Gelombang pergerakan warga tetap terjadi di tengah meluasnya persebaran penyakit Covid-19. Sejumlah pondok pesantren memulangkan para santri.
Oleh
Mediana
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Beberapa pondok pesantren secara bersamaan memulangkan santri-santri mereka ke kota asal. Alasan pemulangan bermacam-macam, mulai dari menghindari penyebaran virus korona baru di dalam komplek hingga peniadaan ujian nasional. Kendati demikian, mereka tetap memperkenankan para santri yang ingin tinggal di pondok pesantren.
Ainur Rofiq Al Amin, pengasuh Asrama Al Hadi 2 Pondok Pesantren Bahrul Ulum, Tambakberas, Jombang, Jawa Timur, Jumat (27/3/2020), saat dihubungi dari Jakarta, mengatakan, jadwal pemulangan santri berlangsung 27-29 Maret 2020. Para santri kembali ke pesantren lagi pada 2 Juni 2020.
Bagi para santri asal Jawa Timur, pemulangan dilakukan memakai bus khusus. Sementara itu, santri-santri dari luar Jawa Timur diantar pulang sampai ke bandara.
Para santri yang pulang ke daerah asal terlebih dulu dikarantina selama 14 hari sembari mengikuti kegiatan mengaji dan olahraga. Kegiatan belajar-mengajar ditiadakan. Selama masa karantina di dalam pesantren, Ainur mengklaim, santri- santri tersebut sehat.
Saat pembatalan UN diumumkan, banyak pesantren berubah pikiran dan memutuskan memulangkan santri-santri mereka.
Total santri di Pondok Pesantren Bahrul Ulum mencapai sekitar 14.000 santri. Setengah di antaranya telah dipulangkan oleh pengurus dan sisanya memutuskan tetap tinggal atau pulang dijemput orangtua.
Berdasarkan keputusan yayasan, pemulangan bertujuan untuk mengantisipasi penyebaran penyakit Covid-19. Ketika tiba di rumah masing-masing, orangtua santri diminta melaporkan perkembangan kesehatan anak kepada pengurus pesantren.
Surat edaran ke pesantren
Ketua Rabhithah Ma’ahid Islamiyah Nahdlatul Ulama (asosiasi pesantren NU) Abdul Ghaffar Rozin mengatakan, pihaknya menyiapkan dua opsi untuk menyikapi pandemi Covid-19 melalui surat edaran kedua tentang protokol penyebaran coronavirus disease 2019 (Covid-19) kepada pondok pesantren-pondok pesantren. Surat edaran dikeluarkan tanggal 16 Maret 2020.
Opsi pertama, pesantren diperkenankan tidak memulangkan santri, tetapi membatasi mereka keluar-masuk pesantren. Opsi ini hanya cocok untuk pesantren yang tertutup dan satu kompleks dengan sekolah. Sementara opsi kedua adalah pesantren dapat memulangkan santri dengan cara tertentu. Sebelum memulangkan santri, pengurus pesantren harus menyosialisasikan perihal virus korona baru beserta cara penularannya dan menerapkan standar kesehatan.
Total ada 23.000 pesantren di bawah koordinasi Rabhithah Ma’ahid Islamiyah Nahdlatul Ulama. Sebelum ada pengumuman pembatalan pelaksanaan ujian nasional (UN) dari pemerintah, Selasa (24/3/2020), kebanyakan pesantren memilih opsi pertama.
Namun, saat pembatalan UN diumumkan, banyak pesantren berubah pikiran dan memutuskan memulangkan santri-santri mereka. Selain peniadaan UN, pemulangan juga diperkuat dengan selesainya proses belajar dan libur Ramadhan.
”Sebagian besar santri sudah dipulangkan. Sebagian lagi sedang proses sampai beberapa hari ke depan,” ujar Abdul.
Sekretaris Yayasan Pondok Pesantren Raudlatul Ulum 1 Ganjaran, Gondanglegi, Malang, Jawa Timur, Muhammad Adib menceritakan, kegiatan belajar-mengajar di kompleks pesantren tetap berlangsung mengikuti protokol kesehatan yang diinstruksikan pemerintah. Namun, pengurus telah menimbang perlunya percepatan libur dan pemulangan santri. Alasannya adalah keterbatasan di pondok pesantren.
”Kultur dan relasi sosial di lingkungan kami memang berbeda. Keseharian di sini berbaur dengan penduduk sekitar. Rata-rata santri makan di rumah-rumah penduduk sekitar. Pesantren pun susah membendung tamu yang masuk karena sehari-hari memang sudah biasa terbuka,” katanya.
Untuk masa libur, pengurus Pondok Pesantren Raudlatul Ulum 1 Ganjaran menerapkan libur selama tiga bulan. Santri yang pulang ke daerah asal dijadwalkan kembali pada tanggal 15 Syawal atau awal Juni 2020.
Meski demikian, ada 5 persen dari total 813 santri yang tetap bertahan di pondok pesantren. Alasan mereka tetap tinggal bermacam-macam, seperti daerahnya sudah ditutup, tidak punya keluarga, keputusan pribadi, dan diminta tetap tinggal.
”Selama di pesantren, mereka tentunya tetap di bawah pengawasan agar mematuhi protokol pencegahan penyakit Covid-19,” kata pria yang biasa dipanggil Gus Adib itu.
Sekretaris Direktorat Jenderal Pendidikan Islam Kementerian Agama Imam Safe’i saat dikonfirmasi membenarkan adanya keputusan tersebut. Beberapa pesantren telah memulangkan santrinya sebelum ada isu pemerintah mengeluarkan larangan mudik. Ada pula beberapa pesantren yang ketat meminta santrinya tetap tinggal di asrama, diisolasi tidak boleh keluar, dan tidak menerima kunjungan dari luar.
Dia mengatakan, pihaknya tidak mendata pesantren yang memulangkan ataupun mengisolasi santri. Kendati demikian, dia menyebutkan, ada pesantren yang melaporkan perkembangan kebijakannya menyikapi pandemi Covid-19.
”Keputusan memulangkan ataupun tidak, saya rasa pimpinan pesantren sudah mempertimbangkan risiko secara matang. Saya memahami setiap keputusan, baik memulangkan santri maupun tidak memulangkan santri. Intinya, semuanya telah berikhtiar dan berhati-hati mencegah penyebaran penyakit Covid-19,” tutur Imam.