Pemerintah Diminta Siapkan Pedoman Pembelajaran Jarak Jauh
Kalangan guru meminta pemerintah tidak terburu-buru membuka kembali sekolah. Pembukaan kembali sekolah harus menunggu kasus Covid-19 benar-benar landai dan mengacu data yang akurat demi keselamatan siswa dan guru.
Oleh
Yovita Arika
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pemerintah diminta tidak terburu-buru membuka kembali sekolah di masa pandemi Covid-19. Penurunan kasus Covid-19 tidak bisa menjadi tolok ukur bahwa suatu daerah telah aman. Kalangan guru siap jika pemerintah memperpanjang masa pembelajaran jarak jauh karena Covid-19.
Namun, belajar dari pengalaman sejak pertengahan Maret lalu, pembelajaran jarak jauh untuk tahun ajaran baru harus dipersiapkan secara matang. Guru membutuhkan pedoman agar pelaksanaan pembelajaran jarak jauh bisa lebih efektif. Pemerintah juga diminta memperluas infrastruktur digital, baik akses internet maupun peralatan digital, untuk menjangkau siswa yang rentan.
Pemerintah dapat melanjutkan program digitalisasi sekolah di daerah terdepan, terluar, dan terbelakang (3T). Tahun 2019, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan menargetkan membagikan 1,7 juta komputer tablet untuk siswa di daerah 3T, dan tahun ini ditargetkan 3,6 juta komputer tablet.
Komputer tablet tersebut telah diisi dengan buku elektronik dan aplikasi Rumah Belajar yang dapat digunakan untuk mengakses materi pelajaran dengan atau tanpa jaringan internet.
Demikian dikatakan Ketua Umum Pengurus Pusat Ikatan Guru Indonesia (IGI) Muhammad Ramli Rahim, Sekretaris Jenderal Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI) Satriwan Salim, dan Avan Faturrahman, guru SDN Batu Putih, Laok III, Kabupaten Sumenep, Pulau Madura, Jawa Timur, yang dihubungi secara terpisah, Selasa (19/5/2020).
Kami membutuhkan pedoman, bukan sekadar regulasi, sebagai acuan untuk pembelajaran jarak jauh. (Muhammad Ramli Rahim)
”Kami membutuhkan pedoman, bukan sekadar regulasi, sebagai acuan untuk pembelajaran jarak jauh. Pedoman yang standar, yang mudah dilaksanakan. Bahwa nanti guru melakukan lebih dari pedoman tersebut, itu tergantung kreativitas setiap guru,” kata Ramli ketika dihubungi di Jakarta.
Daerah pelosok
Avan berharap pedoman tersebut juga mempertimbangkan kondisi di daerah pelosok. Sebagaimana mayoritas siswa di SDN Batu Putih, banyak siswa di daerah pelosok yang tidak memiliki akses digital, bahkan televisi. Selama masa pandemi ini, Avan harus mendatangi siswanya untuk memberikan pembelajaran.
”Setidaknya, skenario itu disiapkan sejak sekarang karena kita tidak tahu (Covid-19) ini berakhir sampai kapan. Separuh semester ganjil PJJ (di tahun ajaran 2020/2021) ini yang mesti disiapkan, terutama untuk kelas awal di setiap jenjang karena tidak bisa langsung ketemu guru. Bagaimana pola orientasi sekolah, penjadwalan, pembelajarannya. Ini butuh petunjuk,” paparnya.
Program pengenalan lingkungan sekolah atau dahulu dikenal dengan masa orientasi sekolah, kata Wakil Sekretaris Jenderal Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI) Satriwan Salim, tetap penting bagi siswa baru. Pandemi Covid-19 ini membuat format pengenalan lingkungan sekolah berbeda dari tahun-tahun sebelumnya.
”Seandainya PJJ menjadi pilihan ke depan, pedoman pengenalan lingkungan sekolah tetap harus dibuat oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Untuk pembelajaran daring, kegiatan-kegiatan pengenalan sekolah via digital. Untuk yang luring, tetap harus memperhatikan protokol kesehatan, perlengkapan kesehatan, mulai dari cairan antiseptik untuk membersihkan tangan hingga alat pelindung diri harus tersedia di sekolah,” paparnya.
Meskipun demikian, Satriwan meminta pemerintah tidak terburu-buru membuka kembali sekolah, bahkan di zona hijau sekalipun. Penetapan zona hijau atau daerah bebas dari penyebaran Covid-19 harus benar-benar mengacu pada indikator kesehatan dan berbasis data yang akurat.
”Jangan sampai nanti setelah suatu wilayah ditetapkan sebagai zona hijau, tahu-tahu ada korban positif di wilayah tersebut. Harus adakoordinasi dan komunikasi yang baik antara pemerintah pusat dan daerah, apakah di satu wilayah benar-benar sudah aman dari sebaran Covid-19. Jangan sampai karena buruknya pendataan, setelah masuk sekolah Juli nanti, justru siswa dan guru jadi korban terkena Covid-19. Risikonya terlalu besar,” kata Satriwan.