Atasi Kendala di Setiap Pilihan: Belajar Jarak Jauh atau Buka Sekolah
Setiap pilihan model pembelajaran tahun ajaran baru pertengahan Juli 2020 punya konsekuensi. Jika melanjutkan belajar jarak jauh, atasi keterbatasan internet di daerah. Jika buka sekolah, siapkan protokol kesehatan.
Oleh
TIM KOMPAS
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Setiap keputusan yang akan diambil saat tahun ajaran baru pada pertengahan Juli 2020 memiliki konsekuensi. Jika melanjutkan pembelajaran jarak jauh seperti sekarang, pemerintah dituntut mengatasi keterbatasan jaringan internet di sebagian wilayah Indonesia. Jika sekolah dibuka untuk belajar tatap muka langsung, perlu disiapkan sarana dan penerapan protokol kesehatan yang ketat untuk menjaga warga sekolah dari penularan Covid-19.
Terkait pembelajaran jarak jauh, meski sudah berlangsung hampir tiga bulan terakhir, banyak sekolah di daerah yang masih sulit menerapkannya karena keterbatasan jaringan internet, teknologi, dan kemampuan adaptasi guru. Untuk mendapatkan sinyal lewat telepon seluler, misalnya, sebagian siswa dan guru mesti mendaki bukit tinggi, bahkan sebagian lain tidak terjangkau internet sama sekali.
Berdasarkan Data Pokok Pendidikan Anak Usia Dini, Pendidikan Dasar, dan Pendidikan Menengah Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud), sebanyak 40.779 atau sekitar 18 persen sekolah dasar dan menengah tidak memiliki akses internet. Selain itu, sebanyak 7.552 sekolah atau sekitar 3 persen belum terpasang listrik.
Akses peserta didik terhadap pembelajaran daring di rumah dapat lebih rendah lagi karena faktor kepemilikan gawai atau laptop dan ketersediaan kuota internet. Ketidaksetaraan dalam akses teknologi untuk pembelajaran daring memperdalam kesenjangan. Data Badan Perserikatan Bangsa-Bangsa untuk Anak-anak (Unicef) dari 14 negara menunjukkan, anak-anak dengan akses internet di rumah memiliki keterampilan membaca yang lebih tinggi daripada anak-anak yang tidak ada akses internet di rumah.
Sejumlah kendala di atas mesti diatasi jika pemerintah memutuskan untuk melanjutkan pembelajaran jarak jauh, terutama di zona merah Covid-19. Dosen pendidikan Universitas Muhammadiyah Prof Hamka, Itje Chodjidjah, mengatakan, perlu sinergi antar-kementerian untuk memperluas akses teknologi pendidikan. Setidaknya sinergi itu antara Kemendikbud, Kementerian Komunikasi dan Informatika, Kementerian Dalam Negeri, serta Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi.
”Pemerintah daerah juga harus memikirkan akses teknologi untuk pendidikan. Dalam akreditasi sekolah, sudah sering memberi rekomendasi kepala daerah untuk memperhatikan hal tersebut,” kata Itje di Jakarta, Senin (8/6/2020).
Survei Ikatan Guru Indonesia yang diikuti 4.468 orangtua siswa menyebutkan, 42,1 persen orangtua berharap Kemendikbud menjalankan program digitalisasi sekolah dengan membagikan komputer tablet. Sebanyak 65,1 persen orangtua minta kepastian sekolah untuk mendapatkan layanan internet.
Pelaksana Tugas Direktur Jenderal PAUD Dikdasmen Kemendikbud Hamid Muhammad mengatakan, selain antar-kementerian, juga perlu kerja sama antara pemerintah pusat dan daerah untuk memperluas akses teknologi pendidikan. Target digitalisasi sekolah tidak akan tercapai jika Kemendikbud yang mengurusnya karena anggaran pendidikan juga ada di daerah.
Jika pemerintah memutuskan membuka sekolah untuk tatap muka langsung, terutama di zona aman dari virus korona jenis baru, yang ditetapkan Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19, perlu disiapkan protokol kesehatan. Hal ini karena pandemi masih berlangsung dan anak-anak juga rentan terinfeksi virus itu.
Pengajar di Departemen Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin, Aidah Juliaty, mengatakan, anak juga berisiko tertular Covid-19. Apalagi, sebagian besar anak yang tertular tidak menunjukkan gejala atau hanya mengalami gejala ringan. Deteksinya sulit sehingga rentan menjadi pembawa penyakit.
Berdasarkan data Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) per 1 Juni 2020, dari 955 kasus positif Covid-19 pada anak, sebanyak 66 persen pasien berusia di bawah lima tahun dan 34 persen berusia 6-18 tahun.
Perhatian utama adalah melindungi kesehatan siswa-siswi dan guru selama di sekolah.
Ketua Persatuan Guru Seluruh Indonesia Provinsi Lampung Asep Sudarsono mengatakan, sejumlah daerah berencana membuka sekolah saat tahun ajaran baru dengan cara masing-masing. Pemerintah pusat harus segera bersikap dan mengarahkan pembukaan sekolah di masa transisi jelang normal baru sekarang.
Sembari menunggu keputusan, pemerintah perlu memastikan infrastruktur pencegahan Covid-19 secara merata di semua daerah. Saat ini banyak sekolah yang belum memiliki fasilitas protokol kesehatan, seperti alat pengecek suhu tubuh dan tempat mencuci tangan.
”Perhatian utama adalah melindungi kesehatan siswa-siswi dan guru selama di sekolah,” kata Ketua Dewan Pendidikan Jawa Timur Akhmad Muzakki di Surabaya.