Pelatihan Apa Pun Dijalani demi Meraih Pekerjaan yang Lebih Baik
Setiap tahun ada belasan perusahaan yang datang ke Balai Besar Rehabilitasi Vokasional Penyandang Disabilitas, Kementerian Sosial di Cibinong untuk merekrut calon-calon pekerja penyandang disabilitas.
Oleh
Sonya Hellen Sinombor
·4 menit baca
”Halo, selamat siang, roasted chicken dengan Siddiek bisa dibantu? Dengan ibu siapa saya berbicara? Apakah sudah pernah memesan melalui call center sebelumnya? Baik kami akan catat datanya terlebih dahulu. Silakan sebutkan nama lengkap ibu. Nomor telepon. Alamat ibu?”
Demikian sebuah suara terdengar di sebuah ruangan di Balai Besar Rehabilitasi Vokasional Penyandang Disabilitas (BBRVPD), Kementerian Sosial (Kemensos) di Jalan SKB No 5 Karadenan, Cibinong, Bogor, Jawa Barat, Sabtu (14/3/2020) siang. Siang itu, Siddiek (30), salah satu penyandang disabilitas sensorik netra, asal Palu, Sulawesi Tengah, sedang latihan menjadi call center di sebuah restoran cepat saji.
”Ibu ingin memesan apa? Baik, kami ada paket hemat 1, 2, 3, dan ada paket combo A,B, C? Untuk paket combo A ibu mendapatkan nasi, dua ayam, dan minuman sprite. Harganya seratus sembilan ribu rupiah. Ibu bayarnya apakah pakai tunai atau kartu. Apakah kami perlu siapkan uang kembalian? Baik ibu, hari ini dengan saya Siddiek, ibu memesan satu paket combo. Paket combo akan tiba tiga puluh menit. Terima kasih telah menghubungi Roasted Chicken.”
Dalam pelatihan tersebut, Siddiek menggunakan komputer yang terhubung dengan alat bantu dengar untuk berkomunikasi dengan pelanggan restoran. Selain Siddiek, di ruangan itu ada juga sembilan peserta lainnya. Kebanyakan peserta lainnya adalah penyandang disabilitas fisik/daksa.
Saya hanya bisa berharap setelah belajar di sini bisa kerja. Di mana saja, yang penting kerja.
Meski membutuhkan waktu sedikit lebih lama dari teman-temannya—yang bisa melihat langsung layar komputer, karena harus membuka aplikasi yang tersedia dan membaca daftar menu melalui alat pendengar—hal itu tidak membuat Siddiek patah semangat untuk berlatih.
”Saya hanya bisa berharap, setelah belajar di sini, bisa kerja. Di mana saja, yang penting kerja,” kata Siddiek, yang sempat bekerja di sebuah lembaga swadaya masyarakat yang bergerak dalam penanganan bencana di Palu.
Asa untuk bekerja sebagai call center juga disampaikan Vike Joseplin (23) dari Bengkulu. ”Saya ingin belajar supaya bisa segera bekerja,” ujar Vike, lulusan Fakultas Teknik, Universitas Muhammadiyah Bengkulu 2019 yang menggunakan protese (anggota badan buatan) sejak sejak kecil.
Sementara di ruangan pelatihan untuk bidang penjahitan, Siti Nurhalifah (20), penyandang disabilitas sensorik rungu wicara asal Lampung, bersama 18 penyandang disabilitas lainnya (rungu wicara dan daksa), juga bersemangat belajar menjahit. Pelajaran menjahit tidak hanya membuat pola, tetapi juga menjahit kemeja. Ada tiga latihan dasar yang harus dilakukan, yakni menjahit secara lurus, sudut, dan bulat. Jika sudah mahir, pelajaran berikutnya cara menjahit saku dalam berbagai bentuk, kemudian menjahit potongan lengan, lalu menjahit
Pertama jahit lurus dulu, kalau sudah pinter baru bikin saku dalam tiga bentuk, yang sulit saku bulat dengan pakai tutup, jahit ptongan lengan, kemudian menjahit kerah (leher kemeja), dan terakhir menjahit sepotong kemeja. ”Yang paling susah pasang kerah,” kata Nurhalifah, yang berharap setelah lulus pelatihan bisa diterima bekerja di perusahaan garmen.
Pelatihan menjadi call center dan penjahit adalah bagian dari program pelatihan BBRVPD Cibinong. Masih ada beberapa pelatihan lain, seperti bidang logam (menjadi operator bubut dan milling, drafter Auto CAD, Las SMAW 4F); bidang otomotif (otomatif roda empat dan roda dua); bidang elektro (perawatan radio, televisi, dan peralatan komunikasi, teknik menggulung dinamo, dan teknik pendingin); bidang komputer (operator, programmer, dan computer troubleshooting), serta bidang desain (grafis dan percetakan).
Disalurkan ke perusahaan
Di balai tersebut, mereka mengikuti pelatihan selama tiga bulan sebelum akhirnya disalurkan ke perusahaan atau lembaga yang membutuhkan. Sudah ada 14 perusahaan yang tergabung dalam Forum Industri Balai Besar Pengembangan Latihan Kerja Provinsi Banten yang datang mengunjungi BBRVPD Cibinong. Perusahaan-perusahaan tersebut antara lain PT Itu Airconco, PT Pantja Simpati, PT Dinamikajaya Bumipersada (ADR Group), PT Adil Mart, PT Busana Remaja Agracipta, PT Jaga Nusantara Satu, PT Tokagi Sran, PT Multi Hidrachrome Industri, PT Tritunggal Sejahtera, PT Vortex Interplasindo, PT ECM Solution Indonesia, PT Sanken, PT Trafindo Group, dan PT Toto Sanitasi.
Bagian perekrutan perusahaan-perusahaan tersebut datang langsung ke balai besar untuk melihat potensi para penyandang disabilitas dan menyesuaikan dengan kebutuhan tenaga di perusahaan mereka. ”Biasanya setiap tahun ada perusahaan-perusahaan yang datang. Bagian apa yang dibutuhkan, itu bergantung pada kebutuhan pasar kerja yang ada. Tahun lalu, paling banyak yang diambil keterampilan jahit, komputer, dan desain gratis,” kata Lulur Yuwono, Kepala Bidang Bimbingan Teknis dan Evaluasi BBRVPD Cibinong.
Menurut Kepala Bagian Tata Usaha BBRVPD Ai Herliyah, jumlah penyandang disabilitas yang berada di balai saat ini 105 orang (77 laki-laki dan 28 perempuan) terdiri dari fisik (64), intelektual (1), sensorik netra (3), dan sensorik rungu wicara (37). Dari jumlah tersebut, paling banyak mengambil pelatihan bidang komputer (32), desain grafis (24), dan penjahitan (19). Sisanya bidang elekronika, otomotif, dan logam.
Sejak 1998 hingga 2020, sebanyak 2.256 orang belajar di balai tersebut. Adapun jumlah yang disalurkan ke perusahaan mencapai 1.045 orang (46,32 persen).
Ke depan, Menteri Sosial Juliari P Batubara berencana melakukan modernisasi balai-balai rehabilitasi milik Kemensos secara bertahap. ”Kedua, saya ingin jumlah penerima manfaat diperbanyak,” kata Juliari.