Fungsi Pers Sangat Strategis pada Masa Krisis Covid-19
Perusahaan pers bukan hanya mempunyai fungsi ekonomi tetapi juga fungsi sosial untuk menyebarkan informasi, mendidik, memberi hiburan, dan kontrol sosial. Fungsi sosial ini semakin penting di masa krisis akibat Covid-19.
Oleh
Yovita Arika
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS-Fungsi pers sangat strategis dalam penanganan bencana nasional akibat Covid-19. Pers menjadi penyedia informasi yang aktual dan kredibel di tengah gempuran berita-berita palsu di media sosial yang bisa menghambat upaya penanganan Covis-19. Pemberitaan pers yang mencerahkan dan menyejukkan bahkan semakin relevan pada situasi krisis seperti sekarang ini.
Masyarakat tidak hanya membutuhkan informasi mengenai perkembangan penanganan kasus Covid-19 dan sosialisasi langkah-langkah yang dilakukan pemerintah, tetapi juga informasi yang memberi harapan. Di tengah situasi krisis ini, masyarakat juga membutuhkan hiburan dan berita-berita yang menumbuhkan semangat dan optimisme.
“Pers sangat diperlukan saat ini, untuk menyampaikan informasi tentang Covid-19 meski sudah selalu disampaikan. Ini penting untuk membuat masyarakat tetap waspada, juga berita yang memberi harapan, tentang mereka yang sembuh (dari Covid-19), informasi yang menghibur, yang menonjolkan humanisme, agar masyarakat tetap tenang,” kata dosen Ilmu Komunikasi Universitas Terbuka Dian Budiargo di Jakarta, Selasa (14/4/2020).
Apalagi saat ini, kata Dian, terjadi krisis komunikasi di pemerintah yang bisa menyebabkan kepercayaan masyarakat kepada pemerintah berkurang. Dalam kondisi seperti ini, peran pers selain sebagai kontrol pemerintah juga memberikan informasi yang akurat agar masyarakat tahu dan mengerti langkah yang harus mereka lakukan untuk mencegah penyebaran Covid-19.
Ketua Umum Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Abdul Manan pun mengatakan, dalam masa krisis akibat pandemi Covid-19 ini, posisi dan nilai media justru sangat penting dan strategis. “Karena fungsinya adalah membangun awareness (kesadaran), kepedulian, termasuk untuk menyumbang (menggalang dana), dan tentu saja juga mengontrol pemerintah,” kata dia.
Berusaha bertahan
Ketua Harian (bukan Wakil Ketua Umum seperti diberitakan sebelumnya) Serikat Perusahaan Pers (SPS) Januar Primadi Ruswita mengatakan, perusahaan pers berusaha tetap menjalankan peran dan fungsinya tersebut meski terdampak krisis akibat pandemi Covid-19. Krisis ini semakin memukul perusahaan pers, terutama media cetak yang telah mengalami krisis akibat kenaikan harga, penurunan pendapatan iklan, dan disrupsi teknologi.
“(Harian) Pikiran Rakyat sudah mengurangi halaman, menjadi 16 halaman, dan tidak terbit pada hari Minggu. Kami mencoba bertahan dari situ dulu, 3-4 bulan lagi belum tahu akan seperti apa (cara bertahannya),” kata Januar yang juga Direktur Bisnis Harian Pikiran Rakyat ini.
Dia mengatakan, pendapatan iklan merupakan penopang utama kehidupan perusahaan pers, dan untuk media cetak, kertas koran merupakan komponen besar dalam biaya produksi. Dia mencontohkan, kebutuhan kertas untuk terbit 16 halaman mencapai 150 ton per hari. Dengan harga kertas Rp 10.000 per kilogram, setelah naik Rp 250 per kg, sehari butuh Rp 1,5 miliar, belum biaya produksi lainnya.
“Dulu (sebelum pandemi Covid-19) masih ada tambahan pemasukan dari bisnis penyelenggaraan acara (event organizer) dan juga pelatihan-pelatihan untuk menutup penurunan iklan. Tetapi sekarang semua itu berhenti. Ini sudah mulai ada yang menawarkan pensiun dini untuk karyawannya, juga pemotongan gaji ,” kata Januar tanpa memerinci lebih lanjut.
Kondisi tersebut tercermin di Posko Pengaduan Jurnalis yang dibuka Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Pers dan AJI Jakarta sejak 6 April lalu. Hingga Selasa (14/4), sebanyak 17 wartawan mengadukan pemotongan gaji, penundaan pembayaran gaji, dan pemutusan hubungan kerja yang dilakukan perusahaan mereka. LBH Pers menyediakan pengacara untuk mendampingi para wartawan tersebut.
“Kebutuhan dasar jurnalis harus terpenuhi sebelum mereka melakukan pekerjaannya. Ini akan memengaruhi kualitas kerja jurnalis. Tanpa jurnalis sejahtera, tidak ada jurnalisme yang bagus. Semua sektor memang terdampak akibat Covid-19 ini, tetapi konsekuensi ini seharusnya dibicarakan dengan karyawan,” kata Direktur LBH Pers Ade Wahyudin.
Ketua Umum Asosiasi Media Siber Indonesia (AMSI) Wenseslaus Manggut menambahkan, iklan ke media siber pun terus turun, saat ini turun hingga 30 persen dibanding sebelum pandemi Covid-19. “Kita belum tahu kapan ini akan berakhir, yang jelas perusahaan pers harus diselamatkan, jurnalisnya harus diselamatkan agar bisa menjalankan tugas dengan baik,” kata dia.
Wakil Ketua Dewan Pers Hendry Ch Bangun pun mengatakan, menyelamatkan perusahaan pers berarti menyelamatkan pers yang mempunyai fungsi dan peran penting di masyarakat. “Tidak terbayang jika tidak ada pembanding atas berita-berita palsu yang membanjiri masyarakat,” kata dia.
Insentif
Januar, Abdul Manan, Wenseslaus, dan Hery berharap pemerintah memberikan insentif bagi perusahaan pers agar dapat bertahan dan menjalankan fungsinya dengan baik. Permintaan bantuan ini, kata Abdul Manan, ditujukan ke negara, melalui pemerintah. “Negara punya kewajiban melindungi semua entitas di dalamnya, termasuk pers,” dia.
Menanggapi usulan insentif untuk perusahaan pers yang diajukan Dewan Pers Sabtu (11/4) lalu, Sekretaris Kemenko Perekonomian Susiwijono mengatakan, semua usulan insentif masih dalam proses pembahasan dan pendalaman lebih lanjut. Pemberian insentif harus mempertimbangkan dampak ekonomi dan keberlanjutan fiskal di tengah pandemi Covid-19.
Abdul Manan dapat memahami jika pemerintah masih mengkaji usulan-usulan tersebut. Namun dia berharap pemerintah lebih radikal dalam upaya membantu perekonomian yang terdampak krisis akibat pandemi Covid-19, termasuk media. “Semoga pemerintah bisa mempertimbangkan aspek strategis dari sebuah industri dalam memberikan insentif,” kata dia.
Januar berharap, insentif bisa dimulai dari pembebasan pajak pertambahan nilai (PPn) kertas koran. "Ini sudah lama kami perjuangkan, kalau ada subsidi lebih bagus. Fungsi-fungsi luhur pers untuk menyampaikan informasi, edukasi, hiburan dan kontrol sosial juga sulit terpenuhi, manakala industri pers makin sulit beroperasi, bahkan terancam bangkrut,” kata Januar.