Dewan Etik Komisi Perlindungan Anak Indonesia menyimpulkan bahwa pernyataan fenomenal Komisioner KPAI Sitti Hikmawatty beberapa waktu lalu merupakan bentuk pelanggaran etika pejabat publik.
Oleh
Sonya Hellen Sinombor
·5 menit baca
JAKARTA, KOMPAS – Rapat Pleno Komisi Perlindungan Anak Indonesia mengusulkan pencopotan Sitti Hikmawatty sebagai komisioner di lembaga tersebut kepada Presiden Joko Widodo karena dinilai melakukan pelanggaran etika pejabat publik. Pemberhentian komisioner dari lembaga negara independen itu diharapkan menjadi pelajaran berharga bagi pejabat publik supaya berhati-hati menyampaikan pernyataan ke publik.
“Keputusan ini juga untuk menjaga marwah lembaga Komisi Perlindungan Anak Indonesia. Kami berharap ini pertama dan terakhir terjadi,” ujar Ketua Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), Susanto dalam pernyataan pers di Jakarta, Kamis (23/4/2020) bersamaan dengan penyampaian Hasil Pemeriksaan Dewan Etik KPAI terhadap Sitti Himawatty.
Seperti diberitakan sebelumnya, Sitti diperiksa oleh Dewan Etik karena dalam pernyataannya di media daring Tribunjakarta.com berjudul “KPAI Ingatkan Wanita Berenang di Kolam Renang Bareng Laki-laki Bisa Hamil, Begini Penjelasannya”. Berita yang dimuat tanggal 21 Februari 2020, menurut Dewan Etik menimbulkan reaksi publik yang luas, bukan hanya dari publik dalam negeri tetapi juga luar negeri, terutama dalam bentuk kecaman dan olok-olok yang berdampak negatif bukan hanya terhadap komisioner yang bersangkutan tetapi juga bangsa dan negara.
Dewan Etik menyimpulkan bahwa pernyataan tersebut merupakan bentuk pelanggaran etika pejabat publik.
Dewan Etik KPAI yang diketuai I Dewa Gede Palguna, dengan anggota Yosef Adi Prasetyo dan Ernanti Wahyurini dalam keterangan yang disampaikan Kamis siang, dalam keputusannya menyatakan berdasarkan hasil pemeriksaan terhadap Sitti, Dewan Etik menyimpulkan bahwa pernyataan tersebut merupakan bentuk pelanggaran etika pejabat publik.
Hal itu, mestinya dijunjung tinggi oleh setiap anggota atau komisioner KPAI, dalam hal ini pelanggaran terhadap prinsip integritas, kepantasan, kesaksamaan, dan kolegialitas karena pernyataan tersebut. Hal itu terjadi, menurut Palguna, karena lemahnya kompetensi yang bersangkutan yakni kompetensi teknis, etika, dan kepemimpinan.
Terkait pernyataan tersebut, Dewan Etik setelah bekerja sekitar satu bulan, pada 16 Maret 2020 lalu merekomendasikan Rapat Pleno KPAI meminta kepada Sitti secara sukarela mengundurkan diri dari jabatannya sebagai anggota KPAI atau Rapat Pleno KPAI memutuskan mengusulkan kepada Presiden untuk memberhentikan tidak hormat komisioner yang bersangkutan.
Tidak akui bersalah
Palguna menyesalkan, selama pemeriksaan berlangsung Sitti tetap tidak bersedia mengakui kesalahannya meskipun Dewan Etik telah berkali-kali memberikan kesempatan untuk itu. Pendekatan itu dilakukan karena yang bersangkutan mengaku sebagai akademisi. “Meskipun Dewan Etik secara persuasif mengatakan kepada komisioner terduga bahwa dalam dunia akademik mengakui kesalahan bukanlah kesalahan,” ujar Palguna.
