Soal Pembukaan Kembali Sekolah, Mendikbud Nadiem: Tunggu Perkembangan Covid-19
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nadiem Anwar Makarim memastikan akan menunggu perkembangan penanganan pandemi Covid-19 dari Gugus Tugas Covid-19, sebelum memutuskan membuka kembali sekolah.
Oleh
Mediana
·2 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan memastikan akan menunggu perkembangan penanganan pandemi Covid-19 dari Gugus Tugas Covid-19 sebelum mengeluarkan keputusan membuka kembali kelas tatap muka secara luring. Kementerian berkomitmen selalu mengedepankan kesehatan siswa dan guru.
”Saya belum mengeluarkan pernyataan sekolah akan buka kembali Juli 2020. Saya tidak mungkin mendahului Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19,” ujar Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Nadiem Anwar Makarim, di sela-sela rapat kerja virtual bersama Komisi X DPR, Rabu (20/5/2020), di Jakarta.
Berkaitan dengan tahun ajaran baru 2020/2021, dia menyampaikan, Kemdikbud saat ini belum bisa memutuskan waktu dan format pembelajaran kepada publik. Hanya saja, Nadiem memastikan, pihaknya sudah siap dengan segala skenario pelaksanaan kegiatan belajar mengajar.
Dia mengajak peserta rapat jujur dan pragmatis bahwa pandemi Covid-19 berdampak negatif terhadap rencana meningkatkan kualitas pendidikan nasional. Dampak seperti itu tak hanya dialami oleh Indonesia. Seluruh negara di dunia mengalami situasi yang sama.
”Karena semuanya harus belajar dari rumah. Namun, di balik pandemi Covid-19, kita bisa melihat ada banyak pembelajaran bisa diambil untuk merevolusi dunia pendidikan,” katanya.
Dewi Coryati, anggota Komisi X dari Fraksi Partai Amanat Nasional, berpendapat, pemerintah perlu selalu mengedepankan jaring pengaman bagi siswa dan mahasiswa ketika persebaran Covid-19 masih terus berlangsung. Beasiswa atau bantuan pendidikan kepada peserta didik harus tetap diadakan.
”Mekanisme pencairan beasiswa jangan sampai rumit sehingga terlambat diterima peserta didik,” ujarnya.
Bramantyo Suwondo, anggota Komisi X dari Fraksi Partai Demokrat, menyampaikan, Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 54 Tahun 2020 tentang Perubahan Postur dan Rincian APBN 2020 menyebabkan anggaran Kemdikbud mengalami pemotongan Rp 4,98 triliun sehingga menjadi Rp 70,7 triliun. Dia menyayangkan pemotongan itu.
”Di satu sisi, dunia pendidikan nasional dibayang-bayangi tuntutan pembenahan. Sementara di sisi lain, situasi nasional menuntut agar perhatian utama kepada pemulihan Covid-19,” ujarnya.
Bramantyo mengapresiasi keputusan Kemdikbud untuk tetap mempertahankan alokasi anggaran untuk peningkatan teknologi informasi komunikasi, bantuan Kartu Indonesia Pintar (KIP), KIP Kuliah, tunjangan profesi guru, serta santunan kepada perguruan tinggi swasta. Semua alokasi anggaran tersebut amat dibutuhkan.
Berangkat dari pengalaman menghadapi Covid-19 sejauh ini, dia menyarankan agar Kemdikbud menyusun protokol pendidikan untuk bencana. Protokol itu memuat langkah-langkah yang harus dilakukan beserta realokasi anggaran.
”Ketika pemerintah mempunyai protokol pendidikan untuk bencana, saya rasa negara lebih siap. Bencana yang saya maksud bukan sekadar menyangkut wabah penyakit, melainkan juga bencana alam,” imbuh Bramantyo.