Hati-hati Sebar Infodemik, Salah Sebar Info Hoaks Bisa Akibatkan Kematian
Peredaran hoaks yang sudah telanjur tersebar akan sulit ditarik kembali. Oleh karena itu, di masa pandemi Covid-19, siapa pun harus berhati-hati menyebarkan informasi.
Oleh
DEONISIA ARLINTA
·2 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Peredaran masif infodemik atau informasi terkait pandemi yang tidak benar bisa menambah situasi di tengah masyarakat menjadi semakin buruk. Selain menimbulkan keresahan berlebihan, infodemik juga bisa berakibat fatal hingga menyebabkan korban meninggal.
Pendiri Masyarakat Anti Fitnah Indonesia (Mafindo), Harry Sufehmi, dalam konferensi pers tanpa tatap muka di Jakarta, Sabtu (18/4/2020), menuturkan, infodemik turut memperburuk situasi pandemi saat ini. Infodemik ini tidak menolong masyarakat untuk mengatasi pandemi, tetapi justru semakin memperparah kondisi.
”Infodemik ini bisa berakibat fatal sampai menyebabkan korban nyawa. Misalnya, informasi yang tidak benar mengenai obat, padahal itu hoaks. Ada hoaks soal penggunaan bawang putih untuk menyembuhkan (Covid-19). Ini juga termasuk hoaks yang menimbulkan kepanikan masyarakat yang sebenarnya cukup susah karena wabah ini,” katanya.
Untuk itulah, ujar Harry, masyarakat perlu lebih cerdas dan bijak saat menerima dan membagikan informasi. Apabila ketika membaca informasi langsung menimbulkan emosi, marah, kegusaran, dan ketakutan, artinya informasi itu perlu dikonfirmasi kembali. Masyarakat perlu tahu benar dari mana asal informasi tersebut, sumber dari informasi, serta kebenaran dari isi informasi.
Direktur Operasional Mafindo Dewi Sari menyebutkan, berdasarkan catatan Kementerian Komunikasi dan Informatika, hingga Jumat (17/4/2020) terdapat setidaknya 556 hoaks yang berhubungan dengan Covid-19. Sementara dari pemeriksaan fakta secara spesifik oleh Mafindo, ada 301 berita hoaks yang tercatat sebagai disinformasi dan misinformasi terkait Covid-19.
”Dari Facebook sejak Januari tercatat ada 127 hoaks dan dari Whatsapp ada 75 hoaks. Ini menunjukkan betapa besar pengaruh media sosial, khususnya Whatsapp dan Facebook, dalam menyebarkan hoaks,” ujarnya.
Ketua Umum Siberkreasi Hermann Josis Mokalu atau Yosi ”Project Pop” menambahkan, apabila hoaks sudah telanjur tersebar, akan sulit ditarik kembali. Untuk itu, mencegah menyebarkan berita tidak benar akan lebih mudah dibandingkan dengan mengklarifikasi atau menghapus berita yang sudah telanjur tersebar.
”Kita harus bertanggung jawab akan apa yang kita bagikan dalam media sosial. Seberapa banyak jumlah followers di media sosial kita, artinya kita sudah jadi influencer bagi pengikut kita tersebut. Jadi, penting sekali untuk menyaring terlebih dahulu informasi yang diterima sebelum kemudian dibagikan ke orang lain,” tuturnya.