Ketika ditanya apakah tidak ada alasan pemaaf untuk yang bersangkutan, Palguna menegaskan pihaknya sudah memeriksa dengan seksama pelanggaran kode etik tersebut. “Seingat saya lebih dari dua kali dalam pemeriksaan, kami menanyakan kepada yang bersangkutan apakah Ibu sampai saat ini masih meyakini dengan kebenaran pernyataan yang disampaikan? Jadi yang bersangkutan tetap menganggap hanya pernyataan itu tidak tepat disampaikan, bukan karena pernyataan itu salah,” ujar Palguna.
Padahal, jika yang bersangkutan mengatakan mohon maaf dan menyatakan permohonan maaf pada publik karena membuat pernyataan keliru, kemungkinan ada pertimbangan yang berbeda.
Tidak bersedianya yang bersangkutan untuk mengakui kesalahan, justru menjadi alasan pemberatan bagi Dewan Etik untuk merekomendasikan pemberhentian. Namun, meskipun bukti pelanggaran etik tidak terbantahkan, Dewan Etik menilai ada hal yang meringankan Sitti, yakni sikap sopan yang bersangkutan selama memberikan keterangan kepada Dewan Etik.
“Karena itulah, kami tanpa ada perbedaan pendapat merekomendasikan untuk memberikan kesempatan kepada Sitti secara sukarela mengundurkan diri dari jabatan sebagai anggota KPAI,” kata Palguna.
Yosef menyatakan dari pemeriksaan yang dilakukan, Dewan Etik menemukan pelanggaran yang dilakukan Siti, adalah masalah etik, selaku pejabat publik membuat pernyataan kontroversial yang tidak ada dasarnya. Yang bersangkutan malah menyampaikan minimal memiliki dua jurnal yang menjadi dasar pernyataannya.
“Dalam sidang etik kami meminta yang bersangkutan menunjukkan jurnal apa itu, yang bersangkutan menyatakan belum membaca secara lengkap, kira-kira ada seribu tulisan dalam jurnal daring. Ternyata ketika diminta tunjukkan satu contoh, ternyata kasusnya anak tikus. Nah apa relevensi dengan kolam renang,” ujar Yosef seraya menyatakan hal tersebut tidak bisa dijadikan dasar bahwa perempuan berenang di dalam kolam renang dengan laki-laki bisa hamil.
Menanggapi rekomendasi Dewan Etik KPAI, Susanto menyatakan sembilan anggota KPAI dalam Rapat Pleno 17 Maret 2020, setelah mendengarkan laporan Dewan Etik, pihaknya memutuskan bahwa delapan komisioner menerima rekomendasi Dewan Etik yakni yang bersangkutan meminta waktu untuk berpikir, apakah memilih mengundurkan diri atau diberhentikan tidak hormat. Sitti diberikan waktu hingga Senin (23/3/2020) jam 13.00 WIB.
“Tapi hingga Senin 23 Maret KPAI tidak menerima surat pengunduran diri dari yang bersangkutan, bahkan sampai sore menunggu surat tersebut tapi juga kami tidak menerima surat pengunduran diri yang bersangkutan. Maka merujuk keputusan pleno, KPAI menyampaikan usulan pada Presiden untuk memberhentikan yang bersangkutan sebagai anggota KPAI,” kata Susanto, seraya menyatakan surat kepada Presiden disampaikan melalui Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak.
Menolak
Menanggapi Keputusan Dewan Etik, Siti yang dihubungi, Kamis malam menegaskan tidak akan menerima keputusan tersebut. “Intinya saya menolak,” ujarnya seraya berjanji akan memberikan keterangan pada Jumat (24/4/2020).
Siti adalah komisioner KPAI Periode 2017-2022 yang terpilih mewakili unsur dunia usaha. Di KPAI dia dipercaya menjadi Komisioner Penanggung Jawab Bidang Kesehatan dan Narkotika, Psikotropika dan Zat Adiktif (Napza). Siti adalah alumni Akademi Gizi Bandung Departemen Kesehatan, kemudian melanjutkan kekhususan bidang Gizi klinik di Universitas Indonesia, dan melanjutkan pendidikan magisternya di Universitas Negeri Jakarta (UNJ) dengan program studi Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD).