Tahun ajaran 2020/2021 tetap akan dimulai pertengahan Juli 2020. Namun, pemerintah diminta berhati-hati benar untuk tidak membuka sekolah terlebih dulu sebelum kasus Covid-19 di Indonesia benar-benar reda.
Oleh
Mediana, Yovita Arika
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan tidak mengubah kalender akademik pendidikan pada masa pandemi Covid-19 ini. Tahun ajaran 2020/2021 tetap dimulai pertengahan Juli 2020, sedangkan pembukaan kembali sekolah menunggu kondisi aman dari pandemi sesuai keputusan Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 dan Kementerian Kesehatan.
Menyikapi keputusan ini, Komisioner Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), Retno Listyarti, berpendapat, apa pun skenario yang dipilih pemerintah, KPAI meminta pemerintah daerah dan pusat benar-benar memperhatikan pemenuhan hak-hak anak. Salah satunya adalah memastikan sekolah-sekolah disterilisasi.
”Sterilisasi harus dipastikan sesuai protokol kesehatan, apalagi bagi sekolah-sekolah yang digunakan sebagai ruang isolasi orang dalam pemantauan Covid-19,” ujarnya saat dihubungi, Senin (11/5/2020), di Jakarta. Selain sterilisasi, jumlah siswa dalam satu ruang kelas mesti dibatasi dan dilakukan pemendekan jam belajar sampai tak ada tambahan kasus.
Sementara itu, peneliti sosiologi pendidikan di Pusat Penelitian Kependudukan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia, Anggi Afriansyah, berpendapat, membuka sekolah sangat berisiko. Dibukanya sekolah tanpa memperhitungkan berbagai risiko justru akan menambah kluster baru penyebaran Covid-19.
Dia menyarankan agar pemerintah bersabar. Memundurkan waktu pembukaan sekolah dan tetap melaksanakan pembelajaran jarak jauh lebih baik.
”Risiko terpapar anak tinggi, terutama bagi mereka yang harus menggunakan transportasi publik. Kondisinya berbeda dengan anak-anak keluarga menengah atas yang menggunakan transportasi pribadi yang relatif lebih aman. Apabila ada kasus, anak dari kelompok itu lebih mudah dilacak asal penyebab,” ujarnya.
Disisi lain, dia mengingatkan, kondisi sekolah di Indonesia beragam. Ada banyak sekolah memiliki jumlah siswa banyak di kelas sehingga sulit menjaga jarak. Ada pula sekolah tidak memiliki tempat cuci tangan, sabun, hand sanitizer, dan alat pengecek suhu yang memadai. Dia tidak yakin pembukaan kembali sekolah akan efektif.
Bawa konsekuensi
Sebelumnya, Pelaksana Tugas Direktur Jenderal Pendidikan Anak Usia Dini, Pendidikan Dasar, dan Pendidikan Menengah Kemdikbud Hamid Muhammad mengatakan, sekolah dibuka lagi paling cepat pertengahan Juli 2020, tetapi harus dilihat kondisi pandemi Covid-19 ini.
”Kami hanya menyiapkan syarat dan prosedur. Terkait kondisi kesehatan dan keamanan selama pandemi, itu ada di Gugus Tugas dan Kementerian Kesehatan,” katanya.
Menunda atau memundurkan tahun ajaran baru membawa sejumlah konsekuensi meski opsi ini pernah dilakukan pada 1978 saat tahun ajaran baru diundur dari Januari ke Juli. Selain harus disesuaikan dengan pendidikan tinggi, penundaan tahun ajaran baru menambah biaya, terutama bagi siswa di sekolah swasta.
Estimasi optimistis sekolah dibuka pertengahan Juli tetap mengacu protokol kesehatan. Jika pertengahan Juli kasus Covid-19 masih tinggi dan pembatasan sosial masih diberlakukan, pembelajaran jarak jauh tetap dilanjutkan. Sementara, skenario kedua adalah pembukaan sekolah dilakukan secara parsial sesuai kondisi setiap daerah. Jika suatu daerah sudah dinyatakan aman, sekolah bisa dibuka. Sementara, daerah yang belum aman tetap melanjutkan pembelajaran jarak jauh.
Ketua Umum Ikatan Guru Indonesia (IGI) M Ramli Rahim menegaskan, pihaknya sepakat sekolah dibuka kembali jika tidak ada tambahan kasus baru. Akan tetapi, jika masih ada potensi tambahan kasus baru, IGI tidak merekomendasikan sekolah dibuka lagi. ”Jangan sampai siswa dan guru menjadi korban selanjutnya,” ujarnya.
Ramli berharap, pemerintah harus serius mencermati perkembangan kasus Covid-19. Apalagi perkembangannya setiap hari berlangsung secara nasional.
PJJ menggunakan model apa pun memang belum efektif 100 persen. Namun, itu upaya lebih baik ketika perkembangan Covid-19 masih berkepanjangan.
Pemerintah disarankan pula menggeser tahun ajaran baru 2020/2021 yang sekitar Juli 2020 menjadi 2021. Pergeseran ini tetap harus memastikan guru-guru honorer memperoleh jaminan hidup minimal. Guru-guru di sekolah swasta harus mendapat jaminan kebutuhan dasar mereka terpenuhi.
Sebelumnya, Sekretaris Kementerian Koordinator bidang Perekonomian Susiwijono mengatakan, pihaknya secara intens mengkaji kebijakan menjelang, selama, dan setelah pandemi Covid-19. Salah satu kajian awal pemerintah adalah tempat-tempat kebudayaan dan sekolah mulai dibuka kembali dengan tetap menerapkan pembatasan sosial dan penyesuaian pada 15 Juni 2020.