buku Indonesia.
Perhelatan pameran-pameran buku internasional sangat efektif menjaring peminat-peminat hak cipta buku dari berbagai penjuru dunia. Setiap penerbit berusaha mendapatkan hak cipta dari buku-buku laris dunia untuk diterjemahkan ke dalam bahasa mereka. Penerbit juga proaktif menawarkan buku-buku mereka agar bisa diterjemahkan ke beberapa macam bahasa.
Sayangnya, jalan panjang diplomasi yang sudah dirintis KBN sejak beberapa tahun lalu semakin buram setelah SK KBN tak diperpanjang. Tanggal 7 Februari 2020, mereka boyongan meninggalkan kantor Kemendikbud. Setelah dibangun lama, tiba-tiba dihentikan tanpa alasan. Selamat tinggal diplomasi literasi Indonesia….