Sedini Mungkin, Cegah Kekerasan Terhadap Perempuan dan Anak
Masa pembatasan sosial yang berkepanjangan membuat para perempuan dan anak rentan mengalami kekerasan di rumah. Mereka membutuhkan perhatian dari semua pihak, terutama pemerintah.
JAKARTA, KOMPAS – Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak I Gusti Ayu Bintang Darmawati meminta agar kekerasan terhadap perempuan dan anak di masa pandemi Covid-19 dicegah dan diantisipasi sedini mungkin oleh semua pihak. Apalagi kasus kekerasan dalam rumah tangga, terus meningkat dan menimpa perempuan-perempuan pada saat berdiam diri di rumah selama pembatasan sosial berlangsung.
“Karena itulah selama pandemi Covid-19, Kementerian PPPA mengoptimalkan layanan pengaduan, agar bisa diakses oleh perempuan dan anak yang mengalami kekerasan,” ujar Bintang, saat dihubungi akhir pekan di Jakarta.
Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenPPPA) menjadi bagian dari Sistem Layanan Nasional untuk Kesehatan Jiwa (SEJIWA), dengan melakukan optimalisasi layanan pengaduan yang disesuaikan dengan protokol pencegahan penyebaran Covid-19. Layanan dapat diakses melalui web browser (http://bit.ly/kamitetapada), surat elektronik (pengaduan@kemenpppa.go.id) dan telepon (0821-2575-1234, 08111922911, atau 119 ext 8).
Sejauh ini layanan psikologi di hotline 119, yang dikelola KemenPPA, Kantor Staf Presiden, bersama Kementerian Komunikasi dan Informatika, Himpunan Psikologi Indonesia, dan Telkom, sejauh ini menerima pengaduan masyarakat yang memiliki kecemasan kekhawatiran, ketakutan, karena pandemi Covid-19, serta serta permasalahan psikologis karena konflik keluarga/lama tinggal di rumah.
Situasi pandemi yang mengharuskan diam di rumah membuat orang tua, terutama ibu memiliki beban besar dan berada dalam situasi berat.
Situasi pandemi yang mengharuskan diam di rumah membuat orang tua, terutama ibu memiliki beban besar dan berada dalam situasi berat. Situasi di rumah membuat perempuan rentan mengalami kekerasan dalam rumah tangga.
Untuk membantu keluarga-keluarga, berbagai upaya dilakukan KemenPPPA diantaranya memperkuat jejaring layanan Pusat Pembelajaran Keluarga (Puspaga). Layanan Keluarga melalui 135 Puspaga yang tersebar di 12 provinsi dan 125 kabupaten/kota menyediakan konsultasi dan konseling online oleh sekitar 330 psikolog/konselor, di antaranya untuk membantu manajemen stress karena kesulitan dan kendala yang dialami oleh orang tua dalam pengasuhan selama masa wabah Covid-19.
“Konseling, informasi ramah keluarga, yang dikelola oleh tenaga profesi/psikolog/konselor keluarga, ditujukan untuk meningkatkan kualitas pengasuhan dan perlindungan anak agar anak dapat tumbuh dan berkembang secara optimal,” kata Bintang.
Gerakan #Berjarak
Untuk melindungi perempuan dan anak dari penularan virus korona baru, Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenPPPA), meluncur Gerakan #Berjarak (Bersama Jaga Kelurga Kita). Gerakan tersebut untuk memastikan kondisi perempuan, anak dan keluarga aman dari bahaya paparan Covid-19 di seluruh Indonesia, terutama pemenuhan hak-hak dasar perempuan dan anak selama masa darurat.
Adapun Gerakan #Berjarak meliputi 10 Aksi Berjarak, yaitu 1. Tetap Di Rumah. 2. Hak Perempuan dan Anak Terpenuhi. 3. Alat Perlindungan Diri Tersedia. 4. Jaga Diri, Keluarga dan Lingkungan. 5. Membuat Tanda Peringatan. 6. Menjaga Jarak Fisik. 7. Mengawasi Keluar Masuk Orang dan Barang. 8. Menyebarkan Informasi Yang Benar. 9. Aktivasi Media Komunikasi Online. 10. Aktivasi Rumah Rujukan.
Untuk mengantisipasi kekerasan terhadap perempuan, terutama KDRT, Deputi Perlindungan Hak Perempuan KemenPPPA Vennetia R Danes, menyatakan, pihaknya menyusun dan menerbitkan Tutorial Manajemen Penanganan Kasus KDRT dalam Sisuasi Pandemi Covid-19, Penyebaran bahan komunikasi informasi dan edukasi (KIE) tentang perlindungan hak perempuan dalam situasi pandemik covid-19, dan Menerbitkan Protokol Penanganan Kasus Kekerasan terhadap Perempuan di Masa Pandemi Covid-19.
Selain itu, KemenPPPA juga menyusun protokol lintas sektor untuk pencegahan dan penanganan kekerasan, perlakuan salah, penelantaran, serta pengasuhan pengganti dalam situasi pandemi Covid-19 sebagai panduan kementerian/lembaga, pemerintah daerah, dan penyedia layanan dari lembaga non pemerintah, lembaga keagamaan dan kelompok masyarakat.
Panduan tersebut termasuk penanganan kesehatan mental dengan memberikan bantuan psikologis berupa penguatan mental bagi pekerja perempuan yang terdampak pandemi Covid-19 ini. “Karena dengan kondisi seperti ini, pasti akan membuat kondisi mental seseorang terguncang,” kata Vennetia.
Sejak pandemi Covid-19 berlangsung, Menteri PPPA juga membagikan bantuan untuk kebutuhan spesifik bagi perempuan dan anak.
NGO Pun Aktif Kampanye
Tidak hanya pemerintah, upaya untuk melindungi dan membantu perempuan di masa pandemi Covid-19 juga dilakukan organisasi masyarakat sipil, seperti Institut Lingkaran Pendidikan Alternatif untuk Perempuan (KAPAL Perempuan). Sejak pandemi berlangsung, KAPAL Perempuan menggerakan jaringan perempuan sampai di akar rumput, mengingatkan bahwa masa pandemi Covid-19 berpotensi terjadinya KDRT.
Oleh karena itu dibutuhkan perhatian khusus terhadap masalah ini, mesti peka dan selalu memasukkan isu ini dalam penanganan masalah terkait Covid-19.
Di masa darurat pandemi Covid-19, KAPAL Perempuan menyalurkan paket bantuan sembako yang di dalam berisi buku pulpen dengan pesan agar menggunakan alat tulis tersebut untuk mencatat kasus-kasus perempuan diantaranya KDRT dan perkawinan anak,” ujar Misiyah, Direktur KAPAL Perempuan.
Di Kupang, NTT, sejumlah perempuan masuk Gugus Percepatan Penanganan Covid-19 di tingkat desa yang memberi perhatian khusus isu terhadap perempuan dan anak, dengan melakukan pendataan kasus KDRT dan perkawinan anak. Di Padang, juga melakukan hal yang sama, memberi peringatan dini untuk kasus KDRT.
KAPAL Perempuan juga menyebarluaskan informasi layanan yang telah dibuka oleh pemerintah pusat, misalnya layanan psikososial SEJIWA dengan cara mengecek terlebih dahulu apakah benar-benar aktif, dan jika sudah dipastikan kebenarannya kemudian direkomendasikan kepada jaringan.
“Kami juga menginformasikan dokumen panduan misalnya protokol penanganan kekerasan berbasis jender dan layanan lainnya,” kata Misiyah.
Pembagian kerja domestik
Komisioner Komisi Nasional Antikekerasan Terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) Siti Aminah Tardi, mengungkapkan berbagai kekerasan terhadap perempuan dan anak selama pandemi Covid-19, terutama meningkatnya KDRT merupakan bukti bahwa tidak selamanya rumah menjadi tempat yang aman dan nyaman bagi perempuan dan anak.
“Pandemi Covid-19 hanyalah pemicu, karena sebelum pandemi pun perempuan dan anak sudah tidak aman. Situasi stres, penghasilan berkurang, komunikasi yang tidak setara, emosi negatif menyebabkan pertengkaran yang bisa berujung pada kekerasan,” katanya.
Padahal, pandemi Covid-19 yang membuat semua orang harus diam di rumah, seharusnya bisa menjadi momentum bagi keluarga untuk saling dekat satu sama lain, terutama suami bisa melihat bagaimana beratnya pekerjaan domestik.
Karena itu, seharusnya ketika berada sepanjang hari di rumah, pembagian kerja domestik bisa dimulai antara suami dan istri, termasuk anak-anak, sehingga bisa mengurangi beban bagi salah satu pihak. “Laki-laki harus menyadari betapa beratnya pekerjaan domestik yang selama ini menjadi beban perempuan,” kata Aminah.
Orang tua Harus Proaktif
Komisioner Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) Retno Listyarti, mengungkapkan tingginya pengaduan tentang Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ) serta pengaduan bidang keluarga dan pengasuhan alternatif di masa pandemi Covid-19, harus mendapat perhatian semua pihak.
“Selama di rumah, orangtua penting untuk mengajarkan anak-anak keterampilan hidup sehari-hari agar anak-anak juga belajar mengurus diri sendiri. Orang tua perlu melibatkan anak pada pekerjaan rumah tangga sesuai umurnya. Ini adalah momen yang tepat untuk mengajarkan anak seluruh aktivitas pekerjaan rumah secara lebih mandiri sesuai usianya,” katanya.
Karena itu, orang tua harus lebih proaktif mengajarkan anak-anak memasak, membersihkan rumah, berkebun, dan membenahi rumah, sehingga diam di rumah atau belajar di rumah juga menjadi bagian dari proses belajar bagi anak-anak.
“Orangtua perlu sekreatif mungkin membuat aktivitas yang menyenangkan dan beragam bagi anak. Orang tua perlu sabar dalam mengajarkan aktivitas rumahan ini. Penting untuk selalu diingat bahwa anak-anak dalam tahap belajar sehingga orang tua perlu memahami kondisi anak,” katanya.
Baca juga: Beban Berlapis Perempuan Saat Pembatasan Sosial
Terkait PJJ, menurut Retno agar anak-anak tidak merasa jenuh dan merasa sangat terbeban ketika belajar dari rumah, perlu ada pendampingan secara khusus pada anak-anak saat PJJ, apalagi PJJ sebuah hal baru bagi kebanyakan anak-anak.
“Orangtua penting untuk mengarahkan siswa membuat jadwal yang proporsional baik untuk PJJ, pemenuhan kebutuhan diri, hingga bermain dan refresing. Termasuk melakukan hobi mereka,” kata Retno.
Jika orang tua mengalami kesulitan karena tidak familiar dengan tugas dari sekolah, maka orang tua membantu mengkomunikasikan dengan guru agar tugas-tugasnya disesuaikan dengan kondisi daerah, lingkungan, dan kemampuan orang tua.