Demi Keselamatan Bersama, Perpanjang Pembelajaran Jarak Jauh
Demi keselamatan murid, guru, dan tenaga pendidik lainnya, sejumlah pihak berharap Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan memperpanjang masa pembelajaran jarak jauh hingga kondisi pandemi Covid-19 reda.
Oleh
Sonya Hellen Sinombor
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Demi keselamatan murid, guru, dan tenaga pendidikan, pemerintah diminta tidak tergesa-gesa membuka kembali sekolah pada tahun ajaran baru, Juli 2020 mendatang. Di tengah kondisi pandemi Covid-19 saat ini, sebaiknya Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan memperpanjang masa pembelajaran jarak jauh.
Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI) menilai, jika kondisi penyebaran Covid-19 masih tinggi, sebaiknya opsi memperpanjang metode Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ) adalah yang terbaik. Perpanjangan PJJ tidak berarti harus menggeser Tahun Ajaran Baru 2020/2021. Akan tetapi, sebelum perpanjangan PJJ dilakukan, harus ada evaluasi menyeluruh atas sistem PJJ yang sudah berlangsung selama tiga bulan.
”Tahun Ajaran Baru harus dimulai pertengahan Juli 2020, seperti tahun-tahun sebelumnya. Hanya saja pembelajarannya dilaksanakan masih dengan metode PJJ. Wacana pembukaan sekolah pada pertengahan Juli 2020 harus dipikirkan matang-matang dan harus memperhatikan data terkait penanganan Covid-19 di tiap wilayah,” tutur Satriwan Salim, Wakil Sekretaris Jenderal FSGI, Jumat (29/5/2020).
Pembukaan kembali kegiatan belajar-mengajar di sekolah pada masa-masa ini sangat berisiko.
FSGI memandang membuka kembali kegiatan belajar-mengajar di sekolah pada masa-masa ini sangat berisiko. Sebagai contoh, jika dalam sebuah lingkungan sekolah ada sekolah dasar, sekolah menengah pertama, dan sekolah menengah atas, dalam satu hari saja bisa terkumpul ribuan orang. Hal itu berpotensi terjadi penularan virus korona jenis baru.
”Bayangkan kalau kita memaksakan masuk di tahun ajaran baru ini. Itu justru akan mengancam kesehatan, keselamatan semua warga sekolah. Hal ini harus menjadi prioritas negara. Jadi tahun ajaran baru kita mulai saja, tapi perpanjang PJJ,” katanya.
Keselamatan siswa dan guru harus menjadi perhatian, terutama pada saat pergi dan pulang sekolah. Sebab, tidak semua orangtua siswa mampu sehingga ada siswa yang harus menggunakan angkutan umum. Hal itu bisa berpotensi penularan Covid-19 sangat besar.
Fahriza Tanjung yang juga Wasekjen FSGI menambahkan, evaluasi besar-besaran harus dilakukan atas PJJ, baik dari Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemdikbud), Kementerian Agama (Kemenag), maupun pemerintah daerah. Selain evaluasi, koordinasi, komunikasi, dan validitas data oleh pemerintah pusat dan pemerintah daerah terkait penyebaran Covid-19 antara pemerintah pusat dan daerah harus diperbaiki.
Ia mencontohkan, meskipun Kemdikbud sudah menyatakan bahwa tahun ajaran baru tetap dimulai dari bulan Juli, terkait dengan PJJ apakah diperpanjang atau masuk sekolah kembali belum diputuskan Menteri Pedidikan dan Kebudayaan. Di sisi lain, pemerintah daerah, seperti Kota Bukittinggi dan Sumatera Barat, sudah memutuskan bahwa sekolah-sekolah di kota tersebut akan dibuka kembali pada pertengahan Juli.
”Komando di pusat, baik Kemdikbud maupun Kemenag, kami lihat jalan sendiri-sendiri. Ini mungkin karena Kemdikbud terlalu lama memutuskan kajiannya, di sisi lain daerah mungkin sudah tidak sabar juga karena informasi yang simpang siur,” kata Satriwan.
Soal nilai kenaikan kelas, Fahriza yang juga guru SMK negeri di Medan menegaskan, jika pelaksanaan PJJ sudah efektif di sekolah-sekolah, nilai kenaikan kelas bisa diambil dari akumulasi proses pembelajaran yang selama satu semester ini dilakukan, baik rekam nilai sebelum pandemi maupun setelah pandemi.
Mengenai format penilaian akhir tahun (PAT), dinas pendidikan dan sekolah tetap harus mempertimbangkan akses siswa terhadap internet dan kepemilikan gawai. PAT tak bisa dilakukan serentak di waktu yang sama bagi semua siswa mengingat tidak semua siswa memiliki gawai. ”Jadi, pelaksanaan PAT harus dengan prinsip fleksibilitas, berkeadilan, nondiskriminatif, dan tak merugikan siswa,” ujarnya.
Perlu langkah konkret Kemdikbud dan Kemenag
Komisioner Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) Bidang Pendidikan, Retno Listyarti, menyatakan, Kemdikbud memang telah menetapkan tahun ajaran baru sesuai kalender akademik pada 13 Juli 2020 meski tidak menggeser tahun ajaran baru. Namun, Kemdikbud menyatakan tidak otomatis membuka sekolah pada Juli 2020.
”Tentu hal ini perlu diapresiasi. Hanya saja tidak cukup sampai disitu, tetapi perlu dilakukan langkah-langkah konkret dari Kemdikbud dan Kemenag untuk menyiapkan sekolah dibuka pada saat yang tepat nantinya,” katanya.
Untuk itu, perlu segera dilakukan koordinasi secara berjenjang dimulai dari rapat koordinasi antara Kemdikbud dan dinas-dinas pendidikan daerah serta antara Kemenag dan kantor-kantor wilayah agama. Rapat koordinasi membahas kesiapan daerah untuk menerapkan protokol kesehatan ketat ketika sekolah di buka.
Misalnya, untuk menghindari kerumunan, maka kantin sekolah ditutup, berarti para orangtua wajib membawakan bekal makanan bagi anak-anaknya. Termasuk orangtua mulai melatih anak menggunakan masker. Itu semua harus dikoordinasi dan disosialisasikan.
”Meskipun anak-anak mengaku jenuh belajar dari rumah melalui pembelajaran daring jarak jauh, ketika PJJ diperpanjang, harus disiapkan pula infrastruktur pendukung dan peningkatan kemampuan para guru dalam PJJ, pemerintah harus mengratiskan internet. Ini penting agar semua anak dapat terlayani pembelajaran daringnya tanpa dibebani pembelian kuota internet,” tutur Retno